Sesampainya didepan rumah, Pak Budi langsung turun dari motornya dan berjalan dengan cepat menuju rumahnya.
"Assalamu'alaikum." Salamnya.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Mutia.
"Ibu dimana Dek Aldi?" Tanyanya.
"Lagi nyuci baju!" Jawabnya.
"Oh iya. " Balasnya. Pak Budi pun kembali berjalan menuju kamarnya. Didalam kamarnya, ia berganti pakaian. Lalu Pak Budi berjalan menuju dapur untuk mengambil piring dan sendok.
"Baru pulang Pak?" Tanya istrinya Pak Budi ketika melihat suaminya di dapur.
"Iya Bu. Tadi yang jaga pagi izin sebentar. Anaknya sakit." Jawabnya.
"Ya sudah sarapan dulu Pak! Sama nasi uduk." Pintanya.
Iya Bu." Balasnya. Pak Budi pun mengambil nasi uduk yang berada diatas meja makan.
Selesai menghabiskan makannya, Pak Budi kembali menuju kamarnya. Ia pun kembali ke dapur untuk menemui istrinya yang sedang memotong kacang panjang.
"Bu, ini uang buat belanja." Ucap Pak Budi sambil menyodorkan tangan kanannya yang memegang uang satu juta rupiah.
"Banyak banget Pak!" Seru istrinya ketika menerima uang dari suaminya.
"Iya Bu. Seperti yang Bapak katakan kemarin. Kan gaji Bapak sekarang dinaikkan." Balasnya.
"Alhamdulillah. Anak Kita yang akan lahir, memang membawa rizki untuk keluarga Kita ya Pak!" Ucapnya.
"Iya Bu. Ya sudah Bu. Bapak mau tidur dulu. Ngantuk banget!" Ucapnya.
"Iya Pak." Balasnya.
Sejak saat itu, Pak Budi menggeluti pekerjaan haram itu. Dan sejak itu, ia juga setiap hari selalu harus berbohong kepada istrinya. Terlebih lagi, ia memberikan uang haram itu kepada istrinya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Hari berganti hari. Usia kandungan istrinya Pak Budi sudah menginjak sembilan bulan lebih. Sehingga sudah saatnya, bayi dalam kandungannya akan lahir ke dunia.
Malam itu, seperti biasanya Pak Budi mangkal di diskotik bintang-bintang bersama Frans. Minum minuman beralkohol kini telah menjadi temannya setiap hari.
Di malam yang sama, Istrinya Pak Budi tiba-tiba merasakan perutnya sakit yang luar biasa. Ia yang sedang berbaring didalam kamarnya, berteriak dengan keras memanggil nama anak sulungnya.
"Fal...!!! Naufal...!!!"
"Iya Bu!" Jawab Naufal yang sedang menonton TV.
"Sini cepat!!!" Teriaknya. Mendengar ucapan ibunya. Naufal pun berlari menuju kamar tidur ibunya.
"Ada apa Bu?" Tanyanya.
"Perut Ibu sakit sekali! Ibu kayaknya mau lahiran malam ini! Tolong panggilkan Pak Bani suruh nganter ibu ke bidan!" Serunya.
"Apa nggak Bapak yang suruh nganter Bu?" Tanyanya.
"Bapak lagi kerja! Lagian pakai motor susah! Cepat Fal!! Panggil Pak Bani!!" Teriaknya.
"Iya Bu!" Balasnya. Naufal pun berlari keluar rumah menuju rumah Pak Bani yang tidak begitu jauh dari rumahnya.
"Assalamu'alaikum!" Salam Naufal ketika sampai didepan rumah Pak Bani.
"Wa'alaikumsalam. Ada apa Fal, lari-lari?" Tanya Pak Bani yang sedang duduk di teras.
"Ibu mau lahiran Pak! Bapak disuruh Ibu untuk mengantarkannya ke bidan!" Jawabnya.
"Ya Fal! Aku akan segera kesana!" Ucap Pak Bani sambil bangkit berdiri. Ia pun bergegas menuju kamarnya. Sedangkan Naufal kembali berlari menuju rumahnya.
"Gimana Fal? Apa Pak Bani bisa mengantarkan Ibu?" Tanyanya. Terlihat Aldi sudah berdiri disampingnya.
"Bisa Bu! Sebentar lagi mau kesini!" Balasnya. Benar saja yang dikatakan oleh Naufal. Pak Bani bersama istrinya, telah sampai didepan rumah Pak Budi dengan memakai bajaj miliknya. Mereka pun bergegas turun dan berlari menuju kamar tidur ibunya Naufal.
