PHK

Begitu sampai didepan rumah, Naufal yang sedang belajar di ruang tamu langsung bergegas membuka pintu depan rumahnya.

"Bapak kok baru pulang? Naufal sudah lapar nih!" Seru Naufal ketika melihat bapaknya menghampirinya.

"Maafin Bapak ya Fal! Soalnya tadi Bapak ketemu teman lama Bapak! Ini ayam bakarnya!" Ucap Pak Budi sambil memberikan plastik hitam berisi ayam bakar kepada Naufal.

"Terima kasih Pak!" Ucap Naufal sambil menerima plastik itu dengan gembira. Ia pun lari kearah dapur. Melihat tingkah laku anaknya, Pak Budi tersenyum bahagia. Ia pun masuk kedalam rumahnya.

"Assalamu'alaikum." Salamnya.

"Wa'alaikumsalam." Balas istrinya yang sedang melipat pakaian yang habis dijemur. Perempuan duduk diatas tikar didepan TV bersama adiknya Naufal yang bernama Aldi. Mengetahui bapaknya sudah pulang, Aldi pun berlari dan memeluk tubuh bapaknya.

"Bapak! Aldi kangen Bapak!" Teriaknya.

"Iya Dek Aldi! Bapak juga kangen Dek Aldi! Tadi pagi waktu Bapak berangkat, Dek Aldi masih tidur." Ucapnya sambil mengelus-elus rambut anaknya yang hitam dan lebat.

"Kan Aldi masih ngantuk Pak! Bapak sih berangkat kerjanya kepagian!" Balasnya.

"Kalau Bapak nggak berangkat pagi nanti Bapak telat, terus dimarahin yang punya pabrik dong!" Ucapnya.

"Oh iya!" Balasnya tersenyum manis.

"Sana Dek, cuci tangan terus makan sama ayam bakar!" Pintanya.

"Asyik makan sama ayam bakar!" Serunya. Aldi pun berlari menuju dapur.

"Bapak sudah makan?" Tanya istrinya Pak Budi.

"Belum Bu. Oh ya Bu! Tadi ayam bakarnya dibayarin teman SMA Bapak! Nggak sengaja Kita bertemu!" Ucapnya.

"Alhamdulillah kalau begitu. Baik juga teman Bapak itu." Balasnya.

"Iya. Dia dulu teman sebangkuku. Bapaknya orang Jerman. Ibunya asli Garut. Tapi temanku yang bernama Frans itu cerita, katanya Bapaknya masuk penjara kasus korupsi di perusahaannya. Sedangkan ibunya sudah meninggal. Dia sendiri sudah bercerai dengan istrinya." Cerita Pak Budi.

"Kasihan sekali nasib temanmu Pak." Ucapnya.

"Iya. Tapi kulihat tadi Dia penampilannya sangat keren lho! Bapak juga lihat Dia naik mobil mewah!" Balasnya.

"Ya mungkin saja teman Bapak itu sudah sukses! Walaupun Kita hidup pas-pasan yang penting Kita selalu bersyukur masih diberi kesehatan dan bisa makan setiap hari." Nasihat istrinya.

"Iya istriku!" Balasnya. Tiba-tiba muncul Naufal dan Aldi sambil membawa piring berisi nasi dan ayam bakar.

"Habisin makannya ya anak-anakku!" Pinta Pak Budi.

"Iya Pak." Jawab Naufal dan Aldi berbarengan.

"Ayo Kita makan dulu Pak!" Ajak istrinya.

"Iya Bu. Bapak ganti pakaian dulu." Balasnya. Pak Budi pun berjalan menuju kamarnya. Selesai berganti pakaian, ia menuju ke dapur untuk mencuci tangan. Ia pun mengambil nasi dan ayam bakar yang dibelinya. Lalu menyusul istri dan kedua anaknya yang berada didepan TV.

Pagi itu seperti biasanya, setelah berpakaian dan sarapan pagi, Pak Budi berangkat bekerja bersama Naufal, anak sulungnya. Sesampainya di pabrik tempat ia bekerja, Pak Budi tidak mempunyai firasat apa-apa. Seperti hari-hari sebelumnya, ia bekerja dengan lancar dan berjalan dengan baik. Namun ketika jam dinding menunjukkan pukul empat sore, tiba-tiba saja ia dipanggil untuk menemui bagian HRD manager. Pak Budi pun bertanya-tanya dalam hati. Perasaannya mendadak berubah menjadi tidak tenang. Namun ia tetap menemui atasannya itu.

Tokkk...tokkk...tokkk...

