Bab 3

"Aku ingin menikahimu, karena menikah adalah bagian dari ibadah. Dan juga karena kamu satu-satunya wanita yang membuat hatiku berdesir untuk pertama kalinya. Pertama kali aku merasakan perasaan seperti ini, jadi apa salah jika aku ingin menikahimu?"

Syifa terdiam mendengar ucapan Sean. Ia sendiri tak tahu perasaan apa yang di maksud Sean.

"Jadi, apa kamu bersedia menikah denganku?" Tanya Sean penuh harap.

"Mas tahu keadaanku yang sebenarnya kan? Jika Mas menikah denganku, aku tidak akan pernah bisa memberikan Mas keturunan." Ujarnya pelan.

"Aku ingin menikahimu bukan untuk menghasilkan keturunan. Aku sudah tahu keadaanmu, dan itu bukan suatu masalah untukku." Jawab Sean, terdengar keyakinan dan ketulusan di sana.

Kini hati Syifa yang merasa berdesir, bagaimana bisa dengan keadaannya yang seperti sekarang ada pria yang tiba-tiba ingin menikahinya.

"Jika Mas ingin menikahiku karena ibadah, aku akan menerimanya." Jawab Syifa yang akhirnya menerima lamaran Sean.

**********

Ijab qobul berlangsung hari itu juga, di ruang rawat Syifa, beberapa perawat dan dokter menjadi saksi dari acara sakral itu.

Syifa hanya meminta mahar Surah Ar Rahman. Tentu itu bukan hal sulit bagi Sean. Dengan lancar ia membaca ayat suci Al Qur'an, membuat siapapun yang mendengar bergetar hatinya.

"Alhamdulillah, kalian sudah resmi menjadi suami istri. Sean perlakukan istrimu dengan baik, jangan pernah menyakiti dan melukai fisik dan juga batinnya. Dan Syifa, setelah kamu sembuh nanti kamu harus melayani suamimu dengan baik." Nasehat Bunda Yasmin pada kedua pasangan suami istri tersebut.

"Tentu, Bunda. Aku akan memperlakukannya dengan baik." Jawab Sean.

"Syifa, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya. Lusa aku akan kembali ke Melbourne untuk melanjutkan kuliahku, Dan aku akan kembali enam bulan lagi, jadi selama aku pergi Bunda yang akan menjagamu."

Sebelum ijab qobul, Sean sudah menceritakan tentang dirinya yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri. Dan ia kembali ke sini untuk menghadiri acara kelulusan adiknya. Tapi ternyata takdir berkata lain, Ivan pergi lebih dulu sebelum acara itu di mulai. Dan sekarang dirinya menikahi gadis yang menjadi korban kecelakaan adiknya.

"Iya Mas." Syifa mengangguk, sepertinya masih ada kecanggungan di antara mereka berdua.

"Sudah sore, Bunda pamit pulang ya. Sean, jaga istrimu malam ini." Pamit Bunda Yasmin.

"Tentu Bunda, aku akan menjaganya."

"Bunda pulang dengan siapa? Diantar Mas Sean?" Tanya Syifa.

"Tidak Syifa, Bunda sudah meminta supir untuk menjemput Bunda. Biar Sean di sini saja menjaga istrinya." Jawab Bunda Yasmin

Syifa menunduk malu mendengarnya, ia masih tak percaya kalau dirinya sudah menikah dengan Sean.

***********

Sean duduk di samping pembaringan Syifa, seakan tak bosan ia memandang terus wajah yang masih tertutup perban sebagian itu.

"Syifa, istirahatlah. Sebentar lagi masuk waktu maghrib, aku mau ke mushola dulu."

"Iya, Mas." Jawab Syifa malu-malu, membuat Sean gemas. Ia kemudian mengusap rambut Syifa yang tertutup hijab.

"Aku pergi dulu ya." Pamitnya, Syifa hanya mengangguk pelan.

"Kenapa dengan hatiku? Aku bahkan belum melihat wajahnya, hanya mendengar suaranya tapi mampu membuat jantungku berdetak lebih cepat. Apa aku sudah jatuh cinta padanya? Karena itu aku setuju menikah dengannya? Tapi sepertinya tidak mungkin secepat itu aku jatuh cinta. Tapi, bukankah tidak ada yang tidak mungkin bila Allah sudah berkehendak? Lagipula tak ada salahnya mencintai suami sendiri, bukan?"

