Suamiku Sang Kumbang Malam

Suamiku Sang Kumbang Malam

Kawan Lama

  Pagi itu terlihat seorang laki-laki berumur sekitar 40 tahunan, sedang menyisir rambut kesamping kanan. Lelaki itu memakai pakaian seragam kerja dengan atasan berwarna putih, celana panjang berwarna hitam, dan dilengkapi dengan sepatu kulit bewarna hitam dibagian kakinya. Pada bajunya bagian dada sebelah kanan terdapat tulisan Budiawan. Sedangkan disebelah kiri dada bajunya, terdapat tulisan satpam. Ya, laki-laki bernama Budiawan, yang memiliki wajah tampan dan bertubuh gagah itu, memang bekerja sebagai seorang satpam di sebuah perusahaan textile yang terletak di Kota Jakarta.

  Setelah selesai berdandan, Pak Budi keluar dari dalam kamarnya dengan membawa sebuah tas selempang berukuran besar miliknya. Ia pun berjalan menuju meja makan untuk menikmati sarapan pagi. Begitu sampai di ruang makan, Pak Budi melihat seorang anak lelaki berpakaian merah putih, tengah menikmati sarapan pagi.

  "Hebat! Naufal lagi sarapan nasi goreng! Tiap hari begitu dong! Jadi ntar di sekolah perutnya tidak sakit lagi!" Nasihat Pak Budi sambil duduk dihadapan anaknya.

  "Iya Pak!" Balas anaknya yang bernama Naufal.

  "Betul sekali yang dikatakan Bapakmu! Tiap hari sebelum berangkat ke sekolah, Kamu harus sarapan pagi! Biar tidak lapar. Di kelas jadi konsentrasi belajarnya!" Ucap seorang perempuan berkulit kuning langsat, berumur sekitar 35 tahunan. Ia berjalan sambil membawa secangkir kopi hitam dan menaruhnya di meja makan dihadapan Pak Budi, suaminya. Istrinya Pak Budi yang sedang mengandung, terlihat perutnya sangat besar. Usia kandungannya sudah delapan bulan lebih.

  "Iya Bu." Balas Naufal.

  "Aldi masih tidur Bu?" Tanya Pak Budi.

  "Iya Pak." Balasnya. Istrinya Pak Budi pun kembali berjalan menuju dapur. Sedangkan Pak Budi bergegas mengambil nasi goreng, tempe goreng, kerupuk, dan menaruhnya diatas piring yang dipegangnya. Dengan lahap ia menikmati nasi goreng buatan istrinya itu.

  Selesai sarapan dan meminum segelas teh hangat, Naufal beranjak dari duduknya dan berjalan menuju teras depan rumah dengan membawa tas gendongnya.

  Begitu juga dengan Pak Budi. Setelah ia menghabiskan makanan yang berada diatas piringnya, dan meminum segelas kopi hitam, lelaki berkulit kuning langsat itu bangkit berdiri.

  "Bu! Bapak berangkat dulu!" Teriaknya. Mendengar teriakkan suaminya, istrinya Pak Budi yang sedang mencuci piring bergegas mencuci kedua tangannya dan menghampiri suaminya.

  "Hati-hati di jalan Pak!" Pintanya sambil mengulurkan tangan kanannya.

  "Iya Bu!" Balasnya menyambut tangan istrinya. Istrinya pun menempelkan punggung telapak tangan suaminya ke keningnya. Selesai bersalaman, Pak Budi pun mencium perut istrinya yang sedang hamil.

  "Dedek yang tenang ya sama Ibu! Bapak mau berangkat kerja dulu!" Ucapnya sambil mengelus-elus perut istrinya. Istrinya pun tersenyum bahagia melihatnya. Lalu Pak Budi berjalan menuju teras depan rumah. Sedangkan istrinya mengikuti dibelakangnya.

  "Naufal, ini uang sakumu! Sama ditabung, jangan buat jajan semuanya!" Ucap ibunya Naufal sambil memberikan selembar uang seribuan.

  "Baik Bu." Balas Naufal menerima uang itu dan menaruhnya kedalam saku bajunya. Naufal pun bersalaman dengan ibunya.

  "Assalamu'alaikum." Salamnya.

  "Wa'alaikumsalam." Jawab ibunya.

  "Berangkat dulu Bu. Assalamu'alaikum." Salam Pak Budi.

  "Wa'alaikumsalam. Oh ya, nanti malam pulangnya mampir beli ayam bakar yang biasanya ya Pak. Ibu ngidam nih Pak! Sudah lama nggak makan ayam bakar." Pintanya.

