“Mau sarapan apa sayang” sambil ku gandeng tangannya menuju meja makan.
“Telur dadar pakai kecap” yang disebutkan barusan makanan kesukaan putriku, setiap sarapan minta menu yang sama.
“ Emang Rania g bosan makan telur tiap hari?”
“Tidak, asal yang masak bunda” jawabnya cepat. Senyuman mengukir wajah anakku, kucubit kedua pipinya gemes sekali pagi-pagi dikasih senyuman begitu.
Aku membiasakan anakku sarapan sebelum berangkat sekolah, meskipun sedikit tak apa biar dia tidak mengantuk dikelas.
Kubuatkan sarapan Rania sebelum aku memandikan dan mengganti bajunya, setelah selesai baru ke meja makan sarapannya sudah siap panasny juga pas langsung bisa dimakan tidak ditiup dan juga mempersingkat waktu.
Tapi ahir-ahir ini waktuku banyak luang di pagi hari karena mas amir tidak pernah minta dibuatkan sarapan. Dan aku bukan orang yang terbiasa sarapan berat, cukup buah atau jus buah, dua jam lagi baru sarapan berat.
“Ayo bunda cepetan, nanti Rania terlambat” Setelah mandi ganti baju dan menghabiskan sarapannya. Semangat sekali putri kecilku ini kalau mau sekolah, kurapikan kerah bajunya mengusap dari atas sampai bawah rok panjang dan sepatunya juga tak luput, kupakaikan jilbab warna kuning sambil kurapikan dan kulihat lagi wajahnya. Anakku memang cantik, tentu karena aku ibunya, alis bibir dan matanya serupa mas Amir, bulu mata lentiknya juga mirip sekali ayahnya, aku hanya kebagian hidungnya dan warna kulitnya saja, itu kata orang yang melihatnya.
Kucium keningnya pipi kanan dan kirinya, dia mengusap pipi bekas bibirku dengan kesal, mulutnyanya cemberut matanya tajam menatapku. Kalau punya keberanian sedikit saja ingin aku mengigit bibir mungil itu namun kuurungkan bisa ngamuk nanti.
“Masih pagi sayang, baru jam tujuh masuknya kan jam setengah delapan” berusaha menjelaskan, percayalah dia tidak akan mengerti karena yang dikatakan gurunya yang benar menurutnya.
“kata bu guru masuknya jam tujuh tiga puluh” benarkan, bahkan angka tiga puluh di belakangnya pun dia abaikan
masih ada waktu tiga puluh menit , tapi kuurungkan percuma berdebat kalau soal jam sekolah, dari sini sudah bisa ditebak pemenangnya.
“bunda ganti baju dulu, masak ngantar anak cantik mamanya dasteran” memilih mengalah dari pada panjang urusannya
“Mau nonton kartun dulu” aku mengajaknya ke ruang TV, percayalah ini hanya akal-akalanku mengulur waktu. Jarak sekolah dari rumah hanya 5 menit naik sepeda motor, sengaja aku pilihkan sekolah paling dekat dengan rumah, biar lebih praktis saja.
Aku dirumah biasa memakai daster rasanya lebih nyaman saja, koleksi dasterku melebihi baju formal, daster itu cocok untuk segala suasana menurutku.
Dan ini adalah kebiasaanku setelah resigne dari pekerjaanku dua tahun lalu, setelah sebelumnya aku bekerja di perusahaan swasta di bagian keuangan, mas amir yang memintaku setelah dia melihat rania mulai mengerti kalau aku tinggal, dia akan menangis lama sampai pengasuhnya kewalahan. Usia Rania 3 tahun kala aku mememilih jadi ibu rumah tangga sepenuhnya.
“Anak lebih membutuhkan ibunya dari pada materi, tugas suami yang mencari nafkah” itu katanya waktu memintaku keluar dari pekerjaan yang dua tahun aku tekuni. Kebetulan di tahun yang sama kemudian mas amir diterima disalah satu BUMN yang ada di kota ini.
Rumah yang kami tempati ada 2 lantai, lantai atas ada 3 kamar, ditempati aku dengan mas amir didepan kamarku ada ruang tv dibelakang ruang tv kamar Rania dihadapannya ada kamar masih kosong rencananya untuk adiknya Rania tidak tahu kapan. lantai lantai bawah ada dua kamar lebih diperuntukkan kamar tamu, kalau keluargaku atau keluarga mas amir berkunjung bisa ditempati.
Rumah ini baru kami tempati 2 tahun lalu, selesai renovasi setelah sebelumnya mengontrak. Dapur ada di bawah tangga, bersebelahan dengan ruang keluarga didesain cukup luas agar nyaman buat bercengkrama.
Disinilah aku sekarang di kursi ruang tunggu ibu-ibu yang sama denganku, menunggui anaknya. Sebenarnya Rania tidak pernah minta ditunggui, dari awal masuk sudah mau ditinggal hanya saja berkumpul dengan ibu-ibu itu ada hiburan tersendiri.
mendengarkan cerita keribetan pagi hari ada yang bangunnya susah, yang merajuk tidak mau sekolah sampai cerita tentang suami dan tetangga yang dibumbuhi sedikit ghibah, dan aku sebagai pendengar yang baik.
Bel masuk terdengar, aku beranjak pergi setelah berpamitan dan berbasa-basi sebentar. Masih jam setengah delapan, waktuku untuk santai sisa setengah jam lumayan mengistirahatkan badan sambil cek sosial media, aku bukan orang aktif disana hanya sekedar lihat postingan orang-orang menjadi hiburan tersendiri. Terdengar bel rumah bergegas aku membuka pintu, oh, rupanya mbk tini.
