Kedatangan Paman Zafran

Saka dan Arman sedang duduk di teras rumahku. Saka sedang menghisap sigaret di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya sibuk menscrol layar ponsel. Entah apa yang di lihatnya.

"Udah rapi aja," ucapku saat mendudukkan diri di hadapan mereka.

"Kita langsung balik ya," jawab Saka.

"Ok, thanks ya udah mau dateng."

"Syalun! Lu kira kita apaan!" rutuk Arman.

Aku terkekeh mendengar gerutuan rekan kerjaku itu, meski kami adalah atasan dan bawahan, tapi saat tidak bekerja, beginilah kami bercengkerama.

"Anter pamit ma Ibu, Tan," pinta Saka.

"Makan dulu lah, kalian pasti laper," tawarku, karena aku tahu mereka juga pasti sangat kelelahan.

"Gampanglah, kita bisa makan di jalan entar," tolak Saka.

"Ya udah, yuk gue anter ke Ibu," ajakku.

Mereka berdua bangkit dan mengekor di belakangku. Ibu tadi aku papah kembali ke kamarnya. Saat ini dia pasti sedang istirahat, semoga saja belum tertidur.

Ku ketuk pintu kamarnya, tak lama ia menyahut dan mempersilahkan aku masuk.

"Bu, Saka sama Arman mau pulang," ujarku.

Aku lantas mengajak mereka berdua untuk ikut masuk menemui ibuku langsung. Ibu sedang duduk di ranjang bersandarkan pada kepala ranjang.

Dia menyeka air matanya, aku menebak, jika ia sedang melihat foto Nathan tadi. Terlihat saat aku masuk ia segera meletakan pigura dengan terbalik.

"Bu sabar ya, biar Nathan tenang di sana. Ibu yang kuat ada Saka yang akan jaga Ibu juga," ucap Saka lembut.

Saka duduk di hadapan ibuku. Mendengar ucapan Saka, ibu lantas memeluknya.

"Makasih ya Saka, Arman," balas ibuku.

Saka dan Arman lantas berpamitan karena aku tahu bagaimana sibuknya kedua sahabatku itu.

"Bu, aku antar mereka dulu ya," ucapku sambil mengecup kening ibuku.

"Iya, kalian hati-hati di jalan."

Kedua sahabatku mengangguk dan kami berjalan keluar kamar ibuku.

"Gue kayaknya ijin dulu bos," ucapku saat mengantar mereka.

"Aish! Gue bilang kagak usah mikirin kerjaan, pikirin Ibu dulu, tenang aja ada Arman ini!" ujarnya dan membuat Arman sontak menoleh kepadanya.

Dia menunjuk dirinya dengan telunjuk dan wajah cengo-nya membuat kami tertawa.

"Kok gue? Emang lu kate gue kagak ada gawean!" ketusnya.

"Trus gue gitu yang kudu ngerjain? Perlu gue ingetin gue siapa?" balas Saka jemawa

Dia bukan sombong tapi beginilah kami berkawan. Dia selalu menyombongkan jabatannya agar Arman berhenti mendebatnya.

"Iya ... iya lu bosnya," keluh Arman membuat kami berdua tertawa.

"Lu kagak mau bantuin gue Man?!" ucapku pura-pura kesal padanya.

Terlihat dia kelabakan menanggapi ucapanku. Bukan hanya Saka yang bisa mengerjainya, aku juga bisa membuatnya salah tingkah.

"Vangke lu bedua!" dia tak membalas ucapku malah balik mengumpat.

Mereka memelukku secara bergantian dan berlalu menuju mobil masing-masing.

Saat mobil mereka keluar dari pekarangan rumahku, masuklah mobil sedan mewah hitam yang aku tebak itu adalah Paman Zafran beserta anak-anaknya.

Benar saja, di balik kemudi, Paman Zafran keluar di susul Nasya dan Akbar yang duduk di sebelah Paman Zafran.

"Maaf, tadi Om mampir ke rumah teman yang ngga jauh dari makan," ucap Paman zafran sambil menepuk bahuku.

"Masuk Om."

Jika saja aku tak tahu tata krama, ingin sekali aku mengusir Paman Zafran dan sepupu-sepupuku itu. Bukan tanpa alasan, aku lelah, bukan hanya tubuh tapi hati dan otakku juga.

Aku ingin istirahat, lagi pula biasanya pembicaraan dengan Paman Zafran hanya membuat darahku mendidih.

"Mana Ibumu?" tanyanya saat berhasil mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu.

"Lagi istirahat Om."