Batin Syifa berkecamuk, mencoba menampik perasaannya, tapi nyatanya tak ada yang bisa menolak ketika perasaan itu hadir dengan sendirinya.

Apalagi ketika Sean membacakan mahar untuknya tadi, hatinya benar-benar bergetar mendengarnya.

**********

"Assalamualaikum." Ucap Sean ketika memasuki ruang rawat istrinya. Dilihatnya Syifa yang tertidur dengan posisi duduk bersandar.

"Syifa..." Panggilnya dengan lembut. Tapi tak ada tanda dari Syifa.

"Syifa..." Kali ini jemarinya membelai pelan wajah Syifa membuat gadis itu terkejut karena merasakan sentuhan pada wajahnya.

"Astagfirullah! Siapa kamu berani menyentuhku?!" Syifa langsung terduduk tegak, Sean menahan tawanya melihat ekspresi istrinya.

"Syifa, tenanglah ini aku Sean. Suamimu."

"Mas Sean?"

"Iya, ini aku. Maaf aku membangunkanmu." Sean mendudukkan tubuhnya di kursi samping tempat tidur Syifa.

"Tidak apa Mas, tadi aku hanya terkejut saja."

"Ini makan malam sudah datang, kamu makan ya..."

"Iya Mas." Syifa mengangguk

"Di mana makanannya Mas?" Tangan Syfa mengadah ke udara. Sean malah menggenggam tangan itu dan menurunkannya.

"Biar aku saja yang menyuapimu." Ujarnya membuat Syifa menunduk malu.

"Aku makan sendiri saja, Mas." Tolaknya, namun tangan Sean masih menggenggamnya.

"Aku saja, ini sudah kewajiban seorang suami untuk merawat istrinya yang sedang sakit." Sean menerbitkan senyumnya, walau Syifa tak bisa melihatnya. Wajah Syifa nampak merona mendengarnya.

"I.. Iya, Mas..." Syifa tergagap, Sean melepaskan genggamnya. Mengambil makanan yang sudah di sediakan oleh rumah sakit.

"Ayo buka mulutmu." Dengan malu-malu Syifa membuka mulutnya, menerima suapan pertama dari sang suami.

"Apa Mas sudah makan?" Tanya Syifa di sela makannya.

"Belum, tapi aku sudah memesan makanan." Syifa hanya mengangguk, menerima kembali suapan dari suaminya.

Sean meraih tisu, dan membersihkan sisa makanan yang menempel di bibir Syifa. Dan lagi, Syifa di buat merona karenanya.

"Kenapa pipimu memerah?" Goda Sean, ia sebenarnya tahu kalau istrinya tengah malu.

"Oh ya?" Syifa memegang pipinya sendiri dengan kedua tangannya.

"Apa istriku sedang malu?" Godanya lagi.

"Mas..."

"Ini pertama kalinya aku dekat dengan seorang pria, tentu saja aku malu..." Ucapnya.

"Tapi aku suamimu, kamu tak perlu malu."

"Iya Mas..."

"Boleh aku tanya sesuatu?" Tanya Syifa begitu acara makan malamnya selesai.

"Tentu."

"Tapi Mas harus menjawabnya dengan jujur."

"Aku tidak pernah berbohong."

"Emmm... Apa Mas pernah berpacaran sebelumnya?" Tanya Syifa ragu-ragu.

"Kenapa memangnya?" Sean malah balik bertanya.

"Jawab saja Mas. Mas memperlakukan aku dengan sangat baik hari ini, apa sebelumnya Mas pernah melakukan hal yang sama dengan kekasih Mas?"

"Aku belum pernah berpacaran, Bunda dan agamaku melarang untuk berpacaran. Bunda juga selalu berpesan, kalau suatu hari nanti aku menemukan wanita yang tepat, aku langsung saja menikahinya. Maka dari itu aku menikahimu, karena aku pikir kamu adalah wanita yang tepat untukku." Jelas Sean panjang lebar.

"Tapi bukankah Mas tinggal di luar negeri, apa Mas tidak tergoda dengan wanita cantik di sana?"  Tanya Syifa lagi, sepertinya istrinya itu penasaran tentang dirinya. Dan itu membuat Sean senang, setidaknya mereka bisa jadi lebih dekat.

"Aku memang tinggal di luar negeri, tapi aku ke sana untuk kuliah. Bukan untuk mencari wanita."

"Oh ya, aku punya teman seorang wanita di Melbourne, namanya Diana." Ucap Sean membuat Syifa sedikit terkejut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!