Ikhlasku Berbagi Cintamu
Dengan langkah cepat Sean melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit, pikirannya benar-benar kacau memikirkan nasib sang adik.
Sean menghentikan langkahnya ketika melihat Bunda Yasmin terduduk di depan salah satu ruangan. Pikiran buruk seketika terlintas dipikirannya saat melihat Bundanya menangis.
"Bunda ....." Panggilnya. Wanita itu menoleh, Sean melangkahkan kakinya mendekati Bunda Yasmin. Tangisnya semakin menjadi ketika Sean memeluknya.
"Bunda tenang ya...." Ucap Sean seraya mengusap punggung Bunda Yasmin.
"Ivan... Ivan..." Isak Bunda Yasmin dalam pelukan putra pertamanya.
"Bunda tenang dulu ya..." Sean berusaha menenangkan Bunda Yasmin.
Pintu ruangan terbuka, nampak sorang dokter keluar bersama perawat. Bunda Yasmin dan Sean segera menghampirinya.
"Dokter bagaimana keadaan putra saya...?" Tanya Bunda, ketakutannya bertambah ketika melihat raut wajah dokter. Sean yang berada disampingnya pun merasakan hal yang sama. Dokter menarik napasnya dalam, sebelum akhirnya membuka suara.
"Keadaan pasien pada saat sampai di sini sudah kritis, pasien mengalami luka serius di kepala dan kehilangan banyak darah. Kami telah mencoba melakukan yang terbaik, tapi maaf takdir berkehendak lain. Nyawa pasien tidak dapat kami selamatkan."
Seketika itu juga dunia seakan runtuh bagi Bunda Yasmin dan Sean.
"Tidak mungkin... Ivan tidak mungkin meninggal...." Lirih Bunda. Sean segera memeluknya, air matanya mengalir deras.
"Bunda..."
"Sean... Ivan...." Suara Bunda Yasmin tenggelam dalam tangisnya. Sean semakin erat memeluknya.
**********
Sean tak henti-hentinya merasa bersalah, karena ia sang adik harus pergi untuk selama-lamanya. Tak seharusnya ia membiarkan Ivan menjemputnya. Ya, hari itu ia memutuskan untuk kembali ke negaranya, Indonesia setelah Ivan memintanya untuk pulang. Ivan baru saja lulus SMA, ia meminta Sean kembali untuk hadir di acara kelulusan. Sean yang sangat menyayangi Ivan pun tak kuasa untuk menolak. Sean yang sedang kuliah meneruskan S1 nya di Melbourne pun sampai rela meminta izin dari kampusnya untuk menemui sang adik.
Sean duduk termenung di kamar Ivan, menatap fotonya bersama Ivan yang di ambil beberapa tahun yang lalu.
"Ivan... Maafin Kakak..." Di peluknya foto itu dengan air mata yang kembali mengalir.
**********
Kini sudah tiga hari dari kejadian naas yang menimpa Ivan, tapi aura kesedihan masih sangat terasa. Apalagi Bunda Yasmin yang selalu termenung sendiri, membuat Sean semakin merasa bersalah.
"Bunda, maafin Sean..." Lelaki itu duduk bersimpuh di bawah kaki sang Bunda.
"Bukan salahmu, Nak..." Lirih Bunda Yasmin.
"Tapi karena Sean..."
"Sean..." Bunda Yasmin menggeleng pelan, membuat Sean tak melanjutkan ucapannya.
"Bunda mau sarapan di mana? Di meja atau di kamar?" Sean mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Bunda sarapan di meja saja, Nak..." Jawab Bunda seraya bangkit dari duduknya.
"Ya sudah kalau begitu, ayo kita sarapan." Ajaknya lembut. Mereka kemudian menikmati sarapan berdua, tapi pikiran Bunda melayang jauh. Ia baru teringat tentang Syifa, gadis yang menjadi korban kecelakaan Ivan.
Ya, Ivan mengalami kecelakaan setelah kehilangan kendali karena rem mobilnya tiba-tiba blong, dan kemudian menabrak motor yang di kendarai oleh Syifa dan ayahnya. Ayah Syifa meninggal di tempat, dan Syifa dilarikan ke rumah sakit. Keadaan Syifa pada saat itu kritis, Bunda bahkan harus dimintai persetujuan agar rumah sakit bisa melakukan tindakan operasi pada Syifa.
"Bunda..." Panggilnya lagi.
"Eh... Iya... " Bunda tersadar dari lamunannya.
"Apa yang Bunda pikirkan?'' Tanyanya.
"Bunda..." Belum sempat Bunda menjawab, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Halo, iya saya sendiri..." Jawabnya. Bunda terus menelepon , raut wajahnya seketika berubah.
