Keluar....!!!!!!!” hardikku pada laki-laki didepanku. Entah kekuatan darimana aku bisa berteriak sekencang ini, mungkin sakit hati ini yang mendapatkannya. Dia mengangkat wajahnya terkejut.
“keluar kau dari sini aku tidak sudi melihat wajahmu” hardikku sekali lagi sesak didada sampai ketenggorokan tak ku hiraukan demi lampiasan sakit ini agar terbayar lunas. Aliran darah sudah naik ke ubun-ubun panas menjalar sampai seluruh raga.
“istighfar sayang...”hanya itu kata yang keluar dari mulutnya, semakin menambah benci di hati.
“kenapa kamu seperti ini Fira” matanya masih melotot kearahku
“kenapa,,, kamu tanya kenapa” bodoh sekali lelakiku ini, setelah luka yang dia torehkan api amarahku sudah tersulut dia masih bertanya kenapa. Sungguh hebat aktingnya beri dia penghargaan sebagai aktor terbaik tahun ini.
“seharusnya pertanyaan itu untukmu dan wanita penggoda itu” suaraku sudah menggema mengisi seluruh kamar, bahkan mungkin sudah terdengar sampai ke kamar Rania aku tidak perduli
“Dia bukan penggoda, aku yang memintanya”
Ya Rab...apalagi ini. Bahkan dia masih membela wanita murahan itu dihadapanku dihadapan istrinya sendiri, wanita yang telah memberinya satu orang anak, wanita yang menemaninya dari nol, wanita yang katanya akan dia cintai sampai maut memisahkan.
Apa yang terjadi dengan suamiku, mengapa dia begitu ingin melindungi perempuan itu. Tahukah kamu suamiku rasa benciku semakin menggunung karna tajam lidahmu.
Aku bangkit ku tarik tangan laki-laki ini sekuat tenaga yang tersisa, aku menariknya kepintu dan mendorongnya dengan keras, aku tahu laki-laki itu tak sepenuhnya melawanku.
“Bunda tenangkan dirimu jangan seperti ini, kita bisa bicara baik-baik aku mohon aku bisa adil untuk kalian berdua” setiap kata yang keluar dari mulutnya bagai ratusan duri tajam menancap jantung. tak kuhiraukan dia, kutahan bibir untuk meghardiknya lagi. Kubanting pintu keras. Kuputar kunci. Aku menangis bersandar dibelakan pintu, kakiku lemas sampai terduduk.
Tak ku hiraukan suara memanggil-manggil dari luar, gedoran berulang tak mampu menggoyahkan pendirianku. Aku terduduk dengan kedua tangan memeluk lutut, kubenamkan wajahku disana.
Airmata ini cukup menjadi bukti betapa kecewanya aku pada laki-laki yang beberapa jam yang lalu masih ku banggakan.
“Buka pintunya sayang kamu masih sakit jangan seperti ini, jangan menyiksa dirimu sendiri. Aku minta maaf, aku memang laki-laki tidak berguna maafkan aku”. Dan sederet kalimat lain yang diucapkan sambil mengetuk pintu dari luar. Ku tutup telingaku rapat kedua tangan kutekan kuat agar tak ada celah suara dari pria brengsek itu masuk, yang hanya akan menambah muakku saja.
Kalau aku boleh bertanya mengapa,,,mengapa aku yang harus mengalami ini, apa salahku, kulakukan semua yang dia minta, menjadi istri dan ibu yang baik sudah kulakukan, mengapa begitu kejam suamiku membuatku jatuh dan terpuruk dalam sekejap mata.
Dadaku sesak tenggorokan panas nafasku tersengal amarahku tidak dapat pelampiasan. tertahan, menggumpal bergelung bersama darahku yang mendidih.
Kepalan tanganku arahkan kekepala, memukul dengan keras menyesali kebodohanku saat ini. Menyeret kaki ke arah tempat tidur kutelungkupkan badan, seprai maroon bergambar bunga mawar merah ini ku remas sekuat tenaga, aku ingin berteriak menumpahkan segala amarah dan kecewa yang berkecamuk didada.
Seharusnya aku tidak mengabaikan tanda mas Amir berhianat dibelakangku, membohongi dan melukai kepercayaanku. Pulang larut berangkat pagi seharusnya itu menjadi sinyal awal tapi bodohnya aku tidak pernah mencuriginya sama sekali, aku pikir suamiku takkan menghianati kepercayaanku, permintaan maafnya yang tiba-tiba aku pikir karena dia tidak punya waktu. Ku kira kesibukannya mengemban jabatan baru dikantornya yang telah menyita waktu. Meremas semakin kuat dan kupukul kasur sekuat tenaga. Menumpahkan segala benci dan sakit ini.
Setidaknya kalau aku peka sedikit saja mungkin semuanya tidak akan terlambat, rasa sakit ini tak akan menimpaku, penghiatan dan perselingkuhan mas amir bisa ku cegah. Tapi apa, bahkan cerita mbak tini sebulan yang lalu aku abaikan, bahwa suaminya bertemu dengan suamiku bersama wanita cantik saat meninjau renovasi rumah yang kebetulan suami mbak tini ikut bekerja disana.