  "Iya Bu." Balasnya.

  Pak Budi dan Naufal pun naik keatas motor yang sudah terlihat cukup tua dimakan waktu. Setelah menyalakan mesinnya, Pak Budi pun menginjak pedal gigi dan menarik gasnya dengan kuat. Mereka pun pergi meninggalkan rumah menuju sekolahannya Naufal.

  Begitu sampai didepan gerbang sekolah dasar tempat Naufal bersekolah, anak kelas 1 SD itu pun turun dari atas motor. Sebelum masuk kedalam sekolahnya, seperti biasanya Naufal tidak lupa untuk bersalaman dengan bapaknya. Setelah bersalaman ia pun berlari menuju kelasnya. Tanpa membuang waktu lagi, lelaki bernama lengkap Pak Budiawan itu kembali menginjak pedal gigi dan menarik gasnya dengan kuat. Seketika motor yang ia naiki kembali berjalan. Yang ditujunya ialah perusahaan textile tempat ia bekerja. Pak Budi sudah bekerja di perusahaan itu selama lebih dari lima tahun.

  Ketika jam dinding menunjukkan pukul 19.00 WIB, sebelum pulang Pak Budi serah terima pergantian shift dengan dua temannya yang bertugas shift malam. Ia pun pulang dengan temannya yang sama-sama bertugas shift pagi. Sebelum menuju rumahnya, tidak lupa Pak Budi menuju rumah makan lesehan langganannya untuk membelikan ayam bakar pesanan istrinya yang sedang mengidam.

  Ketika sampai didepan rumah makan lesehan itu, Pak Budi langsung memarkirkan motornya. Ia pun berjalan menuju kasir yang berada dibawah bangunan joglo itu. Terlihat rumah makan lesehan itu dipenuhi oleh para pengunjung yang sedang menikmati makan malam. Memang rumah makan itu terkenal dengan makanannya yang enak dan harganya yang relatif murah.

  "Mba, Saya pesan ayam bakar empat porsi! Dibungkus ya Mba!" Ucap Pak Budi ketika sampai didepan kasir.

  "Ada yang lainnya Pak?" Tanya kasir perempuan itu.

  "Itu aja Mba." Balasnya.

  "Baik Pak. Ayam bakar empat porsi. Jadi totalnya 40ribu!" Ucapnya. Mendengar ucapan kasir itu, Pak Budi pun mengeluarkan dompet yang berada didalam saku celananya bagian belakang. Belum sempat ia mengeluarkan uang dari dalam dompetnya, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya sebelah kanan. Pak Budi pun kaget sekali. Kepalanya langsung menengok kearah kanannya.

  "Budi!! Benarkah itu Kamu?" Tanya seorang laki-laki sebaya dengan Pak Budi. Namun penampilan sangat keren. Lelaki berkulit putih itu memakai sebuah kaos berkerah berwarna biru dan abu-abu dengan motif garis-garis. Pada bagian bawahnya, kaosnya dimasukkan kedalam celana jeans panjang berwarna biru.

  "Maaf siapa ya?" Tanya Pak Budi mencoba mengingat-ingat. Namun belum juga ia mengenalinya.

  "Ini Aku Frans!" Seru lelaki yang rambutnya disisir kebelakang itu.

  "Frans Hartawan teman sebangkuku di SMA 45?" Tanya Pak Budi dengan keras.

  "Betul sekali! Ternyata Kamu masih ingat namaku Bud!" Seru lelaki yang bernama Frans. Sontak mereka pun langsung berpelukan dengan erat. Senyum bahagia terpancar dari keduanya.

  "Bagaimana kabarmu Frans? Kulihat penampilanmu keren banget! Seperti sewaktu masih sekolah jadi idola cewek-cewek!" Puji Pak Budi.

  "Penampilan itu yang utama Budiawan! Walaupun umur Kita sudah tidak muda lagi, tapi Kita harus tetap menjaga penampilan Kita. Oh ya, lebih baik Kita ngobrol sambil duduk Bud!" Balasnya. Mereka pun duduk ditempat yang masih kosong.

  "Frans, Kamu kan anak orang kaya! Jadi, untuk mencukupi kebutuhan penampilanmu, Kamu tidak kekurangan. Sedangkan Aku untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari aja kadang ngutang teman!" Ucapnya.

