...~ Happy Reading ~...
...________________...
...*...
...*...
...*...
Bukan menjadi rahasia lagi, bahwa kunci suatu hubungan yang baik adalah komunikasi. Semua orang tahu itu. Namun, hanya sebagian kecil saja yang memaknai satu kata itu dengan sesungguhnya. Perihal berkomunikasi, semua orang bisa saja bukan? Namun, tidak semua bisa berkomunikasi dengan baik.
Bukan sekedar tuntutan berbasa-basi atau sebuah formalitas semata. Bagi mereka yang benar-benar menghargai sebuah hubungan, satu poin penting yang dilarutkan dalam wadah komunikasi adalah kejujuran.
Hal ini yang selalu dipupuk dalam hubungan Rossa dan sang mertua. Walaupun hubungan dengan Alvino tidaklah baik, yang terpenting baginya perhatian dan kasih sayang dari sang mertua. Hal itu selalu dijaganya.
Selain Jenn dan Putri, hanya kedua mertua saja yang dapat dijadikannya tempat berteduh. Tidak ada yang lain lagi.
Kali ini pun, ia memilih mengatakan yang sejujurnya pada mami Lusy.
"Maafin Rossa, Mi! Tadi terpaksa bohong."
Rossa menundukkan kepala sambil memilin ujung bajunya. Sudah merasa bersalah sejak awal, tetap saja nekat. Melihat tidak ada respon di wajah datar mertuanya, Rossa menyesal telah melakukan kecurangan kecil itu.
"Rossa janji gak akan bohong lagi, gak akan menemui dia lagi. Mami boleh marah sama Rossa, tapi jangan diam seperti ini. Ayo, Mi!" Meraih tangan ibu mertuanya.
Ia khawatir, bagaimana jika wanita berusia senja itu marah dan mendiamkannya? Kepada siapa lagi ia bisa bercerita dan berbagi dukanya? Rossa tidak ingin sampai hal itu terjadi.
Mami Lusy menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia menatap gadis manis yang tengah mengandung cucunya dengan tatapan lembut.
"Baiklah, mami izinkan kamu berteman dengannya!" Membalas genggaman tangan menantunya lalu tersenyum.
Rossa terbelalak tak percaya, mendapatkan lampu hijau dari mertua yang sudah dianggapnya seperti ibu sendiri.
"Serius, Mi?" tanyanya dengan wajah berbinar.
Ketika mendapat anggukan dari ibu mertua, Rossa langsung bersorak girang. Ia pun berhambur memeluk mertuanya.
"Aaaa, makasih, Mi." Belum pernah ia sesenang ini.
"Tapi ada syaratnya." Rossa melepaskan pelukannya, dan siap mendengarkan. "Yang pertama, jaga cucu mami dengan baik. Jangan lakukan hal aneh yang akan membuat kamu kecapean! Yang kedua, minta izin sama suami kamu."
Rossa terperanjat dengan syarat ke dua. Bukan sesuatu yang mengejutkan memang. Namun, berbicara dengan lelaki itu, adalah hal yang tidak pernah terjadi sepanjang pernikahan mereka.
Belum pernah sekali pun mereka berhadapan dan saling menyapa dengan sewajarnya. Sama-sama berupaya untuk saling menghindar. Itu termasuk dalam salah satu persyaratan Alvino saat awal menikah.
Rossa melepaskan tangan mertuanya. Ia tidak bisa, dan tidak akan pernah bisa untuk melakukan itu. Baginya, cukup sudah ia menikmati sakitnya kekecewaan dalam diam yang berjarak. Jangan lagi ada luka baru lewat tajamnya lisan.
"Kali ini mami gak mau dengar, kamu bilang gak bisa." Membaca gerak tubuh Rossa.
"Dengarkan mami, Sayang." Menyentuh pundak gadis manis itu. "Mami tau ini sulit buat kamu. Tapi mau sampai kapan kalian seperti ini? Salah satu dari kalian harus menyudahi ini, dan mami mau itu kamu."
Wanita paruh baya itu menggenggam kembali tangan menantunya.
