Kantor Paradise Fashion.
Luna baru saja keluar dari ruang meeting setelah mengadakan rapat terbatas. Saat hendak kembali ke ruangannya dia berpapasan dengan Rara yang berjalan tergesa-gesa lengkap dengan matanya yang memerah menahan tangis.
"Lun, mobilmu aku bawa!" Rara terlebih dulu bicara sebelum Luna sempat bertanya.
"Ra, apa yang terjadi?" tanya Luna khawatir.
Tapi Rara terus melangkah dengan cepat mengabaikan pertanyaannya, yang membuat dahi Luna berkerut heran.
Luna melangkah lurus menuju ruang kerjanya, saat ini Sean masih berada di sana dengan wajah gusar, Luna sudah menebak kedua orang itu baru saja bertengkar.
Begitulah kehidupan berumah-tangga, pasti ada saja kerikil-kerikil kecil yang menganggu. Masalah bisa datang dari mana saja, dari pihak ketiga ataupun dari pasangan itu sendiri.
Sebelum jam makan siang Luna berangkat ke rumah sakit, dia ingin bertemu Gio dan ikut mengantarnya pulang.
Saat Luna tiba di rumah sakit, Gio sudah duduk di atas kursi roda dan bersiap untuk meninggalkan ruang rawatnya.
"Onty, boleh aku membantu Gio?" tanya Luna.
"Kalau mau bertanya itu padaku, jangan pada mommyku. Aku tidak mau, mommyku masih bisa mengurusku!" Gio menyela sebelum mommy Delia sempat menjawab Luna.
"Jaga bicaramu, Gi. Luna hanya berniat baik ingin membantu!" marah mommy Delia serta merta dengan matanya yang menatap tajam.
Gio menunduk pasrah, dia tidak bisa membantah jika sang ratu sudah memberi perintah. Dia merasa malu pada dirinya sendiri yang tidak berdaya, dia hanya bisa duduk di kursi roda, didorong oleh gadis yang seharusnya ia lindungi.
Di perjalanan menuju mansionnya Gio terus mengalihkan pandangan ke arah jendela, dia tidak mempedulikan Luna yang sejak tadi terus menatapnya.
Beberapa kali mulut gadis itu terbuka, kemudian tertutup kembali. Seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi begitu sulit untuk ia sampaikan.
"Gi, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Luna pada akhirnya, setelah hampir setengah perjalanan tapi tidak ada satu kata pun yang berhasil keluar dari mulutnya.
Gio hanya berdehem sebagai balasan dari ucapan Luna tadi.
"Apa yang membuatmu membenciku, Gi? Apa aku ada salah? Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba menjadi dingin, dan seolah menganggapku sebagai musuh!"
Gio menoleh sekilas dengan sorot matanya yang masih saja dingin. "Aku tidak membencimu Lun! Aku hanya tidak suka kau memperhatikanku dengan berlebihan, aku tidak suka dikasihani."
"Wajar aku memberimu perhatian, Gi. Kau sudah menyelamatku, apa salah jika aku bersimpati kepada orang yang begitu baik padaku?" balas Luna.
"Aku tidak melakukan apa-apa Lun. Kau lihat sendiri aku tidak berdaya dalam penyergapan itu, aku hanya pria yang tidak berguna!" lirih Gio yang merasa malu diri sendiri.
Membayangkan kejadian penculikan itu membuat dadanya kembali sesak. Banyak penyesalan yang menghantuinya karena kejadian itu, termasuk pengorbanan Giselle untuk melindunginya.
"Siapa bilang kau tidak berguna? Kau adalah pria yang sangat berarti untukku!" sanggah Luna.
Gio mendengkus tidak percaya. "Omong kosong Lun! Kau bicara seperti itu karena aku cacat kan? Kau hanya sedang berusaha mengasihaku karena aku sedang terpuruk. Percayalah, aku tidak butuh belas-kasihan dari orang lain termasuk kamu, aku baik-baik saja dengan hidupku yang seperti ini."
Tanpa terasa mobil mereka sudah memasuki mansion Morelli, Luna turun terlebih dulu untuk mempersiapkan kursi untuk Gio, sebelum memapah pria itu dan mendudukkannya di kursi tersebut.
Ini adalah kali kedua Luna datang ke sini, setelah kedatangan pertama yang membuat dirinya mengetahui siapa Gio di hatinya.