  "Tapi keadaanku tidak lagi seperti dulu Bud! Bokapku masuk penjara kasus korupsi di perusahaannya. Ibuku sakit-sakitan dan meninggal tiga tahun yang lalu. Sedangkan Aku sudah bercerai dua tahun yang lalu. Setahun selepas ibuku meninggal." Cerita Frans mencoba untuk bersikap tegar.

  "Sorry ya Frans! Aku jadi membuatmu sedih! Soalnya Aku tidak tahu semua kejadian yang telah menimpa dirimu. Kita kan terakhir jumpa 10 tahun yang lalu, sewaktu reunian." Balas Pak Budi menepuk pundak kiri Frans.

  "Santai aja Bud! Kaya Kamu nggak mengenalku aja!" Ucapnya.

  "Iya, Kamu dulu kan paling bandel di kelas! Sering telat, tidur di kelas, nggak ngerjain PR! Pokoknya kalau mengingat tingkah lakumu, mungkin menghabiskan satu novel!" Canda Pak Budi tertawa lebar.

  "Bisa aja Kamu Bud! Oh ya, sekarang Kamu kerja dimana? Kulihat Kamu memakai seragam satpam!" Tanya Frans.

  "Di PT. Textile Gemilang Sentosa di daerah Tanjung Priok." Balasnya.

  "Sudah berapa lama Kamu kerja disitu Bud?" Tanyanya lagi.

  "Lima tahun lebih Frans. Kamu sekarang kerja dimana?" Budi tanya balik.

  "Ada usaha kecil-kecilan. Oh ya, Aku minta nomor handphonemu!" Pinta Frans. Mendengar ucapan sahabat lamanya, Pak Budi langsung mengeluarkan handphone miliknya yang berada disaku bajunya. Dia pun memberikan nomor miliknya kepada Frans.

  "Oke! Aku missed call ya!" Frans pun memanggil nomor telepon Budi. Lalu kembali memutuskan panggilan.

  "Itu nomorku. Kalau Kamu membutuhkan pekerjaan, hubungi aja Aku Bud! Sebagai sahabat lama, Aku akan membantumu! Oh ya, Aku harus buru-buru pergi nih! Ada urusan penting! Sampai bertemu lagi Bud!" Ucapnya.

  "Iya Frans!" Balas Pak Budi melamun melihat Frans pergi menuju kasir.

  "Meja nomor lima totalnya berapa Mba? Sekalian sama bayar pesanan kawanku!" Tanya Frans ketika berdiri didepan kasir.

  "27 ribu ditambah 40 ribu. Totalnya jadi 67 ribu Pak." Jawabnya. Mendengar jawaban kasir itu, Frans pun mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dari dalam dompetnya, dan memberikannya kepada kasir itu.

  "Kembaliannya ambil aja Mba." Ucapnya.

  "Terima kasih banyak Pak!" Balas kasir itu tersenyum manis.

  "Iya." Balas Frans. Ia pun melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil yang berada dibagian depan rumah makan tersebut. Dari kejauhan, Pak Budi berdiri melihat kepergian sahabat lamanya itu, menggunakan sebuah mobil mewah berwarna merah. Budi pun berdecak kagum dengannya. Setelah mobil Frans hilang dari pandangannya, Budi berjalan menuju kasir.

  "Maaf Mba! Tadi belum sempat bayar!" Ucap Budi sambil berusaha mengambil dompet dari saku celananya bagian belakang.

  "Pesanan Bapak sudah dibayarkan oleh Pak Frans! Ini pesanannya sudah jadi Pak!" Balasnya.

  "Sudah dibayar Pak Frans?" Tanya Pak Budi terkejut mendengarnya. Ia pun kembali memasukkan dompetnya kedalam saku celananya.

  "Benar sudah dibayar Pak." Jawabnya.

  "Oh ya, kok Mba bisa tahu nama sahabatku?" Tanya Budi heran.

  "Oh, jadi Pak Frans adalah pelanggan setia rumah makan ini! Hampir seminggu sekali beliau datang kesini!" Jawabnya.

  "Oh jadi begitu. Ya sudah, terima kasih Mba." Ucapnya.

  "Sama-sama Pak." Balasnya. Dengan perlahan Pak Budi berjalan menuju parkiran motor dengan membawa plastik hitam berisi ayam bakar. Setelah membayar kepada penjaga parkiran, Pak Budi bergegas menyalakan mesin motornya. Setelah menginjak pedal giginya, Pak Budi menarik gasnya dengan perlahan. Didalam perjalanan menuju rumahnya, Pak Budi memikirkan kawan lamanya bernama Frans, yang baru saja dijumpainya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!