"Lakukan ini untuk cucu mami. Kamu gak mau 'kan, dia lahir nanti dan menjadi asing dengan ayahnya?" Inilah tujuannya.
Sengaja ia melakukan hal itu, hanya untuk mendekatkan keduanya. Wanita cantik di usia senjanya ini tidak ingin keasingan yang dipelihara keduanya, menjadikan mereka semakin jauh dan akhirnya tidak sejalan.
Pikirnya, jika ada komunikasi sedikit saja, meskipun harus dengan berdebat dan bertengkar setiap waktu, akan jauh lebih baik ketimbang tidak sama sekali.
"Rossa gak yakin, Mi," ucapnya lirih.
"Mami yakin kamu bisa! Bukan sekarang, atau sekali dua kali, tapi lama-lama dia akan luluh. Kamu harus punya keyakinan untuk itu. Jangan hanya mencoba untuk bertahan demi dia!" Menyentuh perut menantunya. "Tapi cobalah untuk berjuang mendapatkan hati suamimu juga."
Rossa terdiam. Ia memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan yang hanya akan melukainya lagi.
Haruskah aku melakukannya? Apa aku sanggup?
Rossa menarik nafasnya dalam-dalam.
Harus bisa, ya harus!
Bumil itu membatin sembari menghembuskan nafasnya dengan perlahan.
"Akan Rossa coba, Mi," ucapnya pelan dengan senyuman kecil
"Kamu gak sendirian, Sayang. Ada mami dan papi." Tersenyum menyemangati. "Sekarang mandi dulu. Mami tunggu di dapur, kita masakin makanan kesukaan Vino."
"Hah? Gak ah, gak mau! Tiap Rossa masak dia pasti gak mau sentuh." Mengerucutkan bibirnya dengan sedikit kesal.
Wanita cantik di usia yang tak lagi muda itu tertawa kecil.
"Tinggal bilang aja mami yang bikin, repot banget sih. Udah sana mandi!" Langsung berjalan menuju pintu dan keluar dari kamar sang menantu.
Selepas kepergian ibu dari suami di atas kertasnya, Rossa pun berlalu ke kamar mandi.
Butuh waktu lebih dari tiga puluh menit untuk Rossa mandi dan berganti pakaian. Setelah itu, ia langsung beranjak menuju dapur.
"Ma-mi …." Ucapannya menggantung begitu tiba di dapur.
Mata indahnya menyapu meja pantry. Di sana terdapat bahan-bahan makanan yang sudah sangat familiar. Perasaan rindu tiba-tiba menyembul dari balik dadanya.
"Sini, Nak!" Memanggil Rossa mendekat.
Gadis itu menurut. "Mau bikin nasi goreng buat siapa, Mi?" Wajahnya tampak antusias.
"Buat siapa lagi? Buat suami kamu dong." Tertawa lalu mengusap perut buncit menantunya sekilas. "Kenapa? Mau juga kayak papi kamu?" Melanjutkan aktivitasnya kembali.
Rossa mengerutkan keningnya.
Maksudnya? Kok ….
"Ini makanan kesukaannya," ucap mami Lusy dibarengi senyum tulus. "Dia senang sekali dibuatkan menu ini," sambungnya lagi.
"Benarkah?" Rossa terkejut.
Lihatlah, bahkan makanan favorit kalian aja sama.
Bukannya sedih atau sakit hati, senyum manis malah terbit di bibir ranumnya. Ia tersenyum mengingat sahabat baik yang tidak lain adalah mantan kekasih suaminya sendiri.
Penggalan-penggalan kenangan, sekilas menari di ingatannya. Membangkitkan rindu yang telah disematkannya dalam putaran waktu lalu. Tidak suami, tidak juga istrinya. Diam-diam saling menjauh, tapi merindukan dan memikirkan satu orang yang sama. Aneh!
Apa kabarmu? Bohong jika aku baik-baik saja tanpamu. Rindu ini terlalu besar.
"Kok ngelamun?" Suara itu berhasil menariknya kembali. "Nih, duduk manis aja di sini, biar mami yang buatin." Hendak membimbing Rossa untuk duduk, tapi gadis itu menolak.