"Benarkah? Syukurlah kalau begitu, saya akan segera ke sana. Baik, terima kasih."
''Ada apa, Bunda?" Tanya Sean yang sedari tadi memperhatikan Bundanya bicara di telepon.
"Syifa sudah sadar...." Lirih Bunda.
"Siapa Syifa, Bun?'' Tanya Sean lagi yang memang belum mengetahui tentang Syifa.
"Syifa..." Ucap Bunda terputus.
"Bunda...." Sean menatap Bundanya, wajah Bunda Yasmin terlihat sedih.
"Syifa adalah korban kecelakaan Ivan. Motor yang dikendarai Ayah Syifa ditabrak oleh Ivan pada saat kecelakaan, karena rem mobil Ivan yang tiba-tiba blong..." Jelas Bunda Yasmin sambil menangis, mengingat bagaimana keadaan Syifa pada saat kecelakaan. Kondisinya sama parahnya dengan Ivan, tapi Syifa masih mampu bertahan.
"Ya Tuhan... Lalu bagaimana keadaan Syifa dan Ayahnya sekarang?'' Tanya Sean.
"Ayah Syifa meninggal di tempat kejadian...." Lirih Bunda Yasmin.
"Dan Syifa keadaannya kritis, bahkan koma. Dan baru saja Bunda dapat kabar dari rumah sakit kalau Syifa sudah sadar." Lanjut Bunda Yasmin.
"Inalillahi... " Hanya itu kata yang mampu keluar drai mulut Sean.
"Kita ke rumah sakit setelah sarapan."
"Iya Bunda."
**********
Sean dan Bundanya tiba di depan ruangan tempat Syifa di rawat bertepatan dengan dokter yang baru keluar dari sana. Tadi Bunda sudah menceritakan tentang keadaan Syifa yang sebenarnya pada Sean. Dan itu membuat Sean prihatin terhadap gadis muda itu.
"Dokter, bagaimana keadaan Syifa?" Tanya Bunda Yasmin.
"Keadaan Syifa sudah stabil. Syifa juga sudah tau tentang keadaannya yang sebenarnya."
"Syifa sudah tahu, dok? Lalu bagaimana? Apa Syifa baik-baik saja?" Bunda Yasmin terlihat cemas.
"Nyonya tenang saja, Syifa gadis yang kuat. Ia baik-baik saja, sepertinya Syifa bisa menerima keadaannya yang sekarang." Jelas dokter dengan senyumnya berusaha menenangkan Bunda Yasmin.
"Syukurlah kalau begitu." Bunda Yasmin menarik nafas lega.
"Boleh kami masuk ke dalam?" Tanyanya lagi.
"Tentu saja, silahkan. Saya permisi dulu." Dokter itu undur diri.
**********
Sean terdiam di depan pintu ketika melihat seorang gadis muda berhijab dengan perban di matanya.
"Assalamualaikum." Salam Bunda Yasmin.
"Walaikumsalam." Jawab gadis itu yang tak lain adalah Syifa.
"Perkenalkan saya Yasmin, saya ibu dari Ivan yang sudah..." Ucapan Bunda Yasmin terputus tak ingin membuat gadis di hadapannya bersedih.
"Oh Nyonya Yasmin..." Syifa tersenyum lembut.
"Jangan panggil Nyonya, panggil Tante saja." Pinta Bunda Yasmin.
"Iya Tante...." Syifa kembali tersenyum lembut. Bunda Yasmin memegang tangannya.
"Syifa, Tante mau minta maaf tentang apa yang sudah terjadi padamu dan Ayahmu. Maaf...." Bunda Yasmin tak bisa menahan air matanya. Syifa menggeleng pelan, walaupun tak bisa melihat Syifa bisa merasakan penyesalan dan kesedihan yang mendalam dari wanita paruh baya itu.
"Tidak Tante, semuanya sudah takdir..." Lirih Syifa.
"Aku juga turut berduka cita, karena Ivan..." Lanjut Syifa tapi terhenti karena Bunda Yasmin mengeratkan genggaman tangannya.
"Kita sama-sama kehilangan Tante, aku bisa merasakan apa yang Tante rasakan. Jadi Tante tidak perlu merasa bersalah. Dan lagi pula ini semua sudah takdir dari Yang Maha Kuasa, kita sebagai hambanya tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya dengan ikhlas...." Ucap Syifa dengan senyum lembut yang sedari tadi menghias wajahnya.
"Syifa, apa kamu sudah tahu tentang keadaanmu?" Syifa mengangguk pelan mendengar pertanyaan Bunda Yasmin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Erni Fitriana
seneng bisa keremu karya kak ade lagi😘😘😘😘😘
2022-03-13
0
Nina Libra
Bagus
2022-02-05
1
Ferayaty
tag td
2022-02-05
0