Dering ponsel yang menyala di atas dashboard membuat Luna memperlambat laju mobilnya, dengan sebelah tangan dia mencari earphone di dalam tas, lalu memasangkan benda canggih itu ke telinganya.
"Ada apa Mil?" tanya Luna menjawab telpon yang berasal dari pegawai resepsionis di kantornya.
"Maaf, Nona ... ada seorang ibu-ibu yang memaksa ingin bertemu dengan Anda. Dia bilang ingin membeli gaun untuk cucunya, saya sudah merekomendasikan untuk memilih gaun yang sudah jadi saja di butik kita. Tapi ibu ini menolak, katanya dia hanya ingin gaun yang desain khusus oleh Nona sendiri," jawab Mily si resepsionis.
Luna melirik arloji di tangannya yang sudah hampir pukul 5-sore, kantornya memang sudah seharusnya tutup jam segini.
"Begini saja Mil, suruh ibu itu datang lagi besok, ini saya sudah dalam perjalanan pulang," sahut Luna.
"Sebentar Nona, katanya ibu ini ingin bicara langsung dengan Anda."
"Ya sudah, berikan padanya!"
Luna samar-samar masih mendengar pembicaraan singkat antara Mily dengan calon konsumen itu, sampai akhirnya terdengar suara wanita paruh baya menyapanya dengan ramah.
"Halo Luna, saya Inggrid. Maaf saya merepotkan, tapi bisakah kamu kembali ke kantor ini sebentar saja? Cucu saya ingin bertemu dengan kamu, dan dia cuma mau kalau gaun yang akan dia pakai buat acara ulang-tahunnya nanti adalah buatan kamu."
"Aduh maaf sekali ... saya sudah dalam perjalanan pulang. Ibu bisa kembali lagi besok," tolak Luna secara halus.
"Tapi ini cucu saya nggak mau berhenti nangis sebelum ketemu sama kamu. Saya minta tolong kali ini saja, berapa pun harganya pasti saya bayar."
Luna menghela napas pelan. "Baiklah, Bu. Tunggu sebentar lagi, saya akan kembali ke kantor."
"Terimakasih."
Luna memutuskan sambungan telepon, lalu kembali memutar arah. Dia setuju bukan karena iming-iming bayaran yang akan diberikan wanita tersebut, melainkan tidak tega karena mendengar cucu wanita tersebut tidak mau berhenti menangis.
Selang setengah jam kemudian Luna tiba di kantornya, suasana di kantor ini cukup lengang karena sebagian karyawannya sudah pulang.
Melihat Luna memasuki gedung kantor, seorang gadis kecil berusia sekitar 5-tahun berlari ke arahnya, dengan mata yang masih sembap karena menangis.
Luna sedikit terkejut karena anak itu langsung memeluk kakinya.
"Tante baik, aku senang sekali bertemu Tante lagi," ujar Anak perempuan tersebut dengan napas yang masih terengah.
Luna mengurai pelukan gadis kecil tersebut, lalu berjongkok sembari menghapus menghapus bulir-bulir bening yang masih menggenang di sudut matanya.
"Ternyata kamu, jadi kamu mau tante desainin baju buat kamu?" ujar Luna sembari tersenyum lembut.
Anak perempuan itu mengangguk dengan antusias. "Tante masih ingat aku?"
"Tentu saja Tante masih ingat, hanya saja tante lupa siapa nama kamu!"
"Namaku Laura, Tante."
"Baiklah, Laura ... kalau gitu ayo ikut tante, nanti kamu bisa pilih mau gaun yang seperti apa," ujar Luna.
Anak perempuan itu tersenyum dengan sumringahnya. Dia adalah gadis kecil yang ditolong Luna saat hampir tertimpa papan reklame, beberapa waktu yang lalu saat peresmian factory outlet Paradise Fashion.
Sejurus kemudian seorang wanita paruh baya datang menghampiri mereka. "Maaf, kamu jadi repot karena keinginan cucu saya, dia selalu menangis sejadi-jadinya jika keinginannya tidak terpenuhi. Dia menjadi seperti ini sejak mommynya meninggal, ditambah lagi daddynya kurang peka dengan perasaan anaknya," ujar wanita paruh baya tersebut dengan nada mengeluh.
"Tidak masalah, Bu. Lagi pula saya memang mengenal Laura," sahut Luna sembari tersenyum ramah.
