Metamorfosa Rasa (My Glyn)
...🦋 Welcome to MR story 🦋...
...~ Happy Reading ~...
...___________________...
...*...
...*...
...*...
Alvino
Mengawali sebuah kisah dengan orang baru, memang tidaklah mudah. Banyak yang mengatakan, lebih baik jatuh berkali-kali lalu bangkit lagi, tetapi dengan orang yang sama. Mengapa? Ya, karena memulai kisah dengan orang baru, butuh waktu yang tidak sebentar.
Hebatnya, seindah apapun orang baru, tetap saja orang lama akan selalu jadi pemenang. Realitanya sih, begitu. Hal ini yang tengah dirasakan Alvino.
Tidak tahu kedepannya bagaimana, dan akan seperti apa nanti. Namun, untuk sekarang ini, setelah enam bulan yang sudah terlewati, Alvino masih terkungkung dalam kuatnya kenangan bersama sang mantan kekasih. Wanita itu masih saja bertakhta dalam hati lelaki tampan berlesung pipi ini. Dia masih saja menjadi pemenang yang menguasai seluruh hidup Alvino.
Tidak seorang pun yang mampu menggeser posisinya dalam hati Alvino. Dia masih saja yang terindah. Masih saja jadi the one and only.
Hari-hari yang Alvino lewati, hanyalah tentang upaya untuk membunuh rasa cintanya. Namun, ujungnya tetaplah gagal yang ia peroleh.
Lelaki tampan itu bahkan kerap menghabiskan waktu di kantor. Berkutat dengan pekerjaan, hanya untuk menepikan sedikit saja ingatan tentang wanita di masa lalunya.
Alvino akan pulang tengah malam, dan kembali pergi pagi-pagi buta. Ada kalanya, ia tidak berniat untuk pulang sama sekali. Ini berbeda dengan kebiasaan dia dulu, yang identik dengan wanita dan dunia malam. Sedikit hal yang disyukuri dari banyaknya kebiasaan buruk lelaki berlesung pipi ini.
Pulangnya Alvino ke rumah, mungkin bisa dikatakan formalitas belaka. Bahwasanya ia adalah pria beristri, yang sebentar lagi akan bermetamorfosa menjadi seorang ayah. Ini semacam pencitraan. Sebagai seorang pemimpin perusahaan, ia harus bisa menjaga image dengan baik, bukan?
Enam bulan yang lalu, ia telah resmi menikahi seorang gadis yang sama sekali tidak ia cintai. Hal ini diumumkan dengan bangga oleh ayahnya sendiri. Pria tua itu tidak ingin identitas menantu dan calon cucunya ditutup-tutupi.
Namun, hal itu khusus hanya di lingkungan perusahaan mereka. Identitas keluarga ini kerap di-backup dari dunia luar. Semua itu demi kenyamanan dan keamanan keluarga besar Dharmawan. Alvino pun mematuhi saja semua keinginan sang ayah, hanya untuk sebuah harga diri. Jangan sampai stiker pecundang itu menempel pada pakaiannya.
Alvino tak menyadari bahwa apa yang ia lakukan, tidak akan berjalan mulus tanpa pengorbanan sebuah hati yang tulus bukan? Sayangnya, ia tidak mau tahu sama sekali akan hal itu, bahwa sebenarnya yang Rossa lakukan, adalah bentuk dukungan dari seorang istri.
Perjalanan enam bulan ini, tidak pernah sekali pun Alvino melirik istrinya. Seperti hari ini, ia pergi begitu saja tanpa salam atau sekedar sapaan basa-basi. Lagi-lagi, Rossa menikmati kekecewaan untuk yang kesekian kali.
"Ini masih terlalu pagi, Vin." Seperti biasa, sang ibu akan selalu menegurnya. "Sarapan dulu napa? Kasian istrimu sudah susah payah bangun pagi buat masak," ucap ibu. Namun, Alvino tidak menggubris.
"Lain kali saja, Mi. Vino bisa sarapan di kantor," ucapnya lalu segera melangkah pergi.
Rossa menarik nafas dalam-dalam. Menghirup kekecewaan yang kembali menjadi sarapannya pagi ini.
