"Oh ya, aku punya seorang teman wanita di Melbourne, namanya Diana." Ucap Sean membuat Syifa sedikit terkejut.
"Tapi bukankah tak ada teman antara lelaki dan perempuan?" Tanyanya kemudian.
"Ya mungkin seperti itu. Tapi nyatanya aku berteman dengannya. Hanya sebatas teman kuliah. Aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri. Aku juga selalu menjaga jarak dengannya." Jelas Sean.
"Aku mengatakan ini agar suatu hari nanti tidak ada salah paham di antara kita. Aku berteman dengan Diana sudah tiga tahun. Tidak lebih dari sekedar teman."
Syifa hanya tersenyum tipis mendengarnya. Sean menggenggam keduanya tangannya. Membuat gadis muda itu menjadi gugup.
" Kamu istriku sekarang, bukan tanpa alasan aku menikahi kamu walau ini pertama kalinya kita bertemu."
"Percayalah padaku. Aku akan menjadi suami yang terbaik untukmu." Syifa tersenyum lembut. Ya, ia harus percaya terhadap suaminya. Sean baru pertama kali bertemu dengannya, tapi sudah berani mengambil keputusan untuk menikahinya.
"Aku percaya padamu, Mas." Jawabnya.
*********
Sean memandang wajah yang tengah tertidur pulas. Seulas senyum terbit di sana. Tak bosan rasanya ia memandangi wajah polos itu.
"Ivan, apa kamu tahu kalau Kakak sudah menikah? Kakak menikahi gadis yang menjadi korban kecelakaanmu. Pada awalnya Kakak merasa kasihan saat mendengar cerita tentang apa yang sudah di alaminya dari Bunda. Tapi setelah bertemu, bukan rasa kasihan yang Kakak rasakan. Tapi perasaan aneh yang menjalar di hati, ini pertama kalinya Kakak merasakan perasaan seperti ini. Entah kenapa Kakak mendadak berani mengambil keputusan untuk menikahinya. Mungkin sudah takdir dari Allah, Kakak jatuh cinta pada Syifa."
**********
"Apa hari ini aku bisa pulang, Mas?" Tanya Syifa pada suaminya yang sedang mengupas buah apel untuknya.
"Pulang?'' Sean balik bertanya.
"Iya, bukankah besok Mas akan kembali ke Melbourne? Aku ingin mengantar kepergian Mas." Ucapnya sambil menerima suapan potongan buah dari Sean.
"Kamu tidak perlu mengantarku Syifa, kamu istirahat saja di sini."
"Tapi aku sudah tidak betah tinggal di sini lebih lama, aku juga ingin mengunjungi makam Ayah dan juga Ivan."
Sean menghela nafas panjang, ia juga ingin istrinya cepat pulang ke rumah.
"Nanti aku tanyakan pada dokter ya." Ucapnya lembut.
"Sekarang habiskan dulu apelnya." Sambungnya sambil menyuapi lagi potongan apel ke mulut istrinya.
"Assalamualaikum. Ehm, pengantin baru pagi-pagi sudah romantis sekali." Ujar Bunda Yasmin yang baru datang.
"Waalaikumsalam, Bun." Jawab Sean dan Syifa serentak.
"Bagaimana keadaanmu, Syifa?" Tanya Bunda Yasmin
"Baik, Bunda." Jawabnya sambil tersenyum lembut.
"Bun, Syifa ingin pulang hari ini. Kira-kira bisa tidak ya?" Tanya Sean pada Bundanya.
"Pulang? Memangnya kamu sudah benar-benar sehat?" Bunda Yasmin balik bertanya.
"Syifa ingin pulang, Bun. Syifa tidak betah di sini." Lirih Syifa, Sean dan Bunda Yasmin saling menatap.
"Kamu apakan istri kamu, Sean? Sampai ia tidak betah di rumah sakit?" Tanya Bunda Yasmin curiga. Sementara Sean hanya tercengang mendengarnya.
"Aku tidak melakukan apa-apa." Jawab Sean dengan wajah polosnya. Memang ia belum berbuat apa-apa pada istrinya, hanya sekedar memegang tangannya saja.
"Benar kamu belum apa-apakan istri kamu?" Tatapan Bunda mengintimidasi.
"Astagfirullah Bun, aku belum apa-apakan Syifa. Lagipula kalau aku berbuat sesuatu juga tak akan ada yang melarang, karena ia istriku." Ucap Sean frustasi, sementara Syifa diam saja mencoba mencerna pembicaraan ibu dan anak tersebut.
