5

Hasna menyiapkan piring kecil dan garpu untuk dirinya mengambil sebagian kue kecil yang akan Fajri potong.

Fajri tersenyum menatapnya.

"Apa?"

Hasna selalu kesal jika orang yang menatapnya kemudian tersenyum seperti menertawakan.

"Kau mengambil piring? memangnya ini untuk mu?" ucap Fajri dengan menyebalkan.

Hasna menyeringai kesal. Dia tidak peduli, dia mengambil kue cherry yang sangat dia sukai sebelum Fajri memotongnya.

"Jika bukan untukku lalu untuk siapa? Kau tidak suka kue cherry, kan?" ucap Hasna.

Dia menyantap kuenya dengan menatap satu per satu orang yang ada di sekeliling mereka. Sambil bicara, sambil waspada.

"Tidak ada yang mengikuti ku!" ucap Fajri tahu apa yang dipikirkan Hasna.

Hasna menatapnya.

"Lalu?" tanya Hasna.

"Kenapa membatalkan pertemuan siang tadi? Apa kasus Tuan Pratama sudah cukup untuk mu?" tanya Fajri yang menyantap makanannya.

"Senior ku yang menangani kasus ini mengajakku untuk bergabung. Jadi...pekerjaan mu sudah selesai!" ucap Hasna menyelesaikan suapan terakhirnya.

Fajri terdiam menatap wajah Hasna.

"Jadi aku tidak dibutuhkan lagi? kemudian kau akan tidak mencari ku lagi? Hei....jangan begitu! Jika aku tidak dibutuhkan, kapan kau akan minta menemui ku?" ucap Fajri konyol.

Hasna menatapnya dengan aneh.

"Hei..bukan kah aku kemari karena kau memintanya?" ucap Hasna.

"Karena ini ulang tahun ku" ucap Fajri merengut seperti anak kecil.

"Aishhh....adek manis jangan cemberut. Aku bisa memukul kepala mu dengan tongkat jika kau menyebalkan seperti itu!" ancam Hasna dengan mencubit pipi Fajri.

Mereka kemudian saling tersenyum dan tertawa. Saat mereka berdua terdiam dan menikmati makanannya.

"Ayah cerewet sekali, dia menanyakan mu hingga membuat ku kesal mendengarnya. Apa Hasna makan dengan baik? Apa dia hidup dengan baik? Apa dia tidak melupakan obat maag nya? Apa begini? Apa begitu? Ahhhh....menyebalkan! Aku saja tidak pernah dia tanyai seperti itu" keluh Fajri.

Dia mengucapkan semuanya dengan meniru gaya bicara ayahnya. Hasna tersenyum menertawakannya.

"Aku bicara dengannya kemarin, dia bilang untuk mengingatkan mu" ucap Hasna.

Fajri terdiam membulatkan matanya.

"Apa?"

"Dia menyuruhku untuk mengingatkan mu akan pernikahan. Dia ingin segera menimang cucu. Kau ini kejam sekali!" ucap Hasna mengejeknya.

Fajri melongo merasa tertipu dengan ucapan Hasna. Dia kesal karena diingatkan untuk menikah. Kemudian dia menjadi diam sambil memainkan makanan dengan garpunya.

"Aku sedang menunggu seorang wanita yang sedang fokus pada tujuannya. Aku akan menunggunya hingga dia mengatakan bahwa dia mau bersama ku selamanya" ucap Fajri.

Namun saat Fajri menatapnya, Hasna sedang menerima telpon dari Armand.

Fajri menggigit giginya kesal melihat Hasna yang tak mendengarnya. Hasna menutup telpon dan menatapnya.

"Hei...kau akan pergi menemuinya?" tanya Fajri kesal.

"Tidak...dia memintaku menyiapkan semuanya besok jam 8 pagi. Lagi pula ini sudah malam, untuk apa aku menemui seniorku selarut ini?" jelas Hasna.

Fajri tersenyum kemudian melanjutkan makannya.

Beberapa obrolan terasa ringan diucapkan, terutama saat membicarakan kebersamaan mereka selama 10 tahun terkahir ini.

Hasna 14 tahun, ayahnya memutuskan untuk gantung diri di kamarnya saat itu. Ayah Fajri yang seorang polisi bernama Agung Megantara, menemukannya terdiam menengadah menatap mayat ayahnya tanpa ekspresi.

Agung meneteskan air mata saat melihatnya. Dia memeluk Hasna yang tetap terdiam meskipun Agung berusaha bicara padanya.

Hampir sebulan Hasna diam tak mau bicara pada siapapun. Matanya kosong seperti tak bernyawa.

Agung yang mengetahui perjuangan Dimas ayahnya untuk tetap hidup bertahan dari rasa bersalah dan merasa malu atas kejadian yang menimpa Hasna, sangat tahu bagaimana perasaan Hasna saat itu.

Setiap hari dia dan Fajri selalu menemani Hasna dan mengajaknya bicara meski sama sekali wajah Hasna tak pernah berubah. Dia hanya mengatakan ya, tidak dan baiklah.

Suatu hari Agung dan Fajri mengajaknya berlibur ke pantai. Hasna ikut saja tanpa berkomentar meskipun sebenarnya dia tak begitu ingin pergi.