Aku berharap semoga Paman Zafran tidak memaksaku memanggil ibu. Aku saja lelah, apalagi ibuku, jadi aku ingin ibuku beristirahat saja.

"Hemm, padahal Om pengen ngomong banyak sama Ibumu. Om makan malam di sini ya?" pintanya.

"Baik Om, aku ke dapur dulu ya, mau minta Bibi siapin makanan."

Paman Zafran mengangguk, sedangkan Nasya, semenjak kedatangannya, gadis itu tak melepaskan pandangan memujanya padaku.

Akbar? Sepupuku yang satu itu bahkan terlihat sinis dan seperti enggan bertemu denganku.

Saat akan berbelok menuju dapur, jantungku hampir lepas karena rasa terkejut yang mendera. Kuusap dadaku yang berdebar sangat keras.

Astaga mau apa Fatmala, mengagetkanku saja!

"Ma–maaf Mas," ucapnya menunduk, dia memilin jari jarinya seperti gugup.

"Kamu sengaja?" tukasku sedikit jengkel.

Dia mendongakkan kepalanya menatapku, mungkin mendengar nada suaraku yang sedikit memekik.

Aku melihat wajahnya memucat, refleks aku meletakan punggung tanganku di keningnya.

"Kamu masih sakit?"

"Ha?!" ucapnya sedikit terkejut.

Apa ada yang salah dari pertanyaanku? Kenapa dia malah melongo?

"Wajahmu pucat. Kamu ingatkan, Dokter bilang apa? Seharusnya kamu masih di rawat, kalo kamu sakit, lebih baik kamu kembali ke rumah sakit," jelasku.

"Ah, engga Mas, udah mendingan kok, cuma kurang istirahat aja kayaknya," ucapnya kembali menunduk.

"Ya udah. Obatnya udah diambil kan?"

"Eh udah Mas, Ibu juga udah minum obat," jelasnya.

"Makasih ya," aku lantas berlalu dari hadapannya melanjutkan tujuanku.

"Mas, tunggu!" pekiknya. Membuatku seketika berbalik menatapnya.

"Ada apa?"

Dia kembali menunduk, aku tidak mengerti apa maunya gadis ini, ia tadi memanggil, tapi sekarang seperti takut-takut untuk berbicara.

"Maaf soal tadi Mas," gumamnya.

"Kamu yang sengaja ngagetin aku?" tanyaku bingung.

"Bukan, tentang ... aku masuk ke kamar mas Nathan tanpa ijin," lirihnya.

Kuhembuskan napas, aku lupa menanyakan hal itu pada gadis ini.

"Aku tau mungkin kamu memiliki hubungan yang spesial dengan Nathan, tapi aku mohon selama aku berada di rumah, tolong jangan masuk kamar Nathan sembarangan, takut ada kejadian seperti tadi," pintaku.

Dia makin menunduk seperti merasa sangat bersalah.

"Baik Mas, Fatma minta maaf ya," ucapnya lantas berlalu melewatiku begitu saja.

Aku pun ikut berbalik untuk melanjutkan tujuanku ke dapur. Sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa tak pantas seorang gadis masuk ke kamar laki-laki seenaknya.

Aku jadi berpikir, apa Fatmala sering melalukan hal itu. Apa iya Nathan dan ibu memperbolehkannya. Aku dan Nathan dididik dengan keras oleh orang tua kami.

Terlebih masalah kedekatan dengan lawan jenis. Ah sudahlah lagi pula bukan masalah besar.

"Bi, tolong siapkan makan malam ya. Ada keluarga Om Zafran datang, jadi lebihkan menunya ya," ujarku pada Bibi Mia.

"Baik Mas."

"Tolong siapkan minuman untuk mereka ya Bi." Bibi Mia mengangguk dan mulai menyeduh air di teko.

Setelah mengucapkan itu, aku bergegas kembali ke ruang tamu menemui pamanku.

Paman Zafran tengah sibuk menatap jendela kaca rumahku yang memperlihatkan hamparan kebun teh yang sangat asri.

"Paman," sapaku.

Dia berbalik dan kembali duduk di hadapanku. "Sepertinya Nathan menjaga dengan baik perkebunan kalian."

.

.

.

Tbc

Terpopuler

Comments

Elvi Nopricha

Elvi Nopricha

kematian nya ada hubungan gk ya dengan perkebunan teh ,juga dg fatmala?

2023-01-28

0

kyk nya tuh paman reseh yg lbh² jahat

2022-10-19

0

Windi Aril

Windi Aril

wah kayaknya si paman nih pelakunya!

