...~ Happy Reading ~...
...__________________...
...*...
...*...
...*...
"Sa," sapa mami Lusy, ibu mertua Rossa.
Lama menunggu, wanita berusia senja itu khawatir dan menyusul menantunya.
"Ngapain lama-lama di sini? Mami khawatir loh." Mami Lusy berucap dengan lembut. Ia bingung melihat menantunya berbicara dengan orang asing.
Siapa dia?
Keningnya mengerut, melihat wanita cantik yang tengah berdiri di sebelah sang menantu.
Rossa tersenyum canggung, merasa tidak enak telah membuat mertuanya menunggu lama. Bisa-bisanya dia melupakan orang tua itu.
"Maaf, Mi ...." Eh, gimana ngomongnya yah? Tampak sedikit berpikir. "Emm, Rossa gak sengaja ketemu temen di sini, Mi. Kangen banget, jadi ... lupa sama, Mami."
Bumil cantik itu tertawa kecil, yang terkesan dipaksakan menutupi dalil.
Teman? Aku dianggap teman?
Wanita asing di sampingnya terkejut dengan ucapan Rossa. Baru pertama kali bertemu, dan langsung dianggap teman? Yang benar saja. Begitu yang dipikirkan wanita tadi.
Bukannya dia tidak pernah akrab dengan yang lain, selain dua sahabatmnya dulu?
Sedikit banyak selama enam bulan ini, mami Lusy telah mengenal menantunya dengan baik. Ia tahu bahwa calon ibu muda itu tengah berbohong. Entah untuk alasan apa.
...🦋🦋🦋...
Di tempat lain, dalam sebuah ruangan kerja yang cukup besar dan terkesan mewah. Ruangan yang didesain dengan warna-warna tegas dari lantai granit lava black. Chandelier berbahan kuningan dan akrilik, menggantung manis di bawah drop ceiling dengan sisi-sisi LED yang menguar hangat, menghadirkan kenyamanan tersendiri bagi dia yang menempatinya.
Kenyataannya, kenyamanan itu tidaklah serta-merta mampu membunuh lara, yang berbulan-bulan bersarang dalam hati pemilik ruangan ini.
Beberapa kali suara ketukan pintu terdengar, tapi tidak ada respon dari yang di dalam.
Ceklek.
"Ekhem, Selamat siang, Tuan!"
"Keluar!" Pelan tapi tegas.
Tidak ada bantahan lagi. Lelaki yang baru saja masuk itu, langsung berjalan ke luar. Setelah menutup pintu, terdengar suara ketukan lagi.
"Masuk!"
Lelaki tadi kembali membuka pintu, dan melangkah masuk sambil menahan geram.
"Kebiasaan," ucap lelaki tampan yang sedang duduk di kursi kebesarannya.
Ia menatap teman baik sekaligus sekretarisnya dengan tatapan kesal. Lelaki itu mendengus, lalu meletakkan pulpen di tangannya dengan gaya malas.
"Maaf, Tuan!" Sedikit membungkuk.
Apaan? Orang pintunya tadi diketuk gak denger. Dasar!
Meletakkan sebuah map di atas meja kerja atasannya.
"Jangan mengumpat! Gue tau apa yang di pikiran, lo."
Lelaki itu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Bicaranya kini tak lagi formal. Akan seperti itu bila di luar jam kantor, atau sedang berdua saja dengan teman yang merangkap sebagai sekretaris setia ini.
Sektretaris itu tergelak. "Lo sih, serius amat. Orang gue udah ketok pintu juga." Membalikkan tubuh dan berjalan ke arah sofa panjang yang tersedia dalam ruang kerja tersebut. Ia lalu menghempaskan tubuhnya di sana.
Jika sang atasan sudah berbicara dengan mode *lo-gue*, artinya mereka sedang mengobrol sebagai teman. Sekretaris setia ini pun akan bersikap biasa saja, selayaknya teman tanpa menaruh rasa hormat lagi.
"Serius sih serius, Vin. Tapi ingat istirahat juga. Ini aja udah hampir lewat jam makan siang," kata Alex menasehati teman sekaligus atasannya. Selalu saja seperti itu.
"Come on, Bray. Lupakan dia! Lo udah punya istri, dan …."
Ucapan Alex terhenti ketika Alvino mengangkat tangannya. Lelaki tampan yang duduk di balik meja kerja itu, menatap jam tangan bermerek Rolex Submariner Date, di pergelangannya.
Sudah pukul 12.30. Ia bangkit dari kursi kebesarannya dan hendak berjalan keluar. Ia malas untuk mendengar omongan dan pendapat orang. Lelaki dengan sejuta pesona itu nampak berbeda sekarang.
Sejak menjabat sebagai seorang Direktur PT. Dharma Jaya, Alvino kerap menyembunyikan identitasnya. Ia lebih tertutup dan pendiam sekarang. Tidak banyak menebar pesona seperti dulu. Malahan kini, ia menjauhkan diri dari yang namanya kaum hawa. Trauma maybe? Who knows.
