NovelToon NovelToon

Suamiku Sang Kumbang Malam

Kawan Lama

  Pagi itu terlihat seorang laki-laki berumur sekitar 40 tahunan, sedang menyisir rambut kesamping kanan. Lelaki itu memakai pakaian seragam kerja dengan atasan berwarna putih, celana panjang berwarna hitam, dan dilengkapi dengan sepatu kulit bewarna hitam dibagian kakinya. Pada bajunya bagian dada sebelah kanan terdapat tulisan Budiawan. Sedangkan disebelah kiri dada bajunya, terdapat tulisan satpam. Ya, laki-laki bernama Budiawan, yang memiliki wajah tampan dan bertubuh gagah itu, memang bekerja sebagai seorang satpam di sebuah perusahaan textile yang terletak di Kota Jakarta.

  Setelah selesai berdandan, Pak Budi keluar dari dalam kamarnya dengan membawa sebuah tas selempang berukuran besar miliknya. Ia pun berjalan menuju meja makan untuk menikmati sarapan pagi. Begitu sampai di ruang makan, Pak Budi melihat seorang anak lelaki berpakaian merah putih, tengah menikmati sarapan pagi.

  "Hebat! Naufal lagi sarapan nasi goreng! Tiap hari begitu dong! Jadi ntar di sekolah perutnya tidak sakit lagi!" Nasihat Pak Budi sambil duduk dihadapan anaknya.

  "Iya Pak!" Balas anaknya yang bernama Naufal.

  "Betul sekali yang dikatakan Bapakmu! Tiap hari sebelum berangkat ke sekolah, Kamu harus sarapan pagi! Biar tidak lapar. Di kelas jadi konsentrasi belajarnya!" Ucap seorang perempuan berkulit kuning langsat, berumur sekitar 35 tahunan. Ia berjalan sambil membawa secangkir kopi hitam dan menaruhnya di meja makan dihadapan Pak Budi, suaminya. Istrinya Pak Budi yang sedang mengandung, terlihat perutnya sangat besar. Usia kandungannya sudah delapan bulan lebih.

  "Iya Bu." Balas Naufal.

  "Aldi masih tidur Bu?" Tanya Pak Budi.

  "Iya Pak." Balasnya. Istrinya Pak Budi pun kembali berjalan menuju dapur. Sedangkan Pak Budi bergegas mengambil nasi goreng, tempe goreng, kerupuk, dan menaruhnya diatas piring yang dipegangnya. Dengan lahap ia menikmati nasi goreng buatan istrinya itu.

  Selesai sarapan dan meminum segelas teh hangat, Naufal beranjak dari duduknya dan berjalan menuju teras depan rumah dengan membawa tas gendongnya.

  Begitu juga dengan Pak Budi. Setelah ia menghabiskan makanan yang berada diatas piringnya, dan meminum segelas kopi hitam, lelaki berkulit kuning langsat itu bangkit berdiri.

  "Bu! Bapak berangkat dulu!" Teriaknya. Mendengar teriakkan suaminya, istrinya Pak Budi yang sedang mencuci piring bergegas mencuci kedua tangannya dan menghampiri suaminya.

  "Hati-hati di jalan Pak!" Pintanya sambil mengulurkan tangan kanannya.

  "Iya Bu!" Balasnya menyambut tangan istrinya. Istrinya pun menempelkan punggung telapak tangan suaminya ke keningnya. Selesai bersalaman, Pak Budi pun mencium perut istrinya yang sedang hamil.

  "Dedek yang tenang ya sama Ibu! Bapak mau berangkat kerja dulu!" Ucapnya sambil mengelus-elus perut istrinya. Istrinya pun tersenyum bahagia melihatnya. Lalu Pak Budi berjalan menuju teras depan rumah. Sedangkan istrinya mengikuti dibelakangnya.

  "Naufal, ini uang sakumu! Sama ditabung, jangan buat jajan semuanya!" Ucap ibunya Naufal sambil memberikan selembar uang seribuan.

  "Baik Bu." Balas Naufal menerima uang itu dan menaruhnya kedalam saku bajunya. Naufal pun bersalaman dengan ibunya.

  "Assalamu'alaikum." Salamnya.

  "Wa'alaikumsalam." Jawab ibunya.

  "Berangkat dulu Bu. Assalamu'alaikum." Salam Pak Budi.

  "Wa'alaikumsalam. Oh ya, nanti malam pulangnya mampir beli ayam bakar yang biasanya ya Pak. Ibu ngidam nih Pak! Sudah lama nggak makan ayam bakar." Pintanya.

  "Iya Bu." Balasnya.

  Pak Budi dan Naufal pun naik keatas motor yang sudah terlihat cukup tua dimakan waktu. Setelah menyalakan mesinnya, Pak Budi pun menginjak pedal gigi dan menarik gasnya dengan kuat. Mereka pun pergi meninggalkan rumah menuju sekolahannya Naufal.

