Bab 2

"Syifa, apa kamu sudah tahu tentang keadaanmu?" Syifa mengangguk pelan mendengar pertanyaan Bunda Yasmin.

"Aku sudah tahu, Tante...." Syifa menghela nafas panjang.

"Maaf kalau Tante sudah lancang, tapi Tante tidak tahu harus berbuat apa lagi...." Sesal Bunda Yasmin.

"Kenapa minta maaf Tante? Seharusnya aku yang berterima kasih karena Tante bersedia menjadi waliku dan mengambil keputusan yang tepat."

"Kamu tidak apa-apa? Kamu sudah kehilangan sesuatu yang sangat berarti dalam hidupmu." Bunda Yasmin menatap dalam Syifa.

"Tidak Tante, aku baik-baik saja. Walau aku harus kehilangan rahim dan mataku, tapi aku percaya Allah tidak  akan memberi ujian di luar kemampuan hambaNya bukan?"

Bunda Yasmin menatap kagum pada Syifa, di usianya yang masih 19 tahun Syifa memiliki kesabaran yang luar biasa dan juga ia sangat dewasa.

Sama seperti Bunda Yasmin, Sean yang berdiri tak jauh dari mereka pun juga begitu kagum pada Syifa. Sedari tadi ia bahkan tak mengalihkan pandangannya dari gadis muda berhijab itu.

"Syifa, izinkan Tante tetap bertanggung jawab padamu." Bunda Yasmin menatap mata Syifa yang terbalut perban.

"Bertanggung jawab? Maksud Tante?" Tanya Syifa.

"Izinkan Tante untuk merawat mu. Kamu tidak punya siapa-siapa lagi, Tante ingin kamu tinggal bersama Tante."

Bunda Yasmin mengusap pelan rambut Syifa yang tertutup hijab.

Syifa menundukkan wajahnya, ia tak ingin merepotkan siapapun, tapi sekarang ia tidak punya siapa-siapa lagi. Di tambah lagi keadaannya sekarang yang tidak bisa melihat.

"Tidak perlu Tante, aku tak ingin menyusahkan Tante." Jawabnya pelan.

"Kamu sama sekali tidak menyusahkan Syifa." Ujar Bunda Yasmin, Syifa menggeleng pelan.

"Tidak Tante, aku..."

"Assalamualaikum...." Ucapan Syifa terhenti, Sean yang sedari tadi berdiri di depan pintu akhirnya memutuskan untuk masuk.

"Waalaikumsalam..." Jawab kedua wanita itu.

"Bunda..." Sean mendekati Bunda Yasmin.

"Eh, Sean." Bunda Yasmin baru ingat kalau tadi ia ke rumah sakit bersama Sean.

"Syifa, kenalkan ini Sean kakaknya Ivan. Tante lupa, tadi kesini bersama Sean." Bunda Yasmin memperkenalkan Sean, Syifa tersenyum sambil mengangguk.

"Asyifa." Syifa melipat tangannya di depan dada. Sean menatap dalam Syifa. Entah kenapa ada perasaan aneh menjalar di dalam hatinya ketika menatap gadis itu.

"Bunda bisa kita bicara sebentar?" Tanya Sean. Bunda Yasmin menatap Sean sambil mengerutkan keningnya.

"Ada apa Sean?" Tanyanya.

"Kita bicara di luar saja, Bun." Pinta Sean, Bunda Yasmin pun mengangguk.

"Syifa kami keluar sebentar ya..."

"Iya Tante, silahkan..."

**********

"Ada apa, Sean?" Tanya Bunda Yasmin

"Em... Bun, Aku..." Sean terlihat gugup.

"Kenapa Sean? Kamu sakit?" Bunda Yasmin terlihat cemas, ia bahkan meletakkan telapak tangannya di dahi anak sulungnya itu.

"Tapi tidak panas." Lanjutnya.

"Bunda... Aku.... Em..." Ucapan Sean terhenti.

"Sean, kamu baik-baik saja kan?" Tanya Bunda yang terlihat semakin cemas. Sean menarik nafas dalam dan perlahan menghembuskannya. Setidaknya itu bisa membuatnya lebih tenang sekarang.

"Bunda, apa boleh aku menikahi Syifa?" Sean akhirnya bisa mengucapkan apa yang sedari tadi ingin di diucapkannya. Bunda Yasmin tercengang mendengar ucapan putra sulungnya.

"Apa Sean?" Bunda Yasmin mengira ia salah dengar.

"Boleh aku menikahi Syifa?" Tanyanya sekali lagi.

"Sean, apa kamu sedang bercanda?" Tanyanya kemudian, ternyata dirinya tidak salah dengar. Sean menggeleng.