"Mami minta maaf untuk semua sikapnya. Jangan dimasukin ke hati yah, Sayang! Suatu saat dia akan berubah, kok. Percayalah!"
Wanita paruh baya itu selalu ada di sampingnya setiap saat. Tidak hanya sebatas status mertua saja, wanita cantik berusia senja ini benar-benar mendedikasikan diri menjadi sosok ibu yang luar biasa untuk Rossa. Kasih sayangnya makin hari kian bertambah untuk sang menantu.
Gadis itu tersenyum maklum seperti biasa. "Gak papah, Mi. Rossa udah biasa kok."
Rasanya, gadis itu ingin sekali menangis, tetapi ia adalah ahli dalam menyembunyikan rasa. Membohongi diri sendiri dan orang lain, sudah lumrah baginya.
Ibu dari pria dingin itu menunduk, dan mengelus perutnya yang sudah membesar.
"Halo, sayangnya oma, sehat-sehat yah di dalam sana. Jangan dengerin kata-kata papi kamu! Dia nanti oma hukum." Tangan tua yang mulai mengeriput, membelai lembut perut menantunya.
Di usia kehamilan Rossa yang sudah memasuki minggu ke 26, ia semakin banyak mendapat perhatian dari kedua mertuanya. Namun, tidak sama sekali dengan Alvino.
Hampa bukan? Jelas saja! Sebanyak apapun perhatian dari yang lain, siapapun dia orangnya, jika itu bukan dari suami sendiri, semua tak berarti.
Lelaki itu sibuk melampiaskan rindu yang tak lagi bertuan, dengan berkedok pekerjaan. Sementara Rossa sibuk mendesain hati seindah mungkin di setiap waktu. Ia sibuk merapikan jiwa yang setiap hari diguncang kepahitan berskala besar, dengan kedalaman kekecewaan yang tak terukur.
Rossa
Support sistem terbaik saat seseorang sedang dalam masa-masa down, hanyalah diri sendiri. Orang lain tidak akan memahami kita sebaik diri kita sendiri.
Konon, semangat dari orang-orang terdekat adalah yang paling penting. Iya sih, memang benar. Tidak ada yang salah dengan itu. Banyak fakta membenarkannya malah. Namun, bagi sebagian kecil orang, semangat itu harus lahir dari diri sendiri. Dukungan dari dalam jiwa sendiri itu yang utama.
Bayangkan, bila seantero jagad raya menyemangati dirimu, tapi kamu tetap merasa sakit, di sinilah hati yang berperan untuk mengolah jiwamu.
Kata-kata orang, hanya menyenangkan untuk sesaat. Ketika dalam kesendirian, sakit itu akan kembali menari di dalam luka. Namun, semuanya tidak akan terjadi jika hati kita tidak mengizinkan.
Sama halnya dengan Rossa. Setiap saat dia mendapatkan perhatian dan dukungan dari sang mertua. Dia akan tersenyum di depan, dan kembali menangis di belakang. Tiada hari tanpa kepura-puraan dalam hidupnya. Pura-pura bahagia, dan itu berat.
Apalagi dengan tidak ada aktivitas yang bisa mengalihkan perhatiannya. Tidak hanya sakit, tapi kejenuhan pun kerap membelitnya kencang. Menggunakan alasan kehamilan, semua ruang gerak Rossa dipersempit dan dipantau setiap saat.
Rumah mega bak istana dengan segala kemewahan di dalamnya, tidak lantas memberi Rossa kepuasan dan kebahagiaan. Tak jarang, ia merindukan suasana hangat di rumah sederhana yang ia tempati dulu, bersama dua orang kesayangannya.
Perasaan itu selalu terdeteksi di mata sang mertua. Berbagai hal ia lakukan untuk menghibur dan meyakinkan menantunya, bahwa everything is gonna be alright.
Selama enam bulan di kota ini, tidak ada tempat lain yang menjadi persinggahannya. Tempat yang ia datangi, hanyalah mall dan rumah sakit. Tidak ada orang lain yang ia kenali, hanya orang-orang rumah dan dokter kandungannya saja. Benar-benar keasingan yang hakiki.