  Begitu sampai didepan gerbang sekolah dasar tempat Naufal bersekolah, anak kelas 1 SD itu pun turun dari atas motor. Sebelum masuk kedalam sekolahnya, seperti biasanya Naufal tidak lupa untuk bersalaman dengan bapaknya. Setelah bersalaman ia pun berlari menuju kelasnya. Tanpa membuang waktu lagi, lelaki bernama lengkap Pak Budiawan itu kembali menginjak pedal gigi dan menarik gasnya dengan kuat. Seketika motor yang ia naiki kembali berjalan. Yang ditujunya ialah perusahaan textile tempat ia bekerja. Pak Budi sudah bekerja di perusahaan itu selama lebih dari lima tahun.

  Ketika jam dinding menunjukkan pukul 19.00 WIB, sebelum pulang Pak Budi serah terima pergantian shift dengan dua temannya yang bertugas shift malam. Ia pun pulang dengan temannya yang sama-sama bertugas shift pagi. Sebelum menuju rumahnya, tidak lupa Pak Budi menuju rumah makan lesehan langganannya untuk membelikan ayam bakar pesanan istrinya yang sedang mengidam.

  Ketika sampai didepan rumah makan lesehan itu, Pak Budi langsung memarkirkan motornya. Ia pun berjalan menuju kasir yang berada dibawah bangunan joglo itu. Terlihat rumah makan lesehan itu dipenuhi oleh para pengunjung yang sedang menikmati makan malam. Memang rumah makan itu terkenal dengan makanannya yang enak dan harganya yang relatif murah.

  "Mba, Saya pesan ayam bakar empat porsi! Dibungkus ya Mba!" Ucap Pak Budi ketika sampai didepan kasir.

  "Ada yang lainnya Pak?" Tanya kasir perempuan itu.

  "Itu aja Mba." Balasnya.

  "Baik Pak. Ayam bakar empat porsi. Jadi totalnya 40ribu!" Ucapnya. Mendengar ucapan kasir itu, Pak Budi pun mengeluarkan dompet yang berada didalam saku celananya bagian belakang. Belum sempat ia mengeluarkan uang dari dalam dompetnya, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya sebelah kanan. Pak Budi pun kaget sekali. Kepalanya langsung menengok kearah kanannya.

  "Budi!! Benarkah itu Kamu?" Tanya seorang laki-laki sebaya dengan Pak Budi. Namun penampilan sangat keren. Lelaki berkulit putih itu memakai sebuah kaos berkerah berwarna biru dan abu-abu dengan motif garis-garis. Pada bagian bawahnya, kaosnya dimasukkan kedalam celana jeans panjang berwarna biru.

  "Maaf siapa ya?" Tanya Pak Budi mencoba mengingat-ingat. Namun belum juga ia mengenalinya.

  "Ini Aku Frans!" Seru lelaki yang rambutnya disisir kebelakang itu.

  "Frans Hartawan teman sebangkuku di SMA 45?" Tanya Pak Budi dengan keras.

  "Betul sekali! Ternyata Kamu masih ingat namaku Bud!" Seru lelaki yang bernama Frans. Sontak mereka pun langsung berpelukan dengan erat. Senyum bahagia terpancar dari keduanya.

  "Bagaimana kabarmu Frans? Kulihat penampilanmu keren banget! Seperti sewaktu masih sekolah jadi idola cewek-cewek!" Puji Pak Budi.

  "Penampilan itu yang utama Budiawan! Walaupun umur Kita sudah tidak muda lagi, tapi Kita harus tetap menjaga penampilan Kita. Oh ya, lebih baik Kita ngobrol sambil duduk Bud!" Balasnya. Mereka pun duduk ditempat yang masih kosong.

  "Frans, Kamu kan anak orang kaya! Jadi, untuk mencukupi kebutuhan penampilanmu, Kamu tidak kekurangan. Sedangkan Aku untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari aja kadang ngutang teman!" Ucapnya.

  "Tapi keadaanku tidak lagi seperti dulu Bud! Bokapku masuk penjara kasus korupsi di perusahaannya. Ibuku sakit-sakitan dan meninggal tiga tahun yang lalu. Sedangkan Aku sudah bercerai dua tahun yang lalu. Setahun selepas ibuku meninggal." Cerita Frans mencoba untuk bersikap tegar.

  "Sorry ya Frans! Aku jadi membuatmu sedih! Soalnya Aku tidak tahu semua kejadian yang telah menimpa dirimu. Kita kan terakhir jumpa 10 tahun yang lalu, sewaktu reunian." Balas Pak Budi menepuk pundak kiri Frans.

  "Santai aja Bud! Kaya Kamu nggak mengenalku aja!" Ucapnya.

  "Iya, Kamu dulu kan paling bandel di kelas! Sering telat, tidur di kelas, nggak ngerjain PR! Pokoknya kalau mengingat tingkah lakumu, mungkin menghabiskan satu novel!" Canda Pak Budi tertawa lebar.

  "Bisa aja Kamu Bud! Oh ya, sekarang Kamu kerja dimana? Kulihat Kamu memakai seragam satpam!" Tanya Frans.

  "Di PT. Textile Gemilang Sentosa di daerah Tanjung Priok." Balasnya.

  "Sudah berapa lama Kamu kerja disitu Bud?" Tanyanya lagi.