"Saya Inggrid." Wanita itu mengulurkan tangan.
"Luna ...." Luna menyambut jabat tangannya. "Ya sudah, mari ke ruangan saya. Biar Laura bisa memilih sendiri gaun seperti apa yang dia inginkan."
Nyonya Inggrid menangguk setuju, Luna berjalan dengan menintin Laura yang seperti tidak ingin lepas darinya.
"Kamu tahu Luna? Laura sangat mengidolakan kamu, dia mengoleksi semua katalog baju anak-anak yang dikeluarkan Paradise Fashion. Dia juga bercita-cita ingin menjadi seorang desainer seperti kamu katanya," ujar Nyonya Inggrid.
"Benarkah?" Luna melirik ke bawah, bertanya pada Laura yang berjalan di sampingnya.
"Baju yang Tante buat cantik-cantik semua ... Laura suka," jawabnya antusias.
Mereka tiba di ruang kerja Luna, dia mempersilahkan tamunya untuk duduk, lalu mengambil beberapa sketsa desain gaun untuk anak-anak, dan memberikannya pada Laura.
Gadis kecil itu membolak-balikkan kertas pemberian Luna, sampai akhirnya pilihannya tertuju pada sebuah gaun dengan model drop shoulder. Gaun yang juga disebut cut out sleeve ini didesain berlubang pada lengannya, sementara di bagian roknya didesain mengembang dengan motif brokat.
Luna tersenyum melihat pilihan gadis kecil tersebut, dia tidak menyangka anak sekecil itu sudah memiliki selera fashion yang begitu estetik. "Pilihan yang bagus, kamu mau warna apa?"
"Warna yang seperti ini Tante." Laura menunjuk baju bewarna biru muda yang saat ini ia kenakan.
"Oh ... warna pastel, pilihan kamu memang keren Sayang." Luna kembali tersenyum lalu mengambil alat kerjanya. "Sekarang tante ukur kamu dulu ya, biar bajunya bisa dibuat."
Laura mengangguk patuh, Luna bisa melakukan pekerjaannya dengan cepat. Setelah semuanya selesai, kedua orang itu pun pulang, dengan Laura yang tidak lagi bersedih.
Luna bergegas meninggalkan kantornya, hari sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi masih ada waktu untuk menemui Gio.
***
Luna tiba di mansion Morelli, saat ini keluarga Gio sedang makan malam. Luna pun diantar pelayan menuju ruang makan.
"Luna ... ayo ikut makan," ajak nommy Delia begitu melihat kedatangan Luna.
Luna memindai meja makan besar yang bisa menampung selusin orang itu. Tapi hanya mommy Delia dan daddy Lucas saja yang berada di sana.
"Gio ke mana Onty?" tanya Luna.
"Ada di kamarnya, dia tidak mau ikut makan bersama. Nanti biar onty atau pelayan yang mengantar makanan ke kamarnya. Ayo ikut makan dulu, kamu pasti belum makan, ya kan?"
Luna mengangguk, dia ikut bergabung di sana. Luna dapat merasakan sikap hangat keluarga ini padanya. Jadi dapat dipastikan yang akan menjadi batu sandungan antara dia dan Gio hanya satu, yaitu egoisme dan gengsi yang ada dalam diri mereka masing-masing.
Setelah selesai makan, mommy Delia tampak menuangkan makanan ke piring yang baru.
"Onty, apa itu untuk Gio?" tanya Luna yang diiyakan mommy Delia.
"Biar aku yang membawakannya ya Onty." pinta Luna.
Mommy Delia mengalihkan pandangan dari menu yang sedang ia siapkan untuk putranya. "Tapi kamu harus sabar jika nanti Gio tidak bersikap wellcome!"
Luna mengangguk, dia sudah siap untuk menerima apa pun reaksi Gio nanti. Lantas dia mendorong trolley yang berisi makan malam untuk Gio itu menuju lift.
Kamar Gio berada di lantai tiga, saat baru akan memasuki lift saja jantungnya sudah berdebar-debar, memikirkan dari mana dia harus mulai mengatakan isi hatinya nanti!
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Jasmine
ya ceritakan aja sedetail mungkin dan ungkapkan perasaanmu yg dr dulu kpdnya
2022-06-17
1
Mr.VANO
author suka kasih tanggungan,
2022-04-14
1
SitiNur20969975
💙💙💙💙💙💙
2022-01-16
1