Sampai akhirnya semua kebiasaan monoton itu sedikit mulai berubah, ketika ia diajak sang mertua untuk makan siang di luar, sekedar mengusir kebosanan dia saja. Dari sinilah, ia mulai diberi sedikit ruang kebebasan oleh sang mertua.
"Sudah siap?" tanya mertuanya, dan Rossa menjawab dengan anggukan kecil.
"Ayo, Sayang!" Menuntun tangan menantunya lembut menuju mobil yang sudah disiapkan sopir.
Begitu tiba di sebuah restoran yang memang sudah dijamin kehigenisan di dalam sana, ibu mertuanya lalu memesan makanan sesuai keinginan Rossa. Tidak sulit bagi bumil yang satu ini soal urusan makan.
Selama menunggu pesanan, dua wanita berbeda generasi itu membunuh waktu dengan obrolan ringan seputar kehamilan Rossa.
Tanpa disadari, ada sepasang mata cantik dengan bulu mata yang lentik, memandang Rossa begitu lekat. Bergantian ia menatap wajah dan perut besar Rossa.
Hal itu sudah berlangsung sejak Rossa melangkah masuk dari depan sana. Mata indah itu seolah tidak lelah untuk memandangi objek di depannya. Hingga pesanan menantu dan mertua itu datang, mereka lalu makan bersama. Sampai acara makan siang itu selesai pun, sepasang mata indah di sana masih setia tertuju pada Rossa.
Mata itu baru mau berhenti, saat Rossa sengaja menoleh ke arahnya dan melempar senyum santun. Wanita itu tersadar lalu memutuskan tatapan. Ia tersenyum kikuk dan langsung berdiri dari duduknya, berjalan sedikit terburu-buru menuju arah toilet.
Aneh!
Lima menit setelah itu, Rossa juga beranjak ke toilet. Langkanya tertahan di depan pintu, kala mendengar isak tangis kecil dari dalam. Bukannya penasaran, tapi karena kebelet, Rossa menerobos masuk tanpa berniat menoleh sana-sini.
Sepintas, ekor matanya menangkap seseorang yang sedang bercermin di sana. Tidak peduli, Rossa terus melangkah masuk pada salah satu bilik. Tak berapa lama ia keluar, sosok itu masih saja berdiri di sana. Kali ini, ia menatap Rossa lagi seperti tadi. Rossa bingung pastinya.
Perasaan ... dari tadi diliatin mulu deh. Adakah yang salah denganku?
Rossa membatin sembari melihat penampilannya. Tidak ada yang salah, biasa saja. Tapi kenapa? Tidak ingin terbunuh penasaran, Rossa memberanikan diri lalu bertanya.
"Maaf, Mbak! Apa anda baik-baik saja?" tanya Rossa dengan sangat hati-hati.
..._____🦋🦋🦋_____...
...Selanjutnya …....
...*...
...*...
...*...
Halo epribadeeeh 👋 ketemu lagi dengan AG di sini 😍🤗
Ada yang belum baca SBP? balik dulu gih 😁 biar lebih srreeggg 💦
Yang sudah selesai baca SBP, yuukk kita berlayar lagi dengan kapal ini 😁🍀
Kawal terus yah guys 😍 Jangan sampai karam 😁
Jangan lupa membiasakan jempolnya untuk mengetik komentar dan like, setelah membaca per-episode yah 🙏🙏 Kalau yang baik hati, boleh lah kirimin kembang, kopi, or vote 🤭 idih banyak mauuunya 😅😅
Intinya, minta dukungannya yah guys 🙏🙏
Makasih sebelumnya 🙏🙏
Sampai jumpa di episode berikutnya 🤗
Ig author : @ag_sweetie0425
FB : AG Sweetie
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Yunaeni Fadilah
mampir ksini tatanan bahasanya bgus thor aku suka lope lope sak kebon thor
2022-07-15
1
Tita Dewahasta
aku di mana, nyasar di mana ini wkwkwkwkwkwkwkkwkwkw🤭😂😂😂😂😂
2022-03-29
1
✦:𝓦⃟֯𝓓𝐞𝐥𝐯𝒚𝒐𝒐𝒏𝒂𐀔¡!
woah, nama visual rosa siapa kak? cantik macam saya😍
2022-03-29
2