Cinta Untuk Luna 2
Hari berkabung bagi Luna, setelah menyelesaikan prosedur kepergian Giselle di rumah sakit, dia lanjut mempersiapkan pemakaman untuk Giselle.
Luna bersimpuh di atas pusara Giselle, kini prosesi pemakaman gadis malang itu sudah selesai.
"Kamu yang tenang di sana, ya. Kamu wanita yang baik, aku tidak akan pernah melupakanmu sebagai saudariku, aku akan sering datang ke sini untuk menjengukmu," lirih Luna meneteskan air mata, seraya menaburi mawar di atas makam yang masih baru itu.
"Ayo Onty, kita kembali ke rumah sakit," ajak Luna.
Mommy Delia mengangguk, lalu mengucapkan salam perpisahan untuk Gisselle. "Maafkan onty ya, Sayang. Selama ini onty salah menilaimu, kamu benar-benar gadis yang baik. Semoga kamu tenang di sisiNya, dan bisa bertemu dengan saudara laki-lakimu. Onty pamit dulu ya, Sayang."
Mommy Delia mengusap nisan Giselle, lalu bangkit berdiri. kemudian kedua wanita itu pun beranjak meninggalkan area pemakaman.
***
Rumah Sakit Healt Medical Centre.
Mereka tiba di rumah sakit, wajah Luna tampak kelelahan dengan kantung mata yang membengkak, karena tidak tidur semalaman.
Dua orang wanita itu bergabung dengan keluarga yang lainnya. Semua orang di sana tampak cemas menunggu kabar dari dokter, yang sedang memberikan penanganan untuk Gio.
Selang setengah jam kemudian, dokter Alya mendatangi mereka setelah selesai memberikan penanganan.
"Bagaimana keadaannya, Al?" Daddy Lucas langsung berdiri dan bertanya dengan tidak sabar.
"Tenanglah, tarik napasmu pelan-pelan, aku akan menjelaskannya," sela dokter Alya.
"Dia akan baik-baik saja, meskipun harus menjalani perawatan yang cukup lama. Beberapa sistem saraf di tubuhnya rusak akibat radiasi dari ledakan tersebut, yang semakin diperburuk karena dia juga menjadi bulan-bulanan siksaan Julian. Aku tidak meragukan Gio bisa sembuh, hanya saja aku khawatir dia akan mengalami depresi saat menjalani terapi yang sangat panjang."
Dokter Alya kembali menambahkan. "Untuk itu, selain menjalani terapi untuk penyembuhan fisik, dia juga membutuhkan seorang fsikolog yang mampu menstimulasi pikirannya agar dia bersemangat untuk sembuh. Dalam hal ini orang tercinta akan berpengaruh besar untuk membuatnya terus bersemangat. Kalian juga harus bersabar, karena Gio pasti tidak akan mudah menerima kondisinya yang sekarang."
Apa yang dikatakan dokter Alya sangatlah masuk akal. Tidak ada orang yang akan berlapang dada begitu saja, saat mengetahui dirinya akan menjalani kehidupan seperti mayat hidup.
Belum lagi remediasi masalah kesehatan, yang harus dilakukan secara continue. Semua itu pasti akan membuat sesorang merasa jenuh, karena harus menghabiskan hari-harinya di rumah bersama seorang terapis.
"Kira-kira berapa lama penyembuhannya?" tanya daddy Lucas.
"Enam bulan adalah kemungkinan tercepat," jawab dokter Alya.
Tangan Daddy Lucas mengepal saat mendengar putranya harus menderita dalam waktu yang sangat lama. Dengan mata berkilatan dia melangkah meninggalkan ruangan tersebut.
"Kau mau ke mana?" tanya ayah Brian.
"Memberikan siksaan untuk Julian!" jawab Daddy Lucas dingin.
Ayah Brian berdiri, lalu mengikuti perginya daddy Lucas.
Luna berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri dokter Alya. "Dokter, apa aku boleh menemui Gio?"
Dokter Alya mengangguk. "Silakan!"
Luna memasuki ruang rawat, dia mendekati Gio. Pria itu terbaring lemah di atas brankar, Luna tersenyum pilu melihat keadaan pria yang sudah beberapa kali menjadi penyelamatnya itu.
Luka luar yang dialami Gio cukup parah. Selain karena ledakan, Gio juga menderita memar di sekujur tubuh, wajah tampannya tampak menyedihkan akibat siksaan dari Julian.
Melihat keadaan Gio yang seperti ini, membuat Luna sangat marah. Dia memutar tubuh lalu beranjak keluar.
"Kau mau ke mana, Lun?" Mommy Delia yang ingin masuk, berpapasan dengan Luna yang ingin keluar.
