Duda Tampan Pemikat Hati

Duda Tampan Pemikat Hati

DTPH 01 : Gadis Kecil Berpayung Hitam

Langit berpayung awan kelabu tatkala gerombolan manusia-manusia berpakaian hitam itu tiba di tanah lapang yang dipenuhi oleh batu-batu nisan. Setelah singgah sejenak di kediaman Dewa, kini tubuh oma Widuri tiba di peristirahatannya yang terakhir. Tempat peristirahatan yang akan menjadi gerbang untuk bertemunya dengan sang suami yang telah lebih dahulu menghadap Tuhan.

Oma Widuri, wanita berusia senja yang memiliki hati yang begitu baik kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya, kini telah tiada. Salah satu wanita tangguh yang dengan setia mendampingi dan mendukung apa yang dirintis oleh sang suami hingga menyisakan sebuah keberhasilan yang dapat dinikmati oleh penerusnya saat ini.

Wanita pemberani, yang berani menentang apapun yang melenceng dari nuraninya. Wanita yang memiliki selera humor yang tinggi sehingga membuat siapapun merasa dekat dengannya. Dan wanita yang tidak pernah membedakan dalam memperlakukan setiap orang yang berada di sekitarnya. Tidak ada kesan yang tersisa bagi