  "Lima tahun lebih Frans. Kamu sekarang kerja dimana?" Budi tanya balik.

  "Ada usaha kecil-kecilan. Oh ya, Aku minta nomor handphonemu!" Pinta Frans. Mendengar ucapan sahabat lamanya, Pak Budi langsung mengeluarkan handphone miliknya yang berada disaku bajunya. Dia pun memberikan nomor miliknya kepada Frans.

  "Oke! Aku missed call ya!" Frans pun memanggil nomor telepon Budi. Lalu kembali memutuskan panggilan.

  "Itu nomorku. Kalau Kamu membutuhkan pekerjaan, hubungi aja Aku Bud! Sebagai sahabat lama, Aku akan membantumu! Oh ya, Aku harus buru-buru pergi nih! Ada urusan penting! Sampai bertemu lagi Bud!" Ucapnya.

  "Iya Frans!" Balas Pak Budi melamun melihat Frans pergi menuju kasir.

  "Meja nomor lima totalnya berapa Mba? Sekalian sama bayar pesanan kawanku!" Tanya Frans ketika berdiri didepan kasir.

  "27 ribu ditambah 40 ribu. Totalnya jadi 67 ribu Pak." Jawabnya. Mendengar jawaban kasir itu, Frans pun mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dari dalam dompetnya, dan memberikannya kepada kasir itu.

  "Kembaliannya ambil aja Mba." Ucapnya.

  "Terima kasih banyak Pak!" Balas kasir itu tersenyum manis.

  "Iya." Balas Frans. Ia pun melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil yang berada dibagian depan rumah makan tersebut. Dari kejauhan, Pak Budi berdiri melihat kepergian sahabat lamanya itu, menggunakan sebuah mobil mewah berwarna merah. Budi pun berdecak kagum dengannya. Setelah mobil Frans hilang dari pandangannya, Budi berjalan menuju kasir.

  "Maaf Mba! Tadi belum sempat bayar!" Ucap Budi sambil berusaha mengambil dompet dari saku celananya bagian belakang.

  "Pesanan Bapak sudah dibayarkan oleh Pak Frans! Ini pesanannya sudah jadi Pak!" Balasnya.

  "Sudah dibayar Pak Frans?" Tanya Pak Budi terkejut mendengarnya. Ia pun kembali memasukkan dompetnya kedalam saku celananya.

  "Benar sudah dibayar Pak." Jawabnya.

  "Oh ya, kok Mba bisa tahu nama sahabatku?" Tanya Budi heran.

  "Oh, jadi Pak Frans adalah pelanggan setia rumah makan ini! Hampir seminggu sekali beliau datang kesini!" Jawabnya.

  "Oh jadi begitu. Ya sudah, terima kasih Mba." Ucapnya.

  "Sama-sama Pak." Balasnya. Dengan perlahan Pak Budi berjalan menuju parkiran motor dengan membawa plastik hitam berisi ayam bakar. Setelah membayar kepada penjaga parkiran, Pak Budi bergegas menyalakan mesin motornya. Setelah menginjak pedal giginya, Pak Budi menarik gasnya dengan perlahan. Didalam perjalanan menuju rumahnya, Pak Budi memikirkan kawan lamanya bernama Frans, yang baru saja dijumpainya.

PHK

Begitu sampai didepan rumah, Naufal yang sedang belajar di ruang tamu langsung bergegas membuka pintu depan rumahnya.

"Bapak kok baru pulang? Naufal sudah lapar nih!" Seru Naufal ketika melihat bapaknya menghampirinya.

"Maafin Bapak ya Fal! Soalnya tadi Bapak ketemu teman lama Bapak! Ini ayam bakarnya!" Ucap Pak Budi sambil memberikan plastik hitam berisi ayam bakar kepada Naufal.

"Terima kasih Pak!" Ucap Naufal sambil menerima plastik itu dengan gembira. Ia pun lari kearah dapur. Melihat tingkah laku anaknya, Pak Budi tersenyum bahagia. Ia pun masuk kedalam rumahnya.

"Assalamu'alaikum." Salamnya.

"Wa'alaikumsalam." Balas istrinya yang sedang melipat pakaian yang habis dijemur. Perempuan duduk diatas tikar didepan TV bersama adiknya Naufal yang bernama Aldi. Mengetahui bapaknya sudah pulang, Aldi pun berlari dan memeluk tubuh bapaknya.

"Bapak! Aldi kangen Bapak!" Teriaknya.

"Iya Dek Aldi! Bapak juga kangen Dek Aldi! Tadi pagi waktu Bapak berangkat, Dek Aldi masih tidur." Ucapnya sambil mengelus-elus rambut anaknya yang hitam dan lebat.

"Kan Aldi masih ngantuk Pak! Bapak sih berangkat kerjanya kepagian!" Balasnya.

"Kalau Bapak nggak berangkat pagi nanti Bapak telat, terus dimarahin yang punya pabrik dong!" Ucapnya.

"Oh iya!" Balasnya tersenyum manis.

"Sana Dek, cuci tangan terus makan sama ayam bakar!" Pintanya.

