Menggantikan Kembaranku
Aku duduk menatap layar komputer, sedikit mengendurkan dasi. Pandanganku sedikit buyar kala melihat angka-angka di depan layar.
Sejenak mengistirahatkan tubuh, ku sandarkan punggung di kursi kebangsaanku.
Ku pijat pangkal hidung untuk sedikit menghilangkan penat, hingga suara dering telepon menggangguku.
Ibu?
Wanita yang telah melahirkan aku dan juga adikku kedunia tak biasa-biasanya menghubungiku di jam kerja seperti ini.
Dia tau jam kerjaku, dan biasanya akan menghubungi malam hari selepas aku kembali dari bekerja.
Gegas ku angkat panggilannya, tak ingin membuat wanita paruh baya yang masih saja cantik bagiku menunggu lama.
"Iya Bu?"
Terdengar suara isakan ibuku yang membuat jantungku berdenyut nyeri.
"Bu ada apa?" tanyaku panik.
"Nara ... Bara kecelakaan," lirihnya.
Nara dan Bara ibu selalu memanggilku dengan nama belakang kami. Namaku Ettan Naraya dan adik kembarku Nathan Baraya.
Hanya keluargaku yang memanggilku dengan nama belakang, teman-teman kami tetap memanggil dengan nama depan kami.
"Apa?!" ucapku terkejut.
Aku memegang kepalaku yang terasa semakin sakit. "Bu, gimana keadaan Nathan?"
"Dia masih di ruang ICU," ucap ibuku lemah.
Tak lama suara berat seorang lelaki menggantikan suara ibuku yang terdengar kembali terisak.
"Ettan, pulanglah, Ibumu membutuhkan mu," pinta Paman Wira.
Paman Wira adalah orang kepercayaan keluargaku. Dia juga yang membantu Nathan merawat kebun teh peninggalan mendiang ayah kami. Meski bukan bagian keluarga kami, tapi aku menghormatinya.
"Baik Paman, tolong jaga Ibu. Aku pulang sekarang."
Aku bergegas menuju ruangan atasanku yang juga sahabatku Saka.
Dia adalah sahabatku semasa kuliah, dia anak tertua di keluarganya, otimatis menjadi penerus perusahaan tempatku bekerja, baru satu tahun ini dia menjabat sebagai Direktur utama, sebelumnya dia menduduki posisiku dan aku bawahannya.
Tak ada nepotisme saat aku melamar kerja, aku mengikuti tes sama seperti pelamar lainnya. Aku di terima memang karena kemampuanku.
Satu lagi, dia adalah kakak dari kekasihku Sherly. Hubungan kami selama ini tidak mendapat hambatan apapun. Keluargaku dan keluarga Sherly menyetujui hubungan kami.
Sherly berusia lima tahun lebih muda dariku, saat ini dia tengah menempuh pendidikan S2 nya.
Aku sangat mencintainya, gadis cantik dan manis itu sangat ceria dan periang.
Kami menjalani hubungan sudah lima tahun ini, dan kami berencana untuk melanjutkan hubungan ini ke arah yang lebih serius. Pernikahan menjadi tujuan kami tahun depan setelah dia lulus.
Ku ketuk pintu ruangan Saka, bagaimana pun attitude tetap ku junjung meski kami berkawan.
Di kantor, dia atasanku dan aku bekerja padanya. Dan aku akan memanggilnya Pak, meski terkadang jika hanya kita berdua aku akan memanggilnya nama saja.
"Siang bos, sory ganggu," ucapku sesaat setelah di izinkan masuk olehnya.
Lelaki berwajah tegas itu menatapku heran. "Mo ngajak makan siang lu?"
Ah, aku lupa jika sebentar lagi waktunya makan siang. Tapi aku sedang terburu-buru, meski perutku mengamuk minta di isi tapi pikiranku kalut memikirkan adik kembarku.
"Gue ijin balik cepet bos, kemungkinan sekalian ijin cuti juga," ucapku setelah berhasil duduk di hadapannya.
"Tumbenan ada apaan?"
"Ade gue kecelakaan, gue harus balik sekarang."
Saka melempar bolpoin ke arahku dan dengan sigap aku menangkapnya.
"Ade di rumah sakit elu malah santai minta ijin, sinting emang lu! Sana cabut! Ajak Arman, gue takut lu kagak konsen nyetir lagi."
"Thanks boss. Ngga usahlah biar dia bantu kerjaan gue, cabut ya," gegas aku melangkah menuju pintu.
Aku segera mengemudikan mobil dengan kecepatan standar, meski banyak pikiran aku mencoba untuk tetap tenang.
Beruntung hari ini tidak macet jadi aku bisa melaju dengan lancar.
Kota kelahiranku berjarak tiga jam dari kota tempat tinggal sekaligus tempatku bekerja.
Namun jika macet, bisa dua kali lipat waktu yang di perlukan. Aku langsung menuju rumah sakit tempat Nathan di rawat, tak perlu lah mampir kerumah, sebab tujuanku adalah menjenguk adik kembarku itu.
Meski kembar aku tak identik dengan adikku Nathan, kulitku putih seperti ibuku. Kulit Nathan kuning langsat seperti ayahku.