2021-12-10

2

lihat semua
Episodes
1 Kehilangan Lagi.
2 Kejanggalan
3 Pemakaman.
4 Kedatangan Paman Zafran
5 Sindiran Telak
6 Hamil
7 Menggantikan Adikku
8 Ayah
9 Curhat
10 Belum Ada Titik Terang
11 Aktor
12 Mahluk Bernama 'Wanita'
13 Nasihat Para Penguasa Ranjang.
14 Mulai Banyak Menuntut
15 Ketegasan
16 Malaikat Mungkin Menangis
17 Membantu Yang Memaksa
18 Saksi
19 Harapan Ibu
20 Ketahuan
21 Menebak Masa Depan
22 Menunggu
23 Rindu Yang Menyakitkan
24 Datang Mendadak
25 Situasi Sulit
26 Pesan Yang Terlupakan
27 Bertemu
28 Seperti Iblis
29 Hilang Kendali
30 Tak Terima Kenyataan
31 Kedatangan Mendadak
32 Menenangkan Diri.
33 Pilihan Sulit
34 Rindu Yang Menyiksa
35 Bertemu Fatmala
36 Melawan Ibu
37 Bahan Taruhan
38 Ibu Tak Berkutik
39 Permintaan Sherly
40 Tegas
41 Nafkah
42 Jengah
43 Wanita Malam
44 Interogasi
45 Cindy-Fatmala
46 Bantuan Sahabat.
47 Mulai Membantah
48 Menginap
49 Rintihan Pengantin Baru
50 Obat Tidur
51 Mengintimidasi
52 Kunci Yang Hilang
53 DiSekap
54 Muncikari
55 Disembunyikan
56 Pelik
57 Terlacak
58 Anggota Keluarga?
59 Selamat
60 Titik Terang
61 Kedatangan Bibi Mia
62 Menemui Julian
63 Sertifikat
64 Nama Yang Sulitku Sebut
65 Bingkisan
66 Kamera
67 Puisi Sedih
68 Penculikan Sherly
69 Menyelamatkan Sherly
70 Terkuak 1
71 Terkuak 2
72 Selesai
73 Extra Part 1
74 Ekstra Part 2
75 Ekstra Part 3
76 Ekstra Part 4
77 Ekstra Part 5
Episodes

Updated 77 Episodes

1
Kehilangan Lagi.
2
Kejanggalan
3
Pemakaman.
4
Kedatangan Paman Zafran
5
Sindiran Telak
6
Hamil
7
Menggantikan Adikku
8
Ayah
9
Curhat
10
Belum Ada Titik Terang
11
Aktor
12
Mahluk Bernama 'Wanita'
13
Nasihat Para Penguasa Ranjang.
14
Mulai Banyak Menuntut
15
Ketegasan
16
Malaikat Mungkin Menangis
17
Membantu Yang Memaksa
18
Saksi
19
Harapan Ibu
20
Ketahuan
21
Menebak Masa Depan
22
Menunggu
23
Rindu Yang Menyakitkan
24
Datang Mendadak
25
Situasi Sulit
26
Pesan Yang Terlupakan
27
Bertemu
28
Seperti Iblis
29
Hilang Kendali
30
Tak Terima Kenyataan
31
Kedatangan Mendadak
32
Menenangkan Diri.
33
Pilihan Sulit
34
Rindu Yang Menyiksa
35
Bertemu Fatmala
36
Melawan Ibu
37
Bahan Taruhan
38
Ibu Tak Berkutik
39
Permintaan Sherly
40
Tegas
41
Nafkah
42
Jengah
43
Wanita Malam
44
Interogasi
45
Cindy-Fatmala
46
Bantuan Sahabat.
47
Mulai Membantah
48
Menginap
49
Rintihan Pengantin Baru
50
Obat Tidur
51
Mengintimidasi
52
Kunci Yang Hilang
53
DiSekap
54
Muncikari
55
Disembunyikan
56
Pelik
57
Terlacak
58
Anggota Keluarga?
59
Selamat
60
Titik Terang
61
Kedatangan Bibi Mia
62
Menemui Julian
63
Sertifikat
64
Nama Yang Sulitku Sebut
65
Bingkisan
66
Kamera
67
Puisi Sedih
68
Penculikan Sherly
69
Menyelamatkan Sherly
70
Terkuak 1
71
Terkuak 2
72
Selesai
73
Extra Part 1
74
Ekstra Part 2
75
Ekstra Part 3
76
Ekstra Part 4
77
Ekstra Part 5

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!