"Silahkan masuk!" Seru seorang laki-laki dari dalam ruangan itu. Perlahan Pak Budi membuka pintu dihadapannya dan melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan tersebut.

"Selamat sore Pak!" Sapa Pak Budi dengan ramah pada lelaki yang duduk dibelakang meja.

"Selamat sore. Apakah saudara Pak Budiawan?" Tanya laki-laki itu basa-basi. Padahal pada bajunya bagian dada kanan terdapat nama Budiawan.

"Betul Pak." Jawabnya.

"Silahkan duduk Pak!" Perintahnya.

"Terima kasih Pak." Balasnya. Pak Budi pun duduk diatas kursi didepan meja.

"Bagaimana kabarnya Pak?" Tanya HRD itu.

"Alhamdulillah baik Pak." Balasnya.

"Sebelumnya Saya mewakili pemilik PT. Textile Gemilang Sentosa ingin mengucapkan terima kasih banyak atas pengabdian Bapak selama lebih dari lima tahun. Tapi dengan sangat berat hati, Saya harus mengatakan kepada Pak Budiawan. Kalau mulai besok Bapak tidak lagi berkewajiban untuk bekerja di perusahaan ini." Katanya.

"Maksudnya Saya dipecat Pak?" Tanya Pak Budi seolah tidak percaya.

"Betul Pak. Tentunya Bapak sudah tahu keadaan pabrik textile ini, sekarang sedang mengalami penurunan produksi yang sangat drastis. Oleh sebab itu, perusahaan tidak ingin lagi mengalami kerugian berbulan-bulan secara terus-menerus. Pak Budiawan pasti sudah tahu sendiri, tiga bulan terakhir banyak karyawan yang di PHK. Baik yang masih status kontrak maupun yang sudah karyawan tetap." Jawabnya.

"Tapi kenapa harus Saya yang harus dipecat Pak? Kan masih ada tiga orang satpam lagi! Apa karena kerjaan Saya tidak sebagus mereka?" Tanya Pak Budi dengan muka sayu.

"Kerja Pak Budiawan selama ini sangat bagus! Disiplin, jarang sekali telat masuk, rajin bekerja juga. Tapi kenapa Pak Budiawan yang di PHK? Itu karena Dua satpam yang lain lebih lama mengabdi di perusahaan ini. Pak Idris juga di PHK. Jadi tidak hanya Bapak! Satpam yang di PHK." Jawabnya mencoba menenangkannya.

"Tapi istri Saya sebentar lagi mau lahiran Pak! Bagaimana jadinya kalau Saya tidak bekerja?" Ucap Pak Budi sedih.

"Tenang saja Pak! Bapak akan mendapatkan uang pesangon dari perusahaan, yang bisa dicairkan bulan depan." Balasnya.

"Apa tidak bisa dicairkan bulan ini Pak? Soalnya Saya butuh biaya buat lahiran anak Saya." Tanyanya.

"Mohon maaf kalau bulan ini belum bisa Pak. Saran Saya Bapak mencari pekerjaan ditempat lain. Saya doakan semoga Bapak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sini. Oh ya, kalau gaji bulan ini sudah ditransfer ke rekening Bapak." Balasnya.

"Ya sudah kalau memang begitu adanya. Saya pamit dulu Pak." Ucap Pak Budi dengan berlinang air mata. Tangan kanannya mengajaknya bersalaman.

"Kami mengucapkan mohon maaf apabila keadaan ini membuat Bapak kaget dan bersedih." Balas lelaki itu sambil menyambut tangan kanan Pak Budi. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Pak Budi melepaskan pegangan tangannya. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan HRD.

Dengan berjalan seperti tanpa tenaga, Pak Budi menuju motornya diparkirkan. Setelah menyalakan mesin motornya, ia pun bergegas pergi meninggalkan perusahaan yang sudah lebih dari lima tahun sebagai tempat untuk mencari nafkah. Sambil mengendarai motornya, Pak Budi melihat jam tangan yang berada ditangan kirinya. Jarum jam menunjukkan pukul 04.51 WIB. Karena Pak Budi biasa pulang jam kerja pukul 7 malam, ia pun memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumahnya.

Didepan sebuah warteg, Pak Budi menghentikan laju motornya. Ia pun masuk kedalam warung makan tersebut.

"Bu, kopi hitam satu!" Serunya.

"Iya Pak." Balas pemilik warung. Tidak berapa lama, kopi hitam pesanannya telah selesai dibuat.

"Ini Pak kopinya." Ucap ibu-ibu pemilik warteg.

"Makasih Bu." Balasnya.