"Asyik makan sama ayam bakar!" Serunya. Aldi pun berlari menuju dapur.

"Bapak sudah makan?" Tanya istrinya Pak Budi.

"Belum Bu. Oh ya Bu! Tadi ayam bakarnya dibayarin teman SMA Bapak! Nggak sengaja Kita bertemu!" Ucapnya.

"Alhamdulillah kalau begitu. Baik juga teman Bapak itu." Balasnya.

"Iya. Dia dulu teman sebangkuku. Bapaknya orang Jerman. Ibunya asli Garut. Tapi temanku yang bernama Frans itu cerita, katanya Bapaknya masuk penjara kasus korupsi di perusahaannya. Sedangkan ibunya sudah meninggal. Dia sendiri sudah bercerai dengan istrinya." Cerita Pak Budi.

"Kasihan sekali nasib temanmu Pak." Ucapnya.

"Iya. Tapi kulihat tadi Dia penampilannya sangat keren lho! Bapak juga lihat Dia naik mobil mewah!" Balasnya.

"Ya mungkin saja teman Bapak itu sudah sukses! Walaupun Kita hidup pas-pasan yang penting Kita selalu bersyukur masih diberi kesehatan dan bisa makan setiap hari." Nasihat istrinya.

"Iya istriku!" Balasnya. Tiba-tiba muncul Naufal dan Aldi sambil membawa piring berisi nasi dan ayam bakar.

"Habisin makannya ya anak-anakku!" Pinta Pak Budi.

"Iya Pak." Jawab Naufal dan Aldi berbarengan.

"Ayo Kita makan dulu Pak!" Ajak istrinya.

"Iya Bu. Bapak ganti pakaian dulu." Balasnya. Pak Budi pun berjalan menuju kamarnya. Selesai berganti pakaian, ia menuju ke dapur untuk mencuci tangan. Ia pun mengambil nasi dan ayam bakar yang dibelinya. Lalu menyusul istri dan kedua anaknya yang berada didepan TV.

Pagi itu seperti biasanya, setelah berpakaian dan sarapan pagi, Pak Budi berangkat bekerja bersama Naufal, anak sulungnya. Sesampainya di pabrik tempat ia bekerja, Pak Budi tidak mempunyai firasat apa-apa. Seperti hari-hari sebelumnya, ia bekerja dengan lancar dan berjalan dengan baik. Namun ketika jam dinding menunjukkan pukul empat sore, tiba-tiba saja ia dipanggil untuk menemui bagian HRD manager. Pak Budi pun bertanya-tanya dalam hati. Perasaannya mendadak berubah menjadi tidak tenang. Namun ia tetap menemui atasannya itu.

Tokkk...tokkk...tokkk...

"Silahkan masuk!" Seru seorang laki-laki dari dalam ruangan itu. Perlahan Pak Budi membuka pintu dihadapannya dan melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan tersebut.

"Selamat sore Pak!" Sapa Pak Budi dengan ramah pada lelaki yang duduk dibelakang meja.

"Selamat sore. Apakah saudara Pak Budiawan?" Tanya laki-laki itu basa-basi. Padahal pada bajunya bagian dada kanan terdapat nama Budiawan.

"Betul Pak." Jawabnya.

"Silahkan duduk Pak!" Perintahnya.

"Terima kasih Pak." Balasnya. Pak Budi pun duduk diatas kursi didepan meja.

"Bagaimana kabarnya Pak?" Tanya HRD itu.

"Alhamdulillah baik Pak." Balasnya.

"Sebelumnya Saya mewakili pemilik PT. Textile Gemilang Sentosa ingin mengucapkan terima kasih banyak atas pengabdian Bapak selama lebih dari lima tahun. Tapi dengan sangat berat hati, Saya harus mengatakan kepada Pak Budiawan. Kalau mulai besok Bapak tidak lagi berkewajiban untuk bekerja di perusahaan ini." Katanya.

"Maksudnya Saya dipecat Pak?" Tanya Pak Budi seolah tidak percaya.

"Betul Pak. Tentunya Bapak sudah tahu keadaan pabrik textile ini, sekarang sedang mengalami penurunan produksi yang sangat drastis. Oleh sebab itu, perusahaan tidak ingin lagi mengalami kerugian berbulan-bulan secara terus-menerus. Pak Budiawan pasti sudah tahu sendiri, tiga bulan terakhir banyak karyawan yang di PHK. Baik yang masih status kontrak maupun yang sudah karyawan tetap." Jawabnya.

"Tapi kenapa harus Saya yang harus dipecat Pak? Kan masih ada tiga orang satpam lagi! Apa karena kerjaan Saya tidak sebagus mereka?" Tanya Pak Budi dengan muka sayu.

"Kerja Pak Budiawan selama ini sangat bagus! Disiplin, jarang sekali telat masuk, rajin bekerja juga. Tapi kenapa Pak Budiawan yang di PHK? Itu karena Dua satpam yang lain lebih lama mengabdi di perusahaan ini. Pak Idris juga di PHK. Jadi tidak hanya Bapak! Satpam yang di PHK." Jawabnya mencoba menenangkannya.