“rekan bisnisnya paling mbak, dia kan rekan bisnis sama teman kantornya banyak ” jawabku kala itu
“tapi, suamiku lihat bapak jongkok membersihkan sepatu teman wanitanya bu terus, waktu pergi bapak gandengan” mbak tini memanggil suamiku bapak.
“Apa salahnya mbk membantu teman, suamiku memang gitu orangnya, kalau masalah gandengan mungkin suami mbk tini salah lihat ” jawabku santai.
Ingatan itu berulang di kepala bagai cuplikan film berlarian. Menyentak ingatan satu persatu tentang suamiku, tentang kekejamannya membohongiku. Biadab....
Jangan-jangan jam tangan yang dipakai dari wanita murahan itu, oh,,,bodoh,,,bodoh,,,bodoh,,, ku ketuk kepalaku berulang. Kembali airmataku mengalir hati ini tersayat. Allah...apakah ini cobaan atau balasan atas lakuku selama ini. Lelah berpikir lelah hati ini, tak pernah merasakan sakit yang sedemikian mengerikan, datang begitu tiba-tiba tanpa persiapan terlebih dahulu.
Ah, iya parfum, mas Amir mengganti parfum yang biasa dia pakai dari sebulan yang lalu. Aroma parfum waktu masih dibangku kuliah menjadi pilihannya, aku masih ingat betul aroma itu. Waktu aku tanya dia hanya menjawab hanya ingin ganti saja bosen katanya, apa salahnya ganti bukan. Dan itu pun masih bisa kumaklumi tanpa menimbulkan kecurigaanku.
Kerjapkan mata berulang ,silau...kepalaku sakit sekali, aku tertidur tidak ingat dari jam berapa, lelah menyerang. Kulirik jam didinding, jam dua masih dengan posisi telungkup rasanya badanku kaku semua aku berbalik perlahan. Berapa lama aku tertidur. Aku belum shalat isya’. Kuseret kakiku menuju kamar mandi yang ada dikamar. Lemah sekali aku, ternyata amarah bukan hanya mengikis pikiran bahkan tenagakupun lemah, tetap memaksakan diri demi kewajibanku pada pemilik hidup. Akan ku adukan semua perbuatan Mas amir padanya bagaimana dia dengan kejam telah menghianatiku.
Kegelar sajadah dilantai kamarku , kain putih polos ini menutup badanku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Khusyuk kulakukan sampai terahir ditutup salam tak kuasa membendung airmata ini, keluar tanpa perintah, sakit hati melebihi sakit dibadan ini. Sujud dan airmata menjadi pelampiasanku akan amarah ini. Benar-benar ku adukan semua pada pemilik jiwa dan ragaku jerit dan tangisan hanya mampu sampai leher, biarlah hanya aku dan Rabku yang tahu. Betapa hancur dan tersiksanya aku atas apa yang Amir lakukan. Entah mengapa menyebut namanya saja sekarang membuatku muak.
Meringkuk diatas tempat sujud dengan mukenah yang masih menempel dibadan. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang Ya Allah,,,aku bingung otakku lelah berpikir. Menerima permintaan mas amir tidak mungkin, atau berpisah dengannya pun aku tak sanggup, hati ini terlalu mencintainya. Kepalaku berdenyut keras, sakit kutekan sekuat tenaga. Sakit,,,, sakit ini teramat dalam menyiksaku.
“Bunda,,,”suara dipintu yang awalnya pelan semakin keras bahkan laki-laki itu menggedor semakin keras, panggilan suaranya berulang tak kalah kerasnya. Muak aku entah, mendengar suaranya saja membuat aku ingin menampar dan mencakar wajahnya.
“sayang,,,kamu tidak apa-apa, Fira...Fira... jangan membuatku takut, dari semalam kamu belum makan,,,buka pintunya sayang”semua panggilannya padaku dikeluarkan hanya agar aku membuka pintu. Aku tidak peduli tak kuhiraukan suara yang semakin membuatku muak saja. Lama terdengar semakin keras, aku meringkuk semakin dalam air mata masih mengalir dengan deras,,,ku usap kasar. Bahkan cairan hidungku ikut berlomba.
Perutku perih, seperti ditusuk-tusuk. Suara
dipintu menghilang aku tidak peduli, Masih betah bertahan dengan posisi ini, adzan subuh berkumandang dari masjid kompelks bersahutan dengan masjid yang berdekatan dengan kompleks ini. Memanggil jiwa yang terlelap, menghempaskan lelah setelah pagi berkutat dengan urusan dunia.
Bangkit melaksanakan dua rakaat sebelum subuh, faedahnya seperti menggengam dunia dengan isinya, kebiasaan ini rutin kulakukan. Biasanya aku tidak se khusyuk sekarang, rasa ingin mengadu membuat aku betah berlama-lama bertemu dengan Rabku.
Melanjutkan shalat subuh, untaian doa kulantunkan setelah mengangkat tangan lebih dalam. Air mata semakin deras tak kuasa kubendung, kuadukan semua, sakit, sedih kecewa, putus asa bahkan mungkin saat ini kurasa bingung tidak tahu harus berbuat apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
nur miati
ikut nyesek
2022-08-16
0
Kensi Arka
lelak kbnykni mmg sprt itu kalo sukses
2022-05-05
0
Dwi Sasi
Teganyaaa
2022-03-10
0