"Sama-sama Pak. Baru pulang kerja Pak?" Tanyanya.

"Iya." Balasnya dengan datar. Pak Budi pun meminum sedikit kopi hitam dihadapannya. Tiba-tiba ia ingat akan kawan lamanya yang bernama Frans. Pak Budi pun bergegas mengambil handphone dan menelponnya. Tidak menunggu lama, Frans pun mengangkat panggilan teleponnya.

"Halo Bud! Gimana nih kabarnya?" Sapa Frans.

"Kurang baik nih Frans!" Balasnya.

"Kurang baik gimana?" Tanya Frans kaget.

"Pabrik tempat Aku kerja kan beberapa bulan terakhir mengalami pailit. Nggak disangka, sekarang Aku ikut jadi korbannya. Tadi Aku dipanggil oleh HRD dan Dia bilang kalau Aku dipecat!" Jawabnya.

"Berarti memang sekarang waktunya Kamu ikut kerja denganku! Bukannya merendahkanmu ya! Tapi dari pada kerja jadi satpam di pabrik terus kan nggak ada kemajuan! Betul nggak Bud?" Tanya Frans.

"Iya sih Frans. Nyatanya sudah lima tahun Aku kerja di pabrik itu. Tapi hidup cuma begini-begini aja!" Balasnya.

"Apalagi katamu kemarin, istrimu bentar lagi mau lahiran kan?" Tanyanya.

"Iya nih Frans! Rasanya kepalaku kaya mau pecah! Makanya Aku belum berani pulang sebelum jam pulang kerja kaya biasanya." Balasnya.

"Ya sudah sekarang Kamu santai aja Bud. Tenang! Ada Aku yang akan menolongmu! Kalau begitu nanti jam enam Kita ketemuan gimana? Kita nongkrong-nongkrong! Kan kemarin cuma ketemu sebentar! Tenang aja, jangan khawatir. Aku yang traktir!" Ajaknya.

"Dimana Frans?" Tanyanya.

"Di cafe hitam putih, di daerah Cempaka Putih!" Balasnya.

"Oke deh Frans! Entar jam enam kurang Aku kesana!" Balasnya.

"Ya sudah, sampai ketemu nanti ya Bud!" Ucapnya.

"Iya Frans." Balasnya. Budi pun memutuskan panggilan teleponnya. Lalu meminum kopi hitam dihadapannya. Setelah menghabiskan kopinya, Pak Budi pun membayarnya.

"Berapa Bu?" Tanyanya.

"Dua ribu." Balasnya. Pak Budi pun memberikan selembar uang kertas dua ribuan. Lalu ia beranjak pergi menuju motornya diparkirkan. Dia pun bergegas menuju tempat yang dijanjikan oleh Frans untuk bertemu dengannya.

Sekitar 40 menit berlalu. Perjalanan yang penuh dengan kemacetan jalanan ibukota di sore hari, akhirnya berhasil Pak Budi lalui. Ia pun telah sampai didepan kafe hitam putih. Sebuah kafe yang dindingnya berwarna hitam dan putih. Tidak hanya itu, meja dan kursinya pun berwarna hitam dan putih.

Setelah memarkirkan motornya, Pak Budi yang masih memakai seragam satpam namun dilengkapi dengan jaket kulit, akhirnya masuk kedalam kafe tersebut. Ia pun berjalan menuju kasir.

"Mba, es lemon tea satu!" Ucapnya.

"Baik Pak." Balasnya. Lalu Pak Budi menuju salah satu meja yang belum ada pengunjungnya. Pak Budi memilih meja yang berada didepan sebelah kanan. Sambil menunggu datangnya sahabat lamanya itu, Pak Budi memperhatikan jalanan yang penuh dengan kendaraan yang berjalan merambat pelan.

Setelah menunggu sekitar 10 menit, Pak Budi melihat jam tangannya. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 06.10 WIB. Pak Budi meminum es lemon tea pesanannya yang belum lama berada dihadapannya.

Karena Pak Budi sudah mulai tidak sabar, ia pun menelpon Frans. Dan Frans langsung mengangkatnya.

"Halo Frans! Sekarang Kamu dimana? Aku sudah sampai dari tadi nih, di cafe hitam putih!" Ucapnya.

"Aku lagi di jalan nih Bud! Soalnya jalanan macet Bud! Tapi Aku sudah dekat kok! Paling 10 menit lagi sampai!" Jawabnya.

"Ya sudah, Aku tunggu!" Ucapnya.

"Oke Bud!" Balas Frans. Budi pun memutuskan panggilan teleponnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!