"Tidak Bunda. Bukankah Bunda sendiri yang bilang melarangku untuk pacaran. Dan saat aku menemukan wanita yang tepat, lebih baik untuk menikahi nya?" Jawab Sean. Wanita paruh baya itu kembali tercengang.

"Sean, kamu sudah tahu keadaan Syifa bukan? Syifa kehilangan penglihatan dan juga rahimnya. Apa kamu yakin mau menikahi Syifa?" Tanya Bunda Yasmin lagi.

Ya, saat kecelakaan tubuh Syifa terpental jauh hingga bagian perutnya terbentur trotoar dengan keras hingga mengakibatkan kerusakan pada rahimnya hingga terpaksa harus di angkat dan juga kedua matanya harus kehilangan penglihatannya karena terkena serpihan helm yang dipakainya.

Beruntung kebutaan yang di alami Syifa hanya sementara, jika ada donor kornea yang cocok kemungkinan besar Syifa dapat melihat lagi.

Sean menggenggam erat tangan Bunda seraya tersenyum.

"Aku yakin Bunda." Jawab Sean dengan yakin.

"Pada saat aku melihatnya tadi, aku merasakan sesuatu yang aneh dalam hatiku. Entah kenapa, aku berfikir kalau Syifa adalah wanita yang tepat untukku." Sambung Sean dengan mata berbinar.

Bunda Yasmin menatap dalam mata Sean, tidak ada kebohongan di sana.

"Kamu yakin?" Tanya Bunda Yasmin sekali lagi.

"Insya Allah, yakin Bunda." Jawab Sean seraya menggenggam erat tangan sang Bunda.

"Bagaimana kalau Syifa menolak?" Tanya Bunda Yasmin dengan ragu.

"Bunda, kenapa tanya begitu? Harusnya Bunda memberiku semangat." Ucapan Bunda Yasmin seakan menghancurkan harapannya.

"Kalau Syifa bersedia, aku akan menikahinya hari ini juga." Sambung Sean.

"Ya sudah, kalau itu mau mu. Kamu lamar Syifa sekarang juga."

"Bunda tidak keberatan aku menikahi Syifa?" Tanya Sean, kali ini ia yang ragu.

"Tidak Sean. Syifa gadis yang baik. Dengan kamu menikahinya, Bunda juga bisa ikut menjaganya."

Senyum Sean terbit, Bundanya tak keberatan kalau ia menikahi Syifa.

**********

Kedua pasangan ibu dan anak itu kembali masuk ke ruangan Syifa.

"Syifa, Sean ingin bicara denganmu." Bunda Yasmin membuka suara.

"Bicara? Apa yang ingin Mas Sean bicarakan, Tante?" Tanya Syifa.

"Mas? Syifa memanggilku Mas?" Batin Sean, membuat hati pria itu kembali berdesir.

"Ehm, Sean?" Bunda Yasmin mengalihkan pandangannya pada Sean. Di lihatnya Sean yang sedang memandang Syifa tanpa berkedip.

"Sean!" Panggil Bunda Yasmin lebih keras.

"Astagfirullah." Sean tersadar dari lamunannya.

"Jaga pandanganmu Sean." Bisik Bunda Yasmin.

"Maaf Bun."

"Ayo, katanya kamu mau bicara sama Syifa."

"Eh, iya." Sean menegakkan badannya. Menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ini pertama kalinya ia akan melamar seorang gadis.

"Bismillah... Asyifa, aku ingin melamarmu. Apa kamu bersedia menikah denganku?" Tanya Sean, suaranya terdengar bergetar. Mungkin takut di tolak.

"Apa Mas? Melamar?" Tanya Syifa seakan tak percaya.

"Iya melamar. Kalau kamu terima, aku akan menikahimu hari ini juga."

"Kenapa Mas tiba-tiba melamarku?" Tanya Syifa lagi.

"Karena, karena aku berfikir kalau kamulah wanita yang tepat untukku." Jawab Sean dengan keyakinan yang meyakinkan. Syifa tersenyum tipis mendengarnya.

"Bukan karena Mas Sean kasihan melihat keadaanku?"

Sean tertegun mendengar pertanyaan Syifa, bukan rasa kasihan yang ia rasakan.

"Mas Sean kasihan dengan keadaanku, maka dari itu Mas Sean mau menikahiku?" Ulang Syifa karena tak ada jawaban dari Sean. Sedangkan Bunda Yasmin berdiri di sudut ruangan, menjadi penonton dan pendengar yang baik acara lamaran dadakan tersebut.

"Aku tidak pernah mengasihani mu..."

"Aku ingin menikahimu, karena menikah adalah bagian dari ibadah. Dan juga karena kamu satu-satunya wanita yang membuat hatiku berdesir untuk pertama kalinya. Pertama kali aku merasakan perasaan seperti ini, jadi apa salah jika aku ingin menikahimu?"

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!