"Tapi istri Saya sebentar lagi mau lahiran Pak! Bagaimana jadinya kalau Saya tidak bekerja?" Ucap Pak Budi sedih.

"Tenang saja Pak! Bapak akan mendapatkan uang pesangon dari perusahaan, yang bisa dicairkan bulan depan." Balasnya.

"Apa tidak bisa dicairkan bulan ini Pak? Soalnya Saya butuh biaya buat lahiran anak Saya." Tanyanya.

"Mohon maaf kalau bulan ini belum bisa Pak. Saran Saya Bapak mencari pekerjaan ditempat lain. Saya doakan semoga Bapak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sini. Oh ya, kalau gaji bulan ini sudah ditransfer ke rekening Bapak." Balasnya.

"Ya sudah kalau memang begitu adanya. Saya pamit dulu Pak." Ucap Pak Budi dengan berlinang air mata. Tangan kanannya mengajaknya bersalaman.

"Kami mengucapkan mohon maaf apabila keadaan ini membuat Bapak kaget dan bersedih." Balas lelaki itu sambil menyambut tangan kanan Pak Budi. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Pak Budi melepaskan pegangan tangannya. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan HRD.

Dengan berjalan seperti tanpa tenaga, Pak Budi menuju motornya diparkirkan. Setelah menyalakan mesin motornya, ia pun bergegas pergi meninggalkan perusahaan yang sudah lebih dari lima tahun sebagai tempat untuk mencari nafkah. Sambil mengendarai motornya, Pak Budi melihat jam tangan yang berada ditangan kirinya. Jarum jam menunjukkan pukul 04.51 WIB. Karena Pak Budi biasa pulang jam kerja pukul 7 malam, ia pun memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumahnya.

Didepan sebuah warteg, Pak Budi menghentikan laju motornya. Ia pun masuk kedalam warung makan tersebut.

"Bu, kopi hitam satu!" Serunya.

"Iya Pak." Balas pemilik warung. Tidak berapa lama, kopi hitam pesanannya telah selesai dibuat.

"Ini Pak kopinya." Ucap ibu-ibu pemilik warteg.

"Makasih Bu." Balasnya.

"Sama-sama Pak. Baru pulang kerja Pak?" Tanyanya.

"Iya." Balasnya dengan datar. Pak Budi pun meminum sedikit kopi hitam dihadapannya. Tiba-tiba ia ingat akan kawan lamanya yang bernama Frans. Pak Budi pun bergegas mengambil handphone dan menelponnya. Tidak menunggu lama, Frans pun mengangkat panggilan teleponnya.

"Halo Bud! Gimana nih kabarnya?" Sapa Frans.

"Kurang baik nih Frans!" Balasnya.

"Kurang baik gimana?" Tanya Frans kaget.

"Pabrik tempat Aku kerja kan beberapa bulan terakhir mengalami pailit. Nggak disangka, sekarang Aku ikut jadi korbannya. Tadi Aku dipanggil oleh HRD dan Dia bilang kalau Aku dipecat!" Jawabnya.

"Berarti memang sekarang waktunya Kamu ikut kerja denganku! Bukannya merendahkanmu ya! Tapi dari pada kerja jadi satpam di pabrik terus kan nggak ada kemajuan! Betul nggak Bud?" Tanya Frans.

"Iya sih Frans. Nyatanya sudah lima tahun Aku kerja di pabrik itu. Tapi hidup cuma begini-begini aja!" Balasnya.

"Apalagi katamu kemarin, istrimu bentar lagi mau lahiran kan?" Tanyanya.

"Iya nih Frans! Rasanya kepalaku kaya mau pecah! Makanya Aku belum berani pulang sebelum jam pulang kerja kaya biasanya." Balasnya.

"Ya sudah sekarang Kamu santai aja Bud. Tenang! Ada Aku yang akan menolongmu! Kalau begitu nanti jam enam Kita ketemuan gimana? Kita nongkrong-nongkrong! Kan kemarin cuma ketemu sebentar! Tenang aja, jangan khawatir. Aku yang traktir!" Ajaknya.

"Dimana Frans?" Tanyanya.

"Di cafe hitam putih, di daerah Cempaka Putih!" Balasnya.

"Oke deh Frans! Entar jam enam kurang Aku kesana!" Balasnya.

"Ya sudah, sampai ketemu nanti ya Bud!" Ucapnya.

"Iya Frans." Balasnya. Budi pun memutuskan panggilan teleponnya. Lalu meminum kopi hitam dihadapannya. Setelah menghabiskan kopinya, Pak Budi pun membayarnya.

"Berapa Bu?" Tanyanya.

"Dua ribu." Balasnya. Pak Budi pun memberikan selembar uang kertas dua ribuan. Lalu ia beranjak pergi menuju motornya diparkirkan. Dia pun bergegas menuju tempat yang dijanjikan oleh Frans untuk bertemu dengannya.

Sekitar 40 menit berlalu. Perjalanan yang penuh dengan kemacetan jalanan ibukota di sore hari, akhirnya berhasil Pak Budi lalui. Ia pun telah sampai didepan kafe hitam putih. Sebuah kafe yang dindingnya berwarna hitam dan putih. Tidak hanya itu, meja dan kursinya pun berwarna hitam dan putih.