"Biar Rossa aja yang buatin. Please, yah, Mi, yah!" Mengatupkan kedua tangannya di depan dada. "Cuman ini doang gak bakalan kecapean kok, Mi. Lagian, Rossa biasa masakin menu ini," terangnya sambil tersenyum.
Sering banget buatin untuk si mini.
...*****...
Buana telah diselimuti gulita. Dewi malam kembali menyapa taburan bintang yang bertebaran di hamparan langit. Tampak bahwa kelam tak begitu pekat.
Mesin waktu menunjukkan pukul 8 malam. Alvino baru saja kembali dari kantor. Lelaki itu sengaja berlarut-larut dengan pekerjaannya. Bukan hal baru lagi.
Tanpa memperdulikan keadaan rumah, Alvino terus melangkah menaiki tangga, menuju kamarnya yang terletak di lantai dua bangunan megah tersebut.
Setengah jam kemudian, tampak sosok tampan itu berjalan menuruni tangga dengan wajah segar sehabis mandi.
"Malam, Pi." Menghampiri ayahnya di ruang keluarga. "Mami mana?" Celingukan mencari sosok sang ibu.
"Tumben gak telat lagi." Tuan Dharma melepaskan kacamata lalu menatap putra semata wayangnya. "Mami lagi di dapur, katanya lagi masakin makanan kesukaan kamu tuh," ungkap lelaki berusia senja tersebut.
Mendengar itu, Alvino langsung beranjak ke ruang makan. Di sana sudah ada maminya yang terlihat tangah sibuk menata meja.
Melihat Alvino yang mendekat, Rossa langsung beranjak dari duduknya.
"Mau kemana, Sa?" tanya mami Lusy. Beliau tidak menyadari keberadaan Alvino di belakang.
"Ke kamar bentar aja, Mi." Rossa buru-buru ingin melangkah pergi.
"Kembali ke tempatmu! Kita makan bersama!" Perintah sang ayah mertua yang menyusul Alvino.
Rossa memejamkan matanya kuat, merasa gagal tuk menghindar. Sementara Mami Lusy kaget lalu membalikan tubuh, dan mendapati suami serta putranya di sana. Ia melirik sebentar ke arah Rossa sambil menahan senyum.
Oh, mau kabur lagi? Sayangnya gagal. Makasih, Pi.
Wanita tua itu tertawa dalam hati. Susah sekali baginya mendekatkan sepasang suami-istri itu.
"Vin, pas banget kamu udah pulang. Sini duduk, ada makanan kesukaan kamu." Wanita itu tampak bersemangat.
"Vino udah dapet bocoran dari Papi, makanya langsung ke sini." Menarik kursi di samping ayahnya lalu duduk. Pura-pura tidak melihat Rossa sama sekali. Gadis itu ibarat makhluk transparan di matanya.
Rossa pun kembali kek tempatnya sesuai perintah sang mertua. Pada akhirnya, mereka makan malam bersama. Namun, Rossa tidak bisa menikmati makanannya dengan baik. Debaran di balik rongga dadanya bergemuruh hebat, mengguncang jiwa tenangnya. Makanannya terasa hambar. Selain itu, ia pun sedang cemas menduga-duga tanggapan dari suami di atas kertasnya.
Bagaimana jika dia tidak menyukainya? Aaaaa ….
..._____🦋🦋 MR 🦋🦋_____...
...Selanjutnya …...
...*...
...*...
...*...
...Alvino Dharma...
...(Rossa Glyn)...
Hay semuanya 👋 ketemu lagi 😍
Terima kasih atas kunjungannya 🙏
Jangan lupa like dan komen yah genkz 😘
Mohon dukungannya 🥰
Sampai jumpa di episode berikutnya 🤗
Ig author : @ag_sweetie0425
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪🇱❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐
wah
2022-02-22
1
🌸Santi Suki🌸
Aku jadi penasaran sama cerita yang satunya 😆🤭
2022-02-05
1
EuRo
semangat thor...ceritany bagus.❤
2022-01-09
1