“sudah datang mbk?”itu hanya pertanyaan basa basi, kubuka lebar pintu. Namanya tini usianya masih muda, lima tahun diatasku, sebab itu dia mau dipanggil mbk saja, Terserahlah.
Satu tahun yang lalu dia mulai ikut bantu bantu dikeluarga kami, ibu dua orang anak suaminya sebagai kuli bangunan. Dia tidak menginap, datang jam 8 pagi pulang jam 5 sore. Harus mengurus anak dan suami katanya, tak apa karena dia orangnya bekerja keras jujur dan aku puas dengan hasil kerjanya.
“saya langsung kebelakang bu”katanya sambil berlalu menuju dapur.
“cucian piring sudah mbk, tinggal bersih-bersih saja, cucian tidak ada hanya baju yang belum disetrika numpuk, maaf ya ngerepotin” berjalan dibelakang mbk tini sedikit menjelaskan apa saja yang perlu dilakukan.
“Tidak apa-apa bu, saya berterima kasih pekerjaannya tidak banyak, ibu sudah menyelesaikannya.”
“Saya tinggal dulu mbak” berjalan keatas mengambil kunci motor dan tas.
“Banyak yang belanja?” tanyaku pada pelayan tokoku, yah,, aku punya usaha toko didepan pintu masuk kompleks menjual aneka kebutuhan ibu rumah tangga pada umumnya karena itu yang paling cocok untuk kompleks perumahan.
Pegawaiku Cuma satu perempuan, namanya Sri, sri astutik panjangnya. Dua bulan lalu dia datang padaku mencari pekerjaan demi menghidupi ayah ibunya dikampung. Dia masih single umurnya baru 18 tahun lulusan SMA.
“Alhamdulillah bu lumayan”katanya aku tidak menggaji dia, ku hitung keuntunganku setiap akhir bulan ku berikan 20 persen dari keuntungan bersih, tidak tega rasanya kalau harus memberikan gaji sesuai pelayan toko pada umumnya dikota ini.
Omsetku yang tidak seberapa masih harus disisihkan untuk sewa ruko. Yah,,,bangunan ini hasil sewa, pemiliknya ada diluar kota, sebelumnya dia buka usaha fotokopi, harus berhenti karna pindah tugas.
Sri tinggal di atas, hanya ada satu kamar tidur, kamar mandi dan dapur. TV ada di dalam kamar. Dibelakang ada ruang jemuran.
Luas ruko ini 9x7 meter melebar ke samping. Mulai dari yang stoknya sedikit sekarang sudah mulai lengkap yang di cari ibu rumah tangga pasti ada tidak sampai mengecewakan mereka.
“Boleh buka usaha?”. Tanyaku pada mas Amir. Dia menundukkan wajahnya melihat ke arahku, ada binar tidak percaya disana. Mengeratkan pelukannya dan mencium keningku yah,, kami berpelukan tanpa busana setelah menuntaskan kewajiban.
“Buat apa?”tanyanya membelai rambutku, ku eratkan pelukan diperutnya kepalaku bersandar didadanya.
“Bosen, tidak ada yang dikerjakan kalau Rania ke sekolah dan mas amir kerja.”kalimat pembelaanku berharap dia luluh
“Usaha apa?” pertanyaan pendeknya sempat menciutkan nyaliku
“toko kelontong, Ruko didepan kompleks ada tulisannya disewakan”. Jawabku cepat, kuangkat wajahku menghadapnya, tampannya suamiku sejenak mengagumi ciptaan Tuhan yang satu ini. Alis tebal rapi hidung mancung, mata tegas, bibir sedikit tebal dibawah berwarna merah alami karena suamiku ini bukan perokok. Kukecup pipinya berharap dia luluh.
“Aku masih mampu menafkahi kalian.”jawabnya tegas, sedikit membuatku takut, tidak boleh menyerah.
“Iseng sayang tidak ada niatan lain, percayalah hanya mengisi waktu”
“Ternyata kamu sudah mempersiapkan semuanya” tangannya memencet hidungku, sedikit sakit ku usap pelan
“Ada syaratnya” lanjut laki-laki berlesung pipi ini lagi
“berangkat setelah aku berangkat kantor, pulang sebelum aku dirumah jangan sampai Rania terlantar seperti dulu. Bukan kewajiban istri mencari nafkah, berhenti kalau merasa lelah aku tidak mau kamu terbebani” sederet peraturan yang harus ku patuhi.
“terima kasih sayang” ku eratkan pelukanku sebagai tanda terima kasih.
“Mbak Fira koq baru kelihatan?” ibu sebelah tokoku bu ahmad namanya tentu saja karena suaminya namanya ahmad.
“habis antar Rania dulu bu,,oiya mau beli apa” langsung pada intinya agar pembicaraan tidak memanjang dan melebar.
“Kecap yang besar mbak, dirumah cepat habis “ dan masih berlanjut dengan bercerita alasan kecapnya cepat habis, kuambilkan sekalian dengan kembaliannya, untuk mempersingkat waktu.
“Hari ini tumben rame ya bu?” suara sri dibelakangku
“Disyukuri saja sri, biar kamu dapat bagian banyak juga”ku usap bahunya
“Terima kasih bu” tersenyum manis
“yah, sama-sama. Bahagia itu karena kita pandai bersyukur sekecil apapun yang kita dapat”.
Omsetku makin hari makin naik memang tak heran permintaan barang di toko juga makin beraneka ragam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Kensi Arka
slowly
2022-05-04
0
Yuni Triana
semangat thor
2022-03-29
0
Dwi Sasi
Masih adem
2022-03-10
0