Setelah memarkirkan motornya, Pak Budi yang masih memakai seragam satpam namun dilengkapi dengan jaket kulit, akhirnya masuk kedalam kafe tersebut. Ia pun berjalan menuju kasir.

"Mba, es lemon tea satu!" Ucapnya.

"Baik Pak." Balasnya. Lalu Pak Budi menuju salah satu meja yang belum ada pengunjungnya. Pak Budi memilih meja yang berada didepan sebelah kanan. Sambil menunggu datangnya sahabat lamanya itu, Pak Budi memperhatikan jalanan yang penuh dengan kendaraan yang berjalan merambat pelan.

Setelah menunggu sekitar 10 menit, Pak Budi melihat jam tangannya. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 06.10 WIB. Pak Budi meminum es lemon tea pesanannya yang belum lama berada dihadapannya.

Karena Pak Budi sudah mulai tidak sabar, ia pun menelpon Frans. Dan Frans langsung mengangkatnya.

"Halo Frans! Sekarang Kamu dimana? Aku sudah sampai dari tadi nih, di cafe hitam putih!" Ucapnya.

"Aku lagi di jalan nih Bud! Soalnya jalanan macet Bud! Tapi Aku sudah dekat kok! Paling 10 menit lagi sampai!" Jawabnya.

"Ya sudah, Aku tunggu!" Ucapnya.

"Oke Bud!" Balas Frans. Budi pun memutuskan panggilan teleponnya.

Pekerjaan Baru

Seperti yang dikatakan oleh Frans, sekitar 10 menit berlalu, sebuah mobil sedan berwarna biru masuk ke parkiran yang berada didepan kafe hitam putih. Tidak berapa lama, seorang laki-laki berwajah tampan dan berkulit putih turun dari atas mobil. Begitu melihat wajah laki-laki itu, Pak Budi langsung terkejut melihatnya.

"Itu Dia Frans! Tapi kok mobilnya beda dari yang kemarin?" Tanyanya dalam hati.

Frans pun berjalan kedalam kafe tersebut. Ketika ia baru saja menginjakkan kakinya didalam kafe itu, Pak Budi bergegas memanggilnya.

"Frans!" Serunya. Mendengar seseorang memanggilnya, Frans langsung menengok kearah kiri. Ia melihat kawan lamanya itu, tengah melambaikan tangan kanannya keatas. Frans pun tersenyum dan bergegas menghampirinya.

"Sorry ya Bud, sudah nunggu lama!" Ucapnya. Frans pun bersalaman dengan Pak Budi.

"Santai aja Frans!" Ucap Pak Budi sambil melepaskan tangannya. Ia pun kembali duduk. Sedangkan Frans duduk dihadapannya.

"Kamu mau makan apa Bud?" Tanyanya.

"Ngikut aja!" Balasnya.

"Mba!" Seru Frans memanggil pelayan kafe.

"Ada yang bisa dibantu Pak?" Tanyanya.

"Saya mau pesan beef steak dua! Minumnya orange jus dua." Balasnya.

"Baik Pak. Mohon ditunggu ya." Ucapnya. Pelayan itu pun pergi meninggalkan Frans.

"Jadi Kamu barusan dipecat Bud?" Tanyanya.

"Iya Frans. Sebenarnya Aku sudah tahu pabrik tempat Aku kerja sudah bangkrut sekitar tiga bulan terakhir. Tapi Aku pikir Aku nggak akan dikeluarkan karena Aku sudah cukup lama kerja disitu." Balasnya.

"Tapi untung Kamu sebelum dipecat, kemarin nggak sengaja bertemu denganku. Itu artinya Kamu ditakdirkan untuk bekerja denganku." Ucapnya.

"Aku penasaran sebenarnya apa bisnis yang sedang Kamu geluti, Frans? Kulihat tadi Kamu pakai mobil sedan biru. Kemarin pakai SUV merah." Tanyanya.

"Tapi Kamu jangan kaget ya, kalau Aku mengatakan apa pekerjaanku." Balasnya.

"Iya!" Serunya.

"Aku menjadi seorang gigolo." Bisik Frans dengan sangat perlahan.

"Apa??? Yang benar Frans???" Tanya Pak Budi dengan keras. Membuat beberapa pengunjung yang lain melihat kearahnya.

"Buat apa Aku bohong sama Kamu, Bud. Gimana, Kamu mau kan ikut kerja seperti diriku?" Tanyanya.

"Aku nggak mau mencari uang dengan cara seperti itu, Frans. Aku masih bisa mencari pekerjaan yang halal." Balasnya.

"Pekerjaan apa Bud? Kamu mau kerja sama orang, yang gajinya tidak mampu merubah nasibmu Bud? Contohnya Kamu sudah mengalami sendiri. Lebih dari lima tahun Kamu mengabdi kepada perusahaan tempatmu kerja. Tapi apa balasan perusahaan kepadamu sekarang? Mereka membuangmu seperti sampah tidak berguna. Mereka tidak ingat pengabdianmu selama ini." Ucap Frans berusaha mempengaruhi sahabatnya itu.