Banyak yang mengatakan jika aku lebih tampan dari Nathan, tapi bagi orang tua kami, kami sama-sama tampan. Jelas saja orang tua kami tak membedakannya, bagi mereka kami sama-sama tampan.
Aku menyayangi adik kembarku, sedari kecil kami tak pernah bertengkar hal besar, hanya pertengkaran anak kecil pada umumnya, berebut mainan dan berebut perhatian ibu kami.
Saat mendengar dia kecelakaan tentu saja aku sangat shock. Ingin bertanya lebih pada paman, tapi aku urungkan, lebih baik bergegas melihat keadaannya dari pada harus berlama-lama mendengarkan penjelasannya.
Aku memarkirkan mobil di parkiran rumah sakit, beruntung Paman Wawan sudah mengirimkan alamat rumah sakit tempat adiku di rawat.
Aku mendengus kesal, mengapa harus rumah sakit kecil, di kota kelahiranku ada rumah sakit besar dengan peralatan lengkap, tapi aku yakin pasti ada alasan adiku Nathan di rawat di sana.
Aku bergegas menghampiri meja resepsionis, seorang wanita berdiri hendak menyapa tapi langsung terperangah. Hal biasa yang selalu aku alami jika berhadapan dengan wanita. Mereka pasti terpesona.
"Maaf Mbak, saya mau tanya ruang ICU di mana?"
Dia seperti terkejut dari lamunannya, meski sebal aku tetap tersenyum.
"Eh iya Mas, di ujung lorong sana Mas," ucap gadis di hadapanku dengan mata berbinar, seperti melihat malaikat.
Aku bergegas menuju arah yang di tunjukan oleh resepsionis tadi.
Ternyata ada ibuku dan juga paman Wawan yang tengah menatap pintu ruangan itu.
"Bu ...," Ibuku berbalik dan bergegas memeluku. Tangisnya kembali pecah.
"Nara ... Nathan, Nak," isaknya tak bisa berkata-kata. Aku tau hatinya terluka melihat anaknya terbaring lemah.
Aku mengintip melalu kaca yang berada di pintu. Terlihat adiku di pasangi berbagai selang, dan ada perban yang menutupi kepalanya. Ada juga selang oksigen untuk membantunya bernapas.
Aku berpikir apa adikku mengalami luka parah di kepalanya?
"Bu, Nathan kenapa? Kenapa harus di rumah sakit ini, ayo kita pindahkan Nathan ke rumah sakit besar," ajakku.
"Ibu juga ngga tau Nara, adikmu di temukan oleh warga sekitar. Ibu takut Nara," ucap ibuku tak lama kemudian dia jatuh tak sadarkan diri.
"Bu! Ibu! Suster tolong!" pekikku.
Tak lama para perawat datang dan aku bergegas membawa tubuh ibuku ke ranjang rawat di ruang UGD.
Menurut Dokter jaga, ibuku hanya tertekan dan kurang istirahat.
Sampai suara isakan seorang gadis membuatku menoleh, aku melihatnya tadi sekilas, gadis itu duduk di depan ruangan ICU. Saat ini gadis itu sedang menangis di sebelah ranjang ibuku.
"Kamu siapa?" tanyaku saat aku berdiri berseberangan dengannya.
"A-aku Fatmala Mas. Mas lupa?" ucapnya tergugu.
Ah aku baru ingat gadis ini, dia adalah keponakan dari paman Wawan, seseorang yang sejak kecil mengikutinya. Aku tak terlalu dekat dengannya, karena dia lebih sering berada di dapur bersama para pelayan rumahku.
Bibinya juga bekerja di rumah orang tuaku, jadilah dia sering berada di kediaman kami.
Tapi sudah hampir sepuluh tahun aku tak melihatnya langsung, jadi aku lupa akan wajahnya.
Tak lama paman Wawan menghampiriku dan berkata jika Dokter ingin bertemu denganku mengenai keadaan Nathan.
"Fatma, tolong jaga Ibuku, aku harus menemui Dokter," pintaku.
"Iya mas," jawabnya lirih.
Gegas aku kembali menuju ruang ICU. Namun tak ada Dokter di sana. Ranjang Nathan sudah tertutup oleh hordeng dan terlihat ada bebebrapa orang di sana. Sepertinya tengah melakukan sesuatu pada adikku.
Hingga tak lama salah seorang Dokter datang dan mengatakan bahwa mereka tak bisa menyelamatkan nyawa adikku.
Aku tak bisa berkata apa-apa, aku shock, hingga jatuh terduduk. Aku menangis, mengutuk Tuhan yang tak adil pada keluargaku.
Dulu ayahku dan kini adikku juga di panggilnya, bagaimana nanti perasaan ibuku mendengarnya.
.
.
.
Tbc.
Jangan lupa tinggalin Love, like dan komen ya buat dukungannya terima kasih🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Shàñty
hadir
2022-10-19
0
Adinda
itu nama pamannya wira atau wawan ya hehe ada dua nama soale
2022-03-07
0
Adinda
eh paman wawan maksudnya hehe
2022-03-07
0