Fajri memegang tangan Hasna dan menariknya berlari ke tepi pantai. Dia tiba-tiba melepas tangan Hasna kemudian berteriak sekencangnya.

Hasna menatapnya, dia sangat terpana melihat Fajri yang begitu mudah melepas teriakan itu. Hasna mulai merasakan sesak di dadanya. Mata dan hidungnya terasa sangat panas. Perasaan yang sudah lama tidak dia rasakan. Respon dari hatinya yang mulai merasakan sakit yang luar biasa.

Hasna menyesali kejadian buruk dalam hidupnya. Jika saja saat itu dia bisa berteriak sekencang Fajri melakukannya. Mungkin dia akan selamat atau mati hari itu juga dan tak harus mengalami semua ini.

Fajri berhenti berteriak dan menatap Hasna sambil tersenyum. Dia hendak meminta Hasna melakukan hal yang sama, berteriak agar semua rasa sesak di dadanya terasa lebih ringan.

Namun Fajri terdiam saat melihat wajah Hasna memerah, bening di kelopak matanya menjadi banyak dan menetes ke pipinya. Dadanya kembang kempis seolah ingin meluapkan isak tangis yang selama ini dia tahan.

Kemudian Hasna terduduk memeluk lututnya. Dia menangis dengan kencang dan terus terisak. Tak ada kata yang keluar dari tangisnya.

Fajri ikut duduk dan menunggunya. Saat itu pertama kalinya Hasna menangis. Fajri tak bisa melakukan apapun untuknya. Dia membiarkan Hasna menangis hingga dia lelah dan diam menatap matahari tenggelam dengan mata sendunya.

Semenjak itu, Hasna bisa sedikit berubah. Tak ada kata yang terucap, namun seolah sudah saling memahami, mereka tak bertanya tentang kepedihan yang dirasakan Hasna dan membuatnya menceritakan apapun.

Mereka sudah cukup senang mendapati Hasna bisa melupakan sedikit kesakitannya. Menjalani hidup normal seperti gadis yang lainnya. Sekolah bersama Fajri, bermain dan bekerja.

Mereka juga memilih jenjang karir sesuai dengan yang diajarkan Agung. Fajri menjadi penyelidik terbaik di kepolisian, sedangkan Hasna menjadi pengacara termuda di kejaksaan umum.

##

Fajri menatap senyum Hasna yang untuk malam ini sangat cantik.

Mereka berjalan menuju rumah Hasna. Di perjalanan, tak ada pembicaraan mengenai kasus yang ditangani dan soal yang lain selain masa-masa Hasna bersama Fajri dan Agung.

"Aku akan pulang menemui ayah saat semuanya sudah selesai" ucap Hasna.

Fajri menatapnya.

"Selesai dengan kasus yang mana?" tanya Fajri.

Hasna menatapnya lalu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Entahlah, hanya saja aku ingin mengatakan itu. Aku akan pulang saat semuanya sudah selesai. Terasa sangat nyaman mengucapkannya" ucap Hasna.

"Apa arti tatapan dan senyuman itu?" tanya Fajri.

Fajri menarik tangan Hasna hingga dia berhenti berjalan dan menatapnya.

"Apa tidak bisa kau melupakannya dan menjalani hidup yang biasa saja?" ucap Fajri.

Tatapan Fajri seolah memohon pada Hasna agar tak membuat semuanya lebih buruk.

Hasna menghela nafas dan melepas tangan Fajri.

"Aku menjalani hidup biasanya seorang pengacara hidup. Menangani kasus dan membela mana yang benar dan mana yang salah" ucap Hasna kembali tanpa ekspresi.

Fajri kembali menarik tangannya.

"Kau tahu kalau jawaban dari pertanyaan ku bukan itu" ucap Fajri.

Hasna mengalihkan pandangan dari mata Fajri yang membuatnya merasa tak bisa menjawab pertanyaannya.

Fajri berpikir, dia mengerti meski sudah bisa menjalani hidup barunya, Hasna masih belum bisa memaafkan masa lalunya. Dia juga paham bahwa jika entah itu Fajri atau Agung yang meminta hal itu akan membuatnya diam dan tak bisa menjawabnya.

Fajri masih melihat kecanggungan dalam diamnya Hasna.

"Aku ngga bisa anter sampe rumah, aku pergi ya!" ucap Fajri mengakhiri percakapan.

Hasna lega dan mulai bisa menatapnya. Dia mengangguk dan menatap kepergiannya. Melihat punggung Fajri yang lebar yang selalu melindunginya hingga kini, hingga menghilang dari pandangannya.

Saat Hasna berbalik dan hendak berjalan kembali, dia kembali tertegun menatap pagar rumahnya yang ada di hadapannya.

Dia tersenyum mengingat ucapan Fajri yang mengatakan tak bisa mengantarnya sampai pulang. Karena Hasna yang tak fokus, dia tak sadar bahwa mereka sebenarnya sudah sampai.

"Tidak bisa mengantar sampai rumah apanya? Memang aku pernah mengizinkan dia masuk ke rumah?" gumam Hasna sambil membuka pagar dan masuk ke rumah.

Hasna melepas cardigannya dan menggantungnya di balik pintu kamarnya. Dia menatap blazer hadiah pemberian Fajri di gaji pertamanya. Dia tersenyum, mengusapnya dan mengingat semua kenangan bersamanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!