Gio menepis tangan Luna dengan kasar, hingga menyebabkan makanan yang ada di tangan Luna tumpah berserakan.
"Aku tidak butuh perhatian kamu, Lun. Pergi dan urus hidupmu sendiri! Aku masih bisa mengurus diriku sendiri!" geram Gio dengan sorot mata berapi-api.
Luna sangat terkejut dengan sikap Gio yang berubah menjadi kasar. Ke mana perginya Gio yang hangat dan menyenangkan? Memang Gio menjadi agak dingin setelah mengetahui dirinya menjadi lumpuh, tapi sebelumnya tidak pernah sekasar ini.
"Mengapa kau jadi seperti, Gi? Selama ini kita baik-baik saja, dan tidak ada masalah dengan pertemanan kita. Ayolah, jangan bersikap kekanak-kanakan," sahut Luna seraya membersihkan brankar Gio yang kotor akibat tumpahan makanan.
"Aku bilang aku tidak butuh perhatianmu, kau tidak perlu bersimpati karena aku cacat!" seru Gio lagi.
"Ada apa ini?" Aurellia yang baru datang dapat mendengar teriakan Gio, matanya memindai sekitar brankar Gio yang cukup berantakan.
"Kakak suruh wanita ini pergi, aku tidak butuh belas kasihnya! Aku masih memiliki keluarga yang bisa merawatku!" seru Gio dengan suara meledak-ledak.
"Gio ...." Aurellia menatap adiknya dengan tajam, membuat Gio memalingkan wajah dan kembali merebahkan diri di atas brankarnya.
Aurellia menghela napas dalam-dalam, dia tahu adiknya itu pasti depresi dengan kondisinya yang sekarang, dan mungkin butuh waktu untuk menerima keadaannya.
Meski begitu, adiknya itu adalah seorang pria dewasa, tidak ada pembenaran baginya untuk memperlakukan wanita dengan kasar.
"Luna, aku titip Aziel ya. Kamu bawa dia ke ruang tunggu," pinta Aurellia seraya menyerahkan bayi yang ada dalam gendongannya.
"Iya, Kak." Luna tersenyum lalu membawa anak bungsu Aurellia menjauh dari sana.
Luna tahu maksud Aurellia yang ingin bicara berdua dengan adiknya, dan tidak ingin Aziel yang masih berumur 7-bulan mendengar perdebatannya.
"Sejak kapan kau belajar membentak perempuan, Gi? Apa kau pernah mendengar daddy membentak mommy?" tanya Aurellia dingin, saat Luna dan Aziel sudah menjauh dari sana.
"Kau boleh frustasi dengan keadaanmu yang sekarang, tapi ingat! Kau tidak cacat permanen, kau hanya butuh istirahat untuk mengembalikan kondisi fisikmu. Jadi kau tidak memiliki alasan untuk marah sama Luna, apalagi membencinya!" Aurellia menceramahi adiknya.
"Tapi aku tidak mau Kak, dia peduli padaku hanya karna aku sedang tidak berdaya, aku tidak mau dikasihani Kak!" Gio menyahut dengan suara rendah.
Bahkan di saat kondisinya sedang cidera parah, Gio masih tidak mau merendahkan harga dirinya, dia tidak mau terlihat lemah, apalagi di depan wanita yang selama ini diincarnya.
Aurellia berdiri dari tempat duduknya, dia merasa percuma terus berdebat dengan adiknya yang tengah emosi itu.
Dia beranjak menuju nakas untuk mengambil makanan, lalu kembali duduk di samping adiknya itu.
"Makanlah ... biar kakak yang menyuapimu!" Aurellia menyendok makanan dari piring lalu menyodorkan ke mulut Gio.
Kali ini Gio tidak menolak, dengan suka rela dia membuka mulut untuk menerima suapan dari kakaknya. Sebenarnya dia sudah lapar sejak tadi, hanya saja gengsinya terlalu tinggi untuk menerima kebaikan dari Luna.
Di ruang tunggu keluarga, Luna menimang Aziel dengan penuh kasih sayang. Senyum dan tawa bayi kecil yang baru berumur tujuh bulan itu mampu membuat moodnya kembali membaik, setelah pertengkaran dengan Gio tadi.
Melihat Aziel yang begitu menggemaskan, membuat Luna tersenyum sendiri. Di umurnya yang sudah menginjak ke 27-tahun, sudah sepantasnya dia memiliki keluarga kecil sendiri dan juga memiliki anak.
Lalu gilirannya kapan?
Luna menggelengkan kepala, dia tersenyum hambar mengusir pikiran tentang menikah dan punya anak yang terlintas di kepalanya.