"Benar Syifa, Sean tidak berbuat yang aneh-aneh terhadapmu?" Bunda mengalihkan pandangannya pada Syifa, walau gadis itu tak bisa melihatnya.
"Ya? Kenapa Bun?" Syifa masih belum mengerti.
"Apa yang sudah suamimu lakukan sampai kamu ingin cepat-cepat pulang?" Tanya Bunda Yasmin lagi. Sean menganga tak percaya di buat nya. Memang apa yang bisa ia lakukan di rumah sakit? Lagipula istrinya juga sedang sakit seperti itu.
"Bunda, Mas Sean tidak melakukan apa-apa. Syifa ingin pulang karena ingin mengunjungi makam Ayah dan juga Ivan." Syifa menjelaskan.
"Oh, begitu. Bunda kira..." Bunda Yasmin menggantung ucapannya. Sementara Sean hanya menatap dengan datar.
**********
Syifa akhirnya di izinkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Tapi dengan catatan harus banyak-banyak istirahat dan kontrol seminggu sekali. Perban matanya juga sudah di buka, pihak rumah sakit juga akan segera menghubunginya jika ada donor mata yang cocok untuknya.
Kini mereka bertiga berada di area pemakaman. Syifa duduk di samping makam sang ayah. Diusapnya nisan itu.
"Assalamualaikum, Ayah... Ini Syifa, bagaimana kabar Ayah di sana? Semoga Allah menempatkan Ayah di antara hambanya yang beriman. Ayah, apa Ayah tahu? Sekarang Syifa sudah menikah dengan Mas Sean...." Air mata Syifa mengalir, mengingat saat menikah kemarin sang ayah sudah tak ada dan tak bisa menjadi wali nikahnya.
"Ayah jangan khawatir, Syifa sekarang bersama orang-orang baik, mereka keluarga baru Syifa sekarang."
Bunda Yasmin yang duduk di sampingnya segera merangkulnya. Sementara Sean berdiri di belakangnya.
Setelah dari makam Ayah Syifa mereka menuju makam Ivan yang kebetulan di makamkan di sana juga.
***********
Sean menuntun Syifa ke kamarnya, selama dalam perjalanan pulang tadi Sean tak melepaskan sama sekali genggaman tangannya pada Syifa. Membuat gadis itu jadi salah tingkah.
"Ini kamar kita, sekarang kamu istirahatlah." Ucapnya sambil mendudukan istrinya di sofa yang terdapat di kamar itu.
"Aku..." Ucapan Syifa terputus.
"Ada apa?" Sean duduk di samping istrinya.
"Aku mau mandi, Mas. Dimana kamar mandinya?" Tanya Syifa malu-malu. Sean tersenyum, entah kenapa dia selalu gemas jika melihat sang istri malu-malu seperti itu.
"Ayo, aku antar." Tangannya kembali menggenggam tangan Syifa. Menuntun menuju kamar mandi.
"Ini kamar mandinya. Aku siapkan sebentar ya air hangatnya."
"Iya, Mas."
Syifa berdiri menunggu suaminya menyiapkan air hangat, setelah beberapa menit menunggu akhirnya air hangat itu siap.
"Airnya sudah siap. Mau ku bantu mandi?" Tawarnya membuat pipi Syifa merona.
"Ti..tidak perlu Mas." Jawab Syifa terbata-bata, ia gugup.
"Aku bantu saja, lagi pula kamu pasti akan kesulitan."
"Aku malu, Mas..." Syifa menundukkan wajahnya.
"Malu kenapa? Aku suamimu. Jadi tak perlu malu, aku juga tak ingin ada kecanggungan diantara kita." Jawab Sean membuat Syifa hanya bisa pasrah.
**********
Dengan telaten Sean membantu Syifa mandi, Ingat! hanya mandi. Lelaki itu tak berbuat mesum sedikit pun, ia sebenarnya juga gugup karena pertama kalinya melihat tubuh polos wanita.
Sepanjang acara itu, rona di pipi Syifa makin lama makin memerah. Ia benar-benar malu dan juga gugup. Selesai mandi Sean juga membantu Syifa berpakaian.
"Tidak usah pakai hijab ya, kita hanya berdua di sini." Ucapnya setelah acara memandikan istrinya selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Klepon Manis
Sean bener2 tulus ya. Aku terharu lihatnya. Sean mau menerima kekurangan Sifa.
2024-12-29
0