"Iya memang benar yang Kamu katakan Frans. Tapi Aku masih takut dosa, Frans!" Balasnya.

"Bukankah Tuhan Maha Pengampun dosa-dosa hambaNya? Kamu kan masih muda, tampan, dan gagah! Sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan kelebihan yang ada pada dirimu Bud. Kalau sudah tua dan keadaan tidak seperti sekarang lagi, baru deh Kamu bertobat dan mencari rizki yang halal." Ucapnya meyakinkan Pak Budi.

"Terus bagaimana kalau istriku tahu?" Tanya Pak Budi dengan cemas.

"Ya jangan sampai tahu dong Bud! Bilang aja kalau Kamu sekarang kerjanya shift malam terus." Balasnya.

"Oke deh! Aku mau ikut kerja bareng Kamu!" Ucapnya.

"Begitu dong dari tadi! Besok malam Kita ketemuan di diskotik bintang-bintang di daerah Menteng. Kalau shift malam, Kamu biasa berangkat kerja jam berapa Bud?" Tanyanya.

"Jam tujuh." Balasnya.

"Ya sudah besok Kita ketemuan jam tujuh! Tenang aja Bud! Ak punya banyak kenalan pelanggan. Entar Kamu Aku kenalin deh sama mereka." Ucapnya.

"Oke. Makasih ya Frans. Kamu sudah mau membantuku mendapatkan pekerjaan." Katanya.

"Nggak usah dipikirkan Bud! Sebagai kawan lamamu, Aku nggak akan tega membiarkanmu menderita." Balasnya. Tiba-tiba seorang waiters datang membawa pesanan Frans.

"Ayo Kita makan dulu Bud!" Pintanya. Mereka pun menikmati makan malam bersama.

Selesai menghabiskan makanan dan minumannya, Frans dan Pak Budi beranjak dari tempat duduknya menuju kasir.

"Jadi total berapa Mba? Sama sekalian yang teman Saya pesan." Ucap Frans ketika berdiri didepan kasir.

"Total 117 ribu Pak." Jawabnya. Frans pun mengeluarkan dua lembar uang sebanyak 120 ribu.

"Kembaliannya ambil aja Mba." Ucap Frans sambil memberikan uangnya kepada kasir.

"Terima kasih banyak Pak." Ucapnya. Setelah selesai membayar, mereka berdua pun berjalan menuju parkiran.

"Sampai ketemu lagi besok malam ya Bud!" Ucapnya.

"Iya Frans." Balasnya. Budi pun berjalan menuju motornya. Setelah membayar jasa parkirnya, Ia bergegas pulang ke rumahnya.

"Assalamu'alaikum." Salamnya.

"Wa'alaikumsalam. Baru pulang Mas?" Tanyanya.

"Iya, tadi macet! Terus tadi ditraktir makan, sama Frans temanku yang kemarin bayarin ayam bakar. Anak-anak sudah tidur Bu?" Tanyanya.

"Sudah Pak. Oh jadi teman Bapak ngajak makan malam bareng?" Tanyanya.

"Iya Bu. Dari dulu memang Dia baik banget! Nggak pernah itung-itungan sama teman. Apalagi Aku sama Dia dulu akrab banget!" Jawabnya.

"Ibu bersyukur Bapak punya teman seperti Pak Frans. Kapan-kapan suruh main kesini Pak!" Pintanya.

"Iya. Kapan-kapan pasti akan Aku ajak kesini." Balasnya sambil berjalan menuju kamarnya.

Didalam kamarnya, Pak Budi melepaskan pakaian seragam satpam yang melekat ditubuhnya. Hanya memakai celana kolor, Pak Budi berjalan menuju kamar mandi. Terlihat dadanya yang besar walaupun belum berotot sepenuhnya.

Disaat Pak Budi sedang membasahi tubuhnya, istrinya membuatkan secangkir teh hangat dan menaruhnya diatas meja yang berada di ruang tamu.

"Minum teh dulu Pak! Biar badannya hangat." Ucap istrinya Pak Budi yang sedang berada di dapur, ketika ia melihat suaminya keluar dari dalam kamar mandi.

"Iya Bu." Balasnya. Pak Budi pun berjalan menuju kamarnya hanya menggunakan handuk berwarna merah.

Selesai berpakaian, Pak Budi menuju ruang tamu. Ia pun meminum teh hangat buatan istrinya. Tidak berapa lama istrinya datang membawa piring berisi pisang goreng dan menaruhnya diatas meja.

"Makan Pisang goreng Pak." Ucapnya.

"Pisang dari mana Bu?" Tanyanya.

"Tadi dikasih Bu Astuti." Jawabnya.

"Oh ya Bu! Tadi Bapak dipanggil oleh atasan. Katanya gajiku mau dinaikkan. Tapi mulai besok Bapak harus masuk malam terus!" Ucapnya. Lalu ia mengambil pisang goreng yang berada diatas piring.