"Bu Rini! Mari Saya antar ke bidan Bu Salbiyah!" Seru Pak Bani.
"Mari Saya bantu Bu!" Seru istrinya.
"Terima kasih Pak, Bu!" Balasnya. Dengan perlahan istrinya Pak Budi yang bernama Bu Rini, turun perlahan dari atas tempat tidur dengan dipegangi tangan kanannya oleh istrinya Pak Bani. Mereka pun berjalan menuju bajaj yang berada didepan rumah.
"Naufal sama Aldi jaga rumah ya!" Pinta ibunya.
"Iya Bu." Jawab Naufal dan Aldi berbarengan. Bu Rini perlahan naik keatas bajaj. Lalu istrinya Pak Bani mendampingi disampingnya. Setelah Pak Bani naik keatas bajajnya, ia pun bergegas menyalakan mesinnya. Bajaj itu pun berjalan dengan cepat menuju rumah bidan.
Sesampainya di rumah Bu bidan Salbiyah, Bu Rini langsung ditangani oleh dokter yang sudah lama membuka praktek persalinan. Disaat menunggu akan dilakukannya proses persalinan, Pak Bani baru sempat untuk menelpon Pak Budi. Pak Budi pun langsung mengangkat panggilan teleponnya.
"Hallo Pak Budi!" Serunya.
"Iya! Ada apa Pak Bani?" Tanyanya.
"Istrimu lagi mau melahirkan di bidan Bu Salbiyah!" Balasnya.
"Ya sudah! Aku segera kesana sekarang Pak!" Serunya.
"Iya Pak. Assalamu'alaikum." Salamnya.
"Wa'alaikumsalam." Jawabnya. Pak Budi pun memutuskan panggilan teleponnya.
"Ada apa Bud?" Tanya Frans yang berada didepannya.
"Istriku mau lahiran, Frans! Aku harus pulang dulu!" Balasnya.
"Ya sudah pulang aja nggak apa-apa kok, Bud! Semoga istri dan anakmu selamat dan sehat." Ucapnya.
"Aku pergi dulu Frans!" Serunya. Pak Budi pun berjalan dengan cepat menuju rumah bidan Bu Salbiyah.
Sekitar 40 menit didalam perjalanan, akhirnya Pak Budi sampai didepan rumah bidan Bu Salbiyah. Ia melihat Pak Bani dan istrinya sedang duduk diatas kursi yang berada di teras rumah.
"Bagaimana Pak? Apa istri Saya sudah melahirkan?" Tanyanya.
"Sudah Pak Budi! Tapi..." Ucap Pak Bani.
"Tapi kenapa Pak Bani?" Tanya Pak Budi dengan keras.
"Istrimu belum sadarkan diri." Jawabnya.
"Bu! Ini Aku datang Bu!" Seru Pak Budi sambil melangkahkan kakinya menuju ruang bersalin.
"Dok! Kenapa istri Saya Dok?" Tanya Pak Budi pada Bu bidan Salbiyah.
"Yang tenang Pak! Mungkin sebentar lagi, istri Bapak akan sadarkan diri." Ucapnya.
"Terus anak Saya gimana keadaannya Dok? Laki-laki apa perempuan?" Tanyanya.
"Keadaan anak Bapak sehat semuanya. Anak Bapak laki-laki. Tampan seperti Bapaknya!" Jawabnya.
"Coba Saya lihat Dok!" Ucapnya sambil mendekati box tempat tidur bayi.
"Silahkan Pak." Balasnya.
Begitu melihat wajah anaknya, seketika Pak Budi tidak dapat menahan air matanya. Ia pun membelai pipi anaknya yang lembut.
"Sudah diadzani belum Dok?" Tanyanya.
"Sudah Pak." Jawabnya.
"Aku yang tadi mengadzani anakmu, Pak Budi!" Seru seseorang yang menimpalinya. Mendengar ucapan itu, Pak Budi pun langsung menengok kearah kiri. Ia melihat Pak Bani berdiri bersama istrinya.
"Terima kasih Pak." Ucapnya.
"Sama-sama Pak Budi. Aku ikut senang anakmu sudah lahir." Balasnya.
"Tapi, Aku minta kepada Pak Bani dan Bu Bani, serta Bu dokter, agar merahasiakan anak ini." Ucapnya.
"Maksud Pak Budi?" Tanya Bu Bani.