"Menyusul uncle Lucas dan uncle Brian, membalaskan apa yang dilakukan Julian pada Gio!" sahut Luna dingin.
Mommy Delia menggelengkan kepala sembari menahan bahu Luna.
"Tidak perlu, Lun. Biar para pria itu yang melakukan tugasnya, kita di sini saja!" cegah mommy Delia.
"Tapi aku ingin sekali meremukkan pria bajingan itu!" Luna menggeram, ada dendam yang kini menguasai pikirannya.
"Gio lebih membutuhkan kita di sini, Lun. Apa kamu tidak ingin berada di sini saat Gio terbangun nanti?" bujuk mommy Delia dengan lembut.
Luna menoleh ke arah brankar, di sana Gio masih belum siuman. Pihak medis memang membiusnya total, saat memberikan penanganan tadi.
"Baiklah, Onty," sahut Luna pelan.
Mereka kembali mendekati brankar Gio, mommy Delia menatap Gio dengan mata berkaca-kaca, dia sangat sedih melihat kondisi putranya yang tampak mengenaskan.
"Lun, kita istirahat dulu, ya. Tubuh onty sudah sangat lelah karena belum tidur sejak semalam," ajak mommy Delia.
"Onty istrahat saja, biar aku di sini jagain Gio, nanti kita bisa bergantian," saran Luna.
Mommy delia menggangguk, matanya masih menatap sedih ke arah Gio. Selang beberapa saat barulah wanita paruh baya itu menjauh dari sana. Dia menuju bed yang disediakan bagi keluarga pasien, dia ingin beristirahat barang sebentar.
Luna duduk di samping brankar Gio, tak lama kemudian dia pun tertidur dengan kepala bertumpu pada brankar, karena saking ngantuknya.
Gio perlahan mengerjapkan mata, efek dari bius yang sudah habis membawanya kembali terjaga.
Matanya melirik ke samping, dia tersenyum tipis saat melihat Luna terlelap di sampingnya. Gio berusaha untuk menyentuh Luna, sayangnya dia tidak memiliki kemampuan untuk sekedar menggerakkan tangannya.
Sekuat apa pun Gio mencoba, dia tetap gagal. Dia lantas mencoba untuk duduk, tapi tidak berhasil.
Gio bergerak gelisah, saat menyadari tubuhnya benar-benar Lumpuh. Tangan, kaki, dan organ tubuh lainnya tidak bisa ia gerakkan.
"Me-nga-pa aku seperti ini? Aku tidak mau lumpuh!" Gio menjerit sekeras yang ia mampu, tapi bagi orang lain teriakan itu terdengar sangat kecil dan terputus-putus.
Luna yang mendengar suara Gio, lantas membuka membuka matanya.
"Kamu sudah bangun, Gi." Rona bahagia memancar dari wajah Luna, diiringi senyum haru yang ikut terlukis di bibirnya.
"Mengapa aku seperti ini, Luna? Mengapa tubuhku tidak bisa digerakkan?" Suara Gio terdengar begitu frustasi.
"Tenanglah, kata dokter ini hanya sementara, kau pasti akan sembuh seperti sedia kala, tapi kau harus bersabar!" bujuk Luna pelan.
"Tidak, aku tidak mau menjadi mayat hidup!" Gio kembali mengerang tertahan.
Luna yang tidak tahu harus berbuat apa, segera berdiri dari tempat duduknya. "Sebentar, Gi. Aku panggilkan dokter untuk menjelaskan keadaanmu."
Luna melangkah dua kali, dia menekan tombol alarm yang ada di samping brankar, lalu kembali duduk di tempat semula.
"Kamu harus sabar, Gi. Apa yang kau alami tidak permanen, kamu akan sembuh seperti sebelumnya. Kamu harus semangat untuk sembuh Gi, ingat kamu itu adalah pahlawan bagi onty Delia, aku, dan juga Gisele," bujuk Luna sambil menatap Gio dalam-dalam.
"Giselle, di mana dia? Katakan dia berhasil diselamatkan, Lun!"
Gio masih mengingat jelas saat Giselle menjadikan dirinya sebagai tameng, andai saja Gio mampu menggerakkan tubuhnya waktu itu, dia pasti tidak akan membiarkan Giselle mengorbankan diri. Karena dia sendiri sedang mengenakan rompi anti peluru.
"Mengapa kau diam, Lun? Bagaimana keadaan Giselle?"
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like, vote dan komentarnya, ya.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Maia Mayong
lnjut kmri trus ..
2022-07-25
1
Jumi Roh
kira" bisa sembuh ga thor ini ceritanya si Gio
2022-06-13
0
Mr.VANO
aku mampir lg.semangat buat author reno
2022-04-14
0