"Alhamdulillah kalau begitu. Ibu sangat bersyukur dan senang sekali mendengarnya. Mungkin ini rizki calon anak Kita yang sebentar lagi akan lahir. Kalau masalah Bapak harus masuk malam terus, Ibu ikhlas Pak. Kan pagi sampai malam Bapak jadi di rumah juga." Balasnya tersenyum bahagia.

"Tapi kalau malam kan Ibu jadi tidur sendirian!" Ucapnya dengan perlahan.

"Nggak apa-apa Pak. Nggak usah dipikirkan. Kan ada calon anak Kita yang akan menemani Ibu." Jawabnya.

"Bapak bersyukur mempunyai istri sepertimu Bu. Kamu bukan cuma cantik, tapi Kamu begitu patuh dan taat kepada suami." Puji Pak Budi dengan berlinang air mata.

"Ibu juga sangat bersyukur mempunyai suami sepertimu Pak! Suami yang sangat mencintai dan menyayangi istri dan anak-anaknya, serta pekerja keras untuk menafkahi keluarganya." Balasnya.

"Sampai kapanpun Bapak selalu mencintaimu Bu!" Ucap Pak Budi. Air matanya seketika langsung menetes dipipinya.

"Ibu juga sampai kapanpun akan mencintai Bapak! Semoga Kita menjadi pasangan dunia akhirat ya Pak." Balasnya.

"Aamiin." Ucapnya.

"Tapi kok tumben Bapak bilang seserius dan seromantis ini? Biasanya nggak pernah! Terakhir kayaknya waktu Kita jadi pengantin baru." Katanya.

"Ya mungkin gara-gara tadi baru ketemu Frans. Jadi Bapak ketularan ingin gombalin Ibu. Soalnya Frans itu sewaktu sekolah dulu, Dia orangnya playboy." Ucapnya.

"Oh bisa jadi Bapak ketularan." Balas Ibu tertawa. Pak Budi pun ikut tersenyum kecut.

"Tidur yuk Bu! Bapak sudah ngantuk nih!" Ajaknya.

"Ya Pak. Ibu juga sudah ngantuk." Balasnya.

Kemudian Pak Budi bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Sedangkan istrinya membawa cangkir kotor dan piring berisi pisang goreng ke dapur. Tidak berapa lama, ia berjalan menuju kamarnya menyusul suaminya.

Seperti kesepakatan Pak Budi dan Frans, malam itu mereka mengendarai kendaraan masing-masing menuju diskotik bintang-bintang. Terlihat Pak Budi mengendarai motornya memakai seragam seorang satpam seperti hendak bekerja di perusahaan tempat ia kemarin bekerja. Hal itu ia lakukan untuk mengelabuhi istrinya.

Pada sebuah SPBU, Pak Budi menghentikan laju motornya. Ia pun bergegas menuju toilet. Didalam toilet ia berganti pakaian. Selesai berpakaian ia keluar dari dalam toilet. Terlihat Pak Budi kin memakai kemeja bermotif kotak-kotak. Sedangkan bagian bawahnya ia memakai celana jeans panjang berwarna biru. Setelah membayar jasa toilet, Pak Budi kembali menuju motornya dan bergegas menuju tempat yang menjadi tujuannya.

Sekitar 40 menit berlalu, akhirnya Pak Budi sampai didepan diskotik bintang-bintang. Sebuah tempat yang sangat asing bagi dirinya. Seumur hidupnya Dia baru pertama kali menginjakkan kakinya ditempat seperti itu. Setelah memarkirkan motornya, Pak Budi pun menelpon Frans. Frans pun langsung mengangkatnya.

"Hallo Bud! Kamu sudah sampai mana?" Tanyanya.

"Aku sudah diparkirkan nih! Kamu dimana Frans?" Budi tanya balik.

"Aku sudah sejak tadi didalam Bud! Kamu langsung masuk aja ya!" Balasnya.

"Iya Frans." Ucapnya. Pak Budi pun memutuskan panggilan teleponnya. Dengan sedikit ragu-ragu, ia berjalan menuju pintu bagian depan diskotik yang berukuran tidak begitu lebar.

Begitu menginjakkan kakinya didalam diskotik, Pak Budi seperti katak baru keluar dari tempurung. Dia melihat pemandangan yang belum pernah dilihatnya dengan mata kepala sendiri.

Pak Budi melihat didalam diskotik suasananya sangat ramai. Banyak sekali pengunjung yang datang. Banyak yang sedang duduk diatas kursi sambil menikmati minuman alkohol. Banyak pula yang tengah berjoget dibagian tengah diskotik, diiringi dengan musik yang asyik untuk berjoget dan lampu kelap-kelip. Semua terlihat gembira seperti tanpa masalah menyelimuti dirinya.

Pak Budi terus berjalan dengan perlahan sambil matanya melihat kearah kanan dan kiri. Sekitar 15 meter ia berjalan, tiba-tiba seseorang memanggilnya.

"Budi...!"

Mendengar seseorang memanggilnya dari sebelah kiri, Pak Budi pun bergegas menengok kearah kiri. Ia melihat Frans sedang duduk didepan meja barista sambil tersenyum dan melambaikan tangannya. Pak Budi pun langsung menghampirinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!