MY POSSESSIVE KAPTEN
Senja mulai datang. Matahari malu-malu masuk ke dalam kamarnya yang gelap. Temaram mulai merenda di langit-langit berwarna orange. Rengganis, dokter cantik menyeka peluh yang telah membanjiri wajahnya.
“Kalau dokter lelah bisa rebahan sebentar di belakang, Dok. Biar saya dan Astuti yang bereskan semua ini. Dokter pasti capek karena seharian ini pasien kita memang luar biasa banyak,” tawar bidan tua yang usianya hampir dua kali lipat usia Rengganis.
“Benarkah? Saya bisa istirahat duluan ya kalau begitu. Tangan saya seperti mau copot ni. Mungkin ada seratus orang lebih pasien kita hari ini?” Rengganis memijat-mijat tangannya sendiri.
Bidan Maya dan Astuti, perawat honorer yang usianya hampir sama dengan Rengganis tertawa kecil melihat tingkah dokter mereka yang manja itu.
“Kok ketawa?” Rengganis melotot.
“Tidak sampai seratus kok, Dok,” jawab Astuti.
“Habis berapa? Mami aku lemes banget, Mi. Pingin dibuatin jus mangga yang lezat sama Bi Onah, makan bistick sapi buatan mami, dibacain buku sama papi, dan dipuk-puk sama nenek,” rengek Rengganis.
Sontak Bidan Maya, Astuti dan Mang Hari, tukang bersih-bersih puskes yang kebetulan mendengar dari balik pintu tertawa terbahak-bahak. Mereka tak tahan mendengar dokter penanggung jawab puskes yang baru bergabung selama kurang lebih satu bulan ini merengek bagai anak SD yang baru ikut kemah satu malam di sekolah dan minta pulang.
“Iiiiihhh kalian ini, malah ketawa-ketawa gak jelas.” Rengganis melenggos lalu pergi meninggalkan ruangan kerjanya yang amat sederhana itu menuju ruang tengah yang biasanya digunakan untuk memeriksa pasien. Kebetulan semua pasien sudah pulang jadi Rengganis dan timnya bisa sedikit bersantai.
Rengganis memang gadis yang manja. Terlahir dari keluarga serba ada membuatnya diperlakukan seperti seorang putri. Papi Rengganis adalah Brata Warman, seorang pengusaha kaya dan tersohor. Sementara Maminya adalah pemilik rumah mode ”Glamourity” yang memiliki puluhan anak cabang di berbagai kota.
Meski manja tetapi pada dasarnya Rengganis adalah gadis yang sangat peduli pada orang lain, bertanggung jawab, dan yang pasti pintar. Ia selalu jadi juara umum di sekolah. Deretan piala yang melambangkan ratusan prestasi Rengganis tersusun rapi di lemari indah ruang keluarga Brata Warman.
Saat Rengganis memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di fakultas kedokteran Mami dan Papinya sempat tak percaya. Mereka pikir selama ini Rengganis tertarik di dunia bisnis dan mode ternyata keinginan dari putrinya sangat bertolak belakang dengan apa yang mereka pikirkan.
Teringat jelas dalam memori Rengganis bagaimana dahulu ia merayu kedua orang tuanya untuk percaya bahwa ia mampu menjadi seorang dokter yang hebat.
“Izinkan Rengganis jadi dokter ya, Mi. Rengganis dapat beasiswa di kampus ternama di Indonesia loh, Mi, Pi.”
“Kapan Rengganis daftar? Kok Mami gak dikasih tahu?” Mami merengkuh putri semata wayangnya yang semakin tumbuh besar itu ke dalam pelukkannya.
“Kalau Rengganis bilang pasti Mami dan Papi gak setuju. Iya kan?”
“Siapa bilang?” Papi mengusap-usap rambut panjang anak kebanggaannya itu.
“Memang Papi sama Mami pernah bilang Rengga harus jadi apa? Harus ikut kemauan kami? Enggak kan?” Papi tersenyum penuh wibawa.
“Jadi artinya boleh ni?” Rengganis melompat bahagia. Papi menggangguk mengiyakan keinginan gadis berambut lembut itu.
“Tapi Mami penasaran deh, kenapa Rengganis tiba-tiba kepikiran mau jadi dokter. Sepertinya mami tahu kenapa.” Mami menoleh ke pintu yang membatasi ruang keluarga dengan sebuah kamar berukuran cukup besar yang biasa ditempati nenek kesayangan Rengganis, ibu dari Mami.
Nenek tersenyum mengetahui kehadirannya yang sejak tadi menguping tertangkap basah oleh putri sulungnya. Nenek memang memiliki dua orang anak, mami dan Om Wardana yang juga seorang bisnisman seperti papi dan mami. Dalam usianya yang sudah sangat matang Om Wardana belum juga berniat mencari seorang pendamping, sepertinya ia terlalu sibuk dengan urusan bisnisnya.
“Pasti nenek nih yang kasih ide,” tebak Mami.
“Iya betul, tapi tidak seratus persen karena nenek, toh Rengganis mau jadi dokter?” Nenek duduk bergabung bersama mereka.
“Iya, Mi, Rengganis memang pernah dikasih masukan sama nenek tentang profesi yang sangat keren ini. Hahaha…”
“Tu kan benar. Ibuuuuu.” Mami menatap ibunya.