Saat ini Luna ingin mengatakan pada Gio tentang masa lalu mereka, tapi setiap kali hatinya tergerak untuk memberitahu Gio, di saat itu juga pikirannya menahannya. Logika memberi perintah untuk menunda dulu, Luna takut Gio menanggap semua itu hanya alasan saja, agar mau menerima empati darinya.
"Pulanglah Lun! Aku ingin beristirahat!" usir Gio saat tiba di kamarnya.
"Apa aku tidak boleh menemanimu sebentar saja?" tanya Luna kukuh belum ingin pergi.
"Aku ingin istirahat, Lun. Aku butuh privasi!" tegas Gio tidak mau dibantah.
Luna menghela napas berat, dia sadar tidak mungkin memaksakan keinginannya. "Baiklah, selamat beristirahat, Gi. Aku pulang."
Luna terpaksa pamit meningalkan Gio, meski sebenarnya dia masih ingin di sana dan berbagi sedikit cerita dengan pria itu.
***
Keesokan harinya.
Semalaman Luna kurang tidur karena terus memikirkan cara agar hubungannya dengan Gio kembali mencair, dengan menahan kantuk Luna memeriksa berkas-berkas di meja kerjanya.
"Biasakan untuk mengucapkan salam terlebih dulu jika ingin masuk ke ruangan orang!" Luna menggeram saat melihat 2-orang pria masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi.
"Hei ... tenanglah. Aku tidak berniat macam-macam, aku hanya ingin bertanya padamu, karena kau pasti tahu ke mana Rara pergi!" sahut Sean dengan entengnya.
"Aku tidak tahu!" sahut Luna ketus.
Ada-ada saja masalahnya, dia sedang pusing memikirkan hubungannya dengan Gio yang membuat moodnya memburuk. Dan harus ditambah pekerjaan yang membludak karena Rara meminta sekretarisnya untuk menyusul ke Madrid, kini datang lagi Sean yang membuatnya menumpahkan kekesalan.
"Ayolah Lun. Beri tahu aku, kau pasti tahu ke mana Rara pergi, aku khawatir terjadi sesuatu padanya," ujar Sean setengah memohon.
"Kalau aku bilang tidak tahu ya tidak tahu, Sean! Apa kau tuli?" sahut Luna membentak.
"Hei ... aku bertanya baik-baik. Mengapa kau malah nyolot?" Sean juga meninggikan suara.
Brakk!!
Luna menggebrak meja yang membuat Sean sedikit terlonjak kaget.
"Kau ingin aku memberi-tahu ke mana Rara pergi?" tanya Luna sarkas.
"Iya cepat katakan!" sahut Sean tidak sabaran.
"Ayo kita berduel, aku akan memberitahumu ke mana Rara pergi jika kau berhasil mengalahkanku!" tantang Luna dengan mengeluarkan auranya yang membunuh.
"Dasar perempuan Gila ...." Sean buru-buru angkat kaki, lalu membawa temannya kabur dari tempat tersebut.
Bukan karena takut tidak bisa menang dari Luna, menerima tantangan dari wanita itu hanya akan menambah masalah. Yang ada istrinya akan semakin benci jika Sean berani menyakiti sahabat till jannah-nya itu.
Luna menggelengkan kepala. Bisa jadi yang dikatakan Sean itu benar, dia sudah mulai gila sekarang. Gila karena memikirkan hubungannya dengan Gio, belum lagi sedikit banyak dia harus menanggung akibat dari masalah tidak penting yang diciptakan Sean.
Sore hari setelah selesai dengan pekerjaannya, Luna bersiap untuk menemui Gio. Setelah memikirkannya semalam, hari ini Luna bertekad untuk memberi-tahu Gio tentang masa lalu mereka, tidak peduli apa pun tanggapan pria itu nantinya.
Luna tersenyum memandangi sebuah benda kecil yang tampak mulai usang sebelum kembali memasukkan benda itu ke dalam tasnya, setelah itu luna bergegas meninggalkan kantor untuk menuju mansion Gio.
'Semoga kau masih mengingatnya Gi. Bersamamu aku ingin membangun sesuatu yang kata orang hanyalah cinta monyet. Ah bukan, sepertinya masih bayi monyet,' Luna bermonolog sembari fokus pada kemudi mobilnya.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like dan komentarnya, ya.
Selamat membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Jasmine
Sean..Sean..
takut ya sama perempuan barbar
2022-06-17
1
Rochiz Enciz NabilSyifa
Wkwkwk, Sean langsung ngibriiittt😂😂😂
2022-06-14
0
Mr.VANO
jago bangat lunany,sean ajah di tantang,ampai tunggang langgang sean berlari 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-04-14
3