"Istriku kemarin pernah bilang, jika anak yang dilahirkannya ternyata seorang laki-laki lagi, Dia tidak ingin merawatnya. Karena istriku ingin anak ketiganya seorang perempuan. Oleh sebab itu, Aku tidak ingin anak ini menjadi terlantar, karena tidak dirawat oleh istriku. Aku juga takut kalau istriku menyiksanya." Jawabnya.
"Masa sih Bu Rini seperti itu Pak? Yang Aku tahu, selama ini Bu Rini orangnya baik." Tanya Bu Bani.
"Betul. Lagian kan Kamu juga baru punya tiga anak laki-laki sekarang. Kenapa istrimu tidak mau lagi mau menerima kenyataan ini? Kan Istrimu masih bisa mempunyai anak lagi. Siapa tahu anak keempatnya adalah seorang perempuan." Pak Bani menimpalinya.
"Aku juga pernah bilang seperti itu Pak. Tapi istriku bilang inginnya cuma punya anak tiga saja. Aku takut istriku nekad membunuh anak tidak berdosa ini." Balasnya.
"Terus mau Kamu taruh dimana anakmu ini?" Tanya Pak Bani.
"Aku ingin anak ini dirawat Mbakku yang tinggal di Tangerang." Jawabnya.
"Terus kalau istrimu sadar dan menanyakan anaknya gimana?" Tanya Bu bidan.
"Aku akan bilang kalau anakku meninggal sewaktu dilahirkan. Jadi Aku mohon sama Bu Dokter, Pak Bani dan Bu Bani, agar bisa merahasiakan anak ini." Pintanya.
"Insha Allah Aku mau merahasiakan anakmu ini." Ucap Pak Bani.
"Aku juga Pak Budi." Istrinya menimpalinya.
"Kalau memang begitu keadaannya. Saya akan merahasiakan keberadaan anak Bapak." Kata Bu Bidan.
"Terima kasih banyak Dok, Pak, Bu! Aku hanya ingin anak ini bisa tumbuh menjadi anak seperti anak kecil lainnya." Ucapnya.
"Kalau begitu, Kami mohon pamit dulu Pak Budi. Soalnya sudah cukup malam." Kata Pak Bani.
"Ini hanya sedikit Pak. Buat beli rokok." Ucap Pak Budi sambil memberikan uang sebanyak 30 ribu.
"Terima kasih Pak." Ucapnya sambil menerima uang itu.
"Mari Pak Budi, Bu dokter." Ucap Bu Bani.
"Assalamu'alaikum." Salam Pak Bani dan istrinya berbarengan.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Pak Budi dan Bu Bidan bersamaan.
Beberapa saat setelah Pak Bani meninggalkan tempat praktek persalinan, Pak Budi pun berbicara kepada Bu Bidan.
"Dok, Saya akan bawa anakku. Masalah biaya persalinan, besok kalau istri Saya sudah siuman." Ucapnya.
"Baik Pak." Balasnya. Dokter itu pun mengangkat tubuh bayi laki-laki berselimut kain jarik bermotif batik, dan memberikannya kepada Pak Budi.
"Anak Bapak tampan seperti Bapaknya." Pujinya.
"Dokter bisa aja. Saya titip motor Saya ya!" Ucapnya.
"Iya Pak." Balasnya.
Pak Budi pun membawa anak laki-laki yang baru saja lahir di dunia ini, keluar dari dalam rumah yang sekaligus tempat persalinan itu. Ia terus berjalan menuju jalan raya. Sesampainya di tepi jalan raya, Pak Budi menunggu taksi yang lewat.
Sekitar 10 menit berlalu, akhirnya terlihat melaju sebuah taksi berwarna biru, dari arah kanan Pak Budi. Ia pun bergegas melambaikan tangan kanannya. Taksi itu pun berhenti tepat didepan Pak Budi. Tanpa membuang waktu lagi, ia langsung membuka pintu taksi, dan masuk kedalam taksi tersebut.
"Ke panti asuhan Kasih di daerah Bekasi Pak." Ucapnya.
"Baik Pak." Jawab supir taksi itu. Supir taksi itu pun kembali menginjak pedal gas. Taksi itu pun berjalan dengan cepat di jalanan ibukota yang sudah tidak begitu ramai.
"Silahkan Pak." Balasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Ber
kayak tetangga ku gk mau sama anaknya karna cowok lagi
2021-12-19
1
anggita
👏👌
2021-12-18
1