Mami tahu benar sejak dulu nenek ingin sekali menjadikan salah seorang anaknya menjadi dokter seperti dirinya, tapi keinginan wanita tua itu kandas sia-sia. Kedua anaknya malah lebih tertarik mengikuti jejak kakek dalam dunia bisnis. Kini Rengganislah yang mulai dirayu untuk bisa memenuhi keinginan lamanya.
Rengganis sangat menyayangi nenek karena itu Rengganis pasti akan mengikuti semua yang diperintahkan oleh nenek. Setidaknya itu yang dipikirkan Mami saat ini.
“Gak kok, Mi. Mami tahu hampir semua teman-teman sekelas Rengga mendambakan kuliah di sini, Mi, dan mereka semua terpana saat tahu Rengganis diterima dan dapat beasiswa pula. Wah Mami bisa bayangkan betapa bangganya Rengganis."
“Fattan aja, Mi, gak berhenti menatap Rengganis. Sepertinya dia takjub, Mi,” tambahnya.
“Beneran?" Mami seolah masih tak yakin dengan apa yang dipilih putrinya.
“Terus Fattan itu anaknya Pak Guntur Hartawan yang dulu sempat menolak cinta Rengganis karena gak mau pacaran sama anak manja?”
“Ih mami enak aja. Rengganis gak pernah ditolak, Mi. Rengganis juga gak pernah bilang suka sama dia. Ih mami ada-ada aja.” Rengganis melipat wajahnya.
“Iya deh iya deh. Maafin mami. Terus gak jadi kuliah di Korea sambil belajar mode seperti yang Rengganis bilang sama mami tempo hari?”
“Bisa kuliah ke luar negeri juga kok Rengganis nanti, pokoknya Mami tenang aja. Ini bukan karena nenek. Tapi ini adalah pilihan Rengganis. Gimana, Pi?” Rengganis memberikan isyarat kepada Papi untuk menyetujui perkataannya.
“Papi sih oke aja, selama Rengganis suka apapun itu Papi dukung.”
“Yess. Tu, Mi.” Nenek dan Rengganis tos merayakan kemenangan mereka. Mami hanya mengangkat bahunya menyerah.
Mulailah Rengganis melangkahkan kaki di dunia medis. Berbekal otaknya yang cemerlang Rengganis sama sekali tidak mengalami kesulitan dalam pendidikannya. Sepertinya Tuhan benar-benar sedang berbaik hati saat menciptakan Rengganis. Gadis itu tumbuh dengan segala kesempurnaan. Cantik, baik, pintar, kaya, dan dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya.
Setelah menyelesaikan pendidikan, Rengganis mengikuti seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil dan sekali lagi keberuntungan berpihak padanya. Ia diterima tanpa kesulitan menjadi seorang ASN. Nasib terburuk yang penah ia alami adalah saat penempatan tugas. Ia ditempatkan disebuah kota kecil yang teramat jauh dari rumah.
Terpaksa gadis cantik itu menetap di rumah dinas yang disediakan di belakang puskes tempatnya mengabdi. Beruntungnya ditengah keterbatasan fasilitas yang ada, Rengganis memiliki tim dan orang-orang yang selalu peduli dan bersikap baik padanya.
Astuti dan Bidan Maya contohnya. Dua wanita itu selalu siap membantu Rengganis saat dibutuhkan. Sepertinya mereka benar-benar dikirim untuk menolong Rengganis dari kehidupan sulitnya di sini.
“Dok.” Astuti membuat Rengganis tersadar dari lamunannya.
“Ada apa?” Rengganis menyembunyikan keterkejutannya.
“Ada pasien lagi, Dok.” Astuti merasa tak enak menyampaikan berita ini.
“Astagaaaaaaaaaaaa. Bisa gila aku lama-lama ditempat ini. Kalian saja ya yang urus. Aku mau pulang. Aku kangen Mami.” Rengganis mengambil tas kecilnya di meja. Meraih kunci mobil di dalam tas itu dan berlari keluar meninggalkan Astuti yang masih terperangah binggung.
“Sepertinya dokter cantik itu akan menyerah.” Astuti merasa sedih. Ia tahu benar hari ini adalah hari yang sangat melelahkan.
Berbondong-bondong pasien datang mengeluhkan perut mereka yang tiba-tiba sakit setelah pulang dari pesta pernikahan yang diadakan Pak Sabihun siang tadi. Sepertinya ada yang salah dengan makanan yang disajikan dalam pesta.
Bagi tim medis lainnya mungkin hal itu adalah hal yang biasa namun bagi gadis manja dan tak terbiasa hidup susah seperti Rengganis ini adalah ujian berat. Astuti memaklumi jika Rengganis merasa frustasi. Namun, di dalam hatinya ia berharap dokter kesayangannya itu segera kembali.
Akankah Rengganis kembali untuk membantu pasien yang datang ke puskesnya malam itu?
Ditunggu ya kelanjutannya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Owalah bu dokter ternyata masih di puk puk lg tho..udah gede juga,emang berapa umurnya?
Numpang mampir ya thor..🙋
2025-02-06
0
Inyhhlstryyy
Nyimak😁
2021-09-25
1
Neng Win
br nyimak
2021-08-13
0