"Gue cuman mau ngingetin sebagai teman lo. Gadis itu cantik dan baik. Terkadang apa yang kita miliki tidak menarik di mata sendiri, tapi sebaliknya, menarik di mata orang lain. Jangan sampai menyesal untuk yang ke dua kali, Bro!"
Alvino menoleh dengan wajah datar yang terkesan malas. "Gak usah bacot. Laper nih, gue makan juga pala lo, akh!" Menggerutu kesal dan kembali melangkah pergi. Pastinya disusul Alex dari belakang.
Keduanya berjalan meninggalkan gedung perkantoran tersebut, dengan tatapan kagum para karyawan wanita. Ya, walaupun pada tahu bahwa atasan handsome itu telah beristri, tapi pesona yang ia miliki, tak lantas menyusut hanya dengan sebuah status.
Dia masih tetaplah Alvino yang dulu, digilai banyak kaum hawa. Apalagi wajah istrinya belum pernah terlihat sama sekali. Ini sering menjadi bahan kasak-kusuk kala ketidakhadirannya di kantor.
Benarkah ia telah beristri?
Tidak terlihat cincin sebagai bukti pernikahan di jari manisnya sama sekali.
Wajah istrinya seperti apa sih?
Apa ini hanya sebuah status untuk bisnis saja?
Pertanyaan-pertanyaan ini kerap muncul di setiap perbincangan para karyawan, karena pernikahan atasan di perusahaan itu, hanya diumumkan tetapi tidak disorot.
Tidak membutuhkan waktu lama, Alvino dan Alex tiba di sebuah restoran yang jaraknya tidak begitu jauh dari kantor.
Alvino yang terkesan cuek, tidak menghiraukan sekitarnya. Namun, tidak demikian dengan Alex. Tampak ia sedikit terusik dengan keberadaan seorang wanita yang tengah menangis sendirian di sana.
"Lo kenapa, sih?" Alvino terganggu dengan temannya yang terlihat tidak tenang.
"Gue kasihan liat dia, Vin." Alex menunjuk seorang wanita yang duduk di pojokan. Dia memang tipikal penyayang, tidak seperti atasannya. "Tapi …." Sengaja menggantung ucapannya.
Alvino hanya menoleh sekilas.
"Gak penting!" Tidak menggubris lagi.
Entah kenapa, Alex merasa ada sesuatu yang aneh.
Perasaan gue aja kali, yah ….
...🦋🦋🦋🦋🦋...
Jarum jam berputar dengan cepat, hari senja kembali menyapa. Rossa baru saja terbangun dari tidurnya karena kelelahan, setelah kembali dengan mami Lusy siang tadi. Gadis itu melirik pada mesin waktu yang terpatri di dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 16.30.
Ia bergegas turun dari ranjang dan hendak ke kamar mandi. Baru saja melangkah, pintu kamarnya di ketuk.
Ceklek!
"Eh, udah bangun, Sayang?"
Sang mertua langsung masuk tanpa menunggu persetujuan menantunya. Selalu seperti itu, karena Rossa tidak sekamar dengan Alvino.
Sepanjang pernikahan mereka selama sudah enam bulan ini, Alvino dan Rossa tidur terpisah. Tantu saja atas permintaan Alvino. Meski sempat ditentang orangtua, tetapi pada akhirnya terlaksana dengan sempurna karena kesepakatan Rossa.
"Maaf, Mi! Kecapean." Rossa tersenyum kecil dengan muka bantalnya.
"Gak papa, mami tau itu." Mendekat lalu hendak menuntun Rossa untuk duduk di sofa.
"Bentar, Mi. Aku ke kamar mandi dulu." Menghentikan ibu mertuanya lalu segera berlalu ke kamar mandi.
Tidak sampai lima menit, ia sudah kembali dan duduk di samping mami Lusy.
"Gak sekalian mandi aja dulu, Nak?" Mengusap surai hitam panjang menantunya.
"Nanti saja, Mi, setelah ini." Bersandar pelan pada sandaran sofa. "Aku tebak, pasti ada yang mau Mami bicarakan." Terbaca jelas niat mertuanya.
Wanita tua itu tertawa kecil.
"Jangan bilang mantu kesayangan mami keturunan cenayang?" Keduanya lalu tertawa bersama.
"Mami mau tanya soal wanita yang tadi di resto." Mode serius on. "Apa mami boleh tau siapa dia?"
..._____🦋🦋MR🦋🦋_____...
...*...
...*...
...*...
...*...
...*...
...Selanjutnya …....
...###...
Holaaaaaaa epribadeeeh 👋
Terima kasih buat yang menyempatkan waktu luang berkunjung dimari 🙏😁
Jangan lupa kasih like dan komen yah, sayang²ku 🥰
Sampai jumpa di episode berikutnya 🤗
Ig author : @ag_sweetie0425
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Tita Dewahasta
luar biasa rapi thor😘😘😘😘
alvino why oh whyyyy dirimu kejam
2022-03-29
1
IG : @thatya0316
menarik ceritanya...
2022-02-15
1
🌸Santi Suki🌸
Semangat Kak 💪💪💪
2022-02-05
1