Bagaimana mau menikah lalu memiliki anak, jika pasangan saja belum punya? Apa mungkin karena dia terlalu fokus pada karir? Rasanya tidak juga, dia hanya tidak mau membuka hati kecuali untuk pria yang sudah dicintainya sejak dulu.
Saat ini, dia sudah menemukan kembali pria yang dicintainya itu, tapi sayangnya pria itu tiba-tiba menjadi pemarah dan dingin.
"Lun, maafkan Gio ya, aku juga baru pertama kali melihat dia yang seperti sekarang" ujar Aurellia seraya mendudukkan diri di samping Luna.
"Aku mengerti, Kak. Mungkin dia sedang tertekan," sahut Luna sambil menyunggingkan senyum.
"Ya, mungkin dia butuh waktu untuk menerima keadaannya yang sekarang," tukas Aurellia.
Luna mengangguk, dengan membayangkan dirinya berada posisi Gio yang sekarang, sudah cukup membuat Luna paham akan kondisinya.
***
"Jadi tadi itu Gio marah-marah sambil bentak-bentak kamu gitu?" tanya Rara dengan nada tidak percaya, tapi satu anggukan dari Luna langsung membenarkannya.
Yang Rara tahu selama ini sepupu dari suaminya itu memiliki sifat ceria dan penyabar. Tapi apa yang diceritakan Luna barusan sangat bertolak belakang dengan apa yang ada di pikirannya.
Sepulang dari rumah sakit Luna mengajak Rara untuk bertemu di sebuah cafe, dia mencurahkan isi hatinya kepada sahabatnya itu.
"Kalau kamu nggak terima dengan sikap dia, kamu tinggal menjauh aja. Kamu juga jangan tenggelam sama masa lalu Lun. Sekarang aja umur Rio udah mau lima tahun, masa ontynya belum nikah juga, masih banyak lagi yang mau sama kamu," saran Rara.
Luna tertawa hambar mendengar saran yang tidak masuk akal dari Rara. Jika dia meninggalkan Gio sekarang, sama saja dia adalah wanita yang tidak tahu terima kasih. Sudah berapa kali pria itu membantunya secara langsung maupun tidak langsung.
"Ya nggak sesimple itu juga, Ra. Kamu sendiri tahu gimana hidup aku dulu, aku nggak mungkin bisa lanjut kuliah kalau Gio nggak ngejeblosin Julian ke penjara. Yang lebih buruk mungkin saat ini aku sedang menjadi budaknya Julian. Dan sekarang, lagi-lagi Gio yang mengorbankan diri untuk menyelamatkan aku dari Julian, jadi nggak mungkin aku ninggalin dia di saat seperti sekarang," sanggah Luna.
"Tapi ini masalahnya bukan tentang kamu yang tidak tahu balas budi apa enggak. Gionya sendiri yang nggak terima keberadaan kamu, gimana kamu mau balas budi coba?" terang Rara.
"Entahlah ...." Luna menggidikkan bahu. "Oh, ya. Apa persiapan untuk ke Madrid udah selesai?"
Luna sengaja mengalihkan topik ke masalah pekerjaan, dia ingin melupakan sejenak sikap Gio tadi, agar tidak membuat moodnya semakin memburuk.
"Sudah Lun, Wina yang mengurus dokumen keberangkatan, dan juga mencarikan tiket pesawat," jawab Rara.
"Aku yakin jika kita mengelola BC Group dengan baik, maka kita bisa mengembalikan nama besar brand mereka. Itulah sebabnya aku begitu antusias agar kita mengakuisisinya," ujar Luna dengan penuh optimisme.
Rara mengangguk setuju, mereka terus membahas bisnis yang membuat mood Luna kembali membaik. Namun, semua itu hanya berlangsung selama di cafe itu saja.
Sepulang dari cafe tersebut pikiran Luna kembali menjadi kacau mengingat Gio. Dia ingin berada di samping Gio, menemaninya di titik terendah. Tapi sayangnya pria itu tidak ingin menerima empati darinya.
'Ya Tuhan ... apa yang harus aku lakukan.' Luna bermonolog sendiri sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
Bersambung.
Dear Readers, maaf beribu maaf upnya terbengkalai, sebelumnya dari pihak noveltoon aku diminta untuk fokus sama satu novel dulu, makanya selama ini aku lebih fokus up novel "Jadi Janda Karena Berondong"
Berhubung novel itu beberapa bab lagi akan tamat, jadi sekarang aku mulai bisa up novel ini lagi.
Terimakasih, selamat membaca ya😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Jasmine
cepat amat mau end...selesai tanpa menyelasaikan konflik thor
2022-06-17
2
Mr.VANO
semangat thor
2022-04-14
1
Uthe27
Semangat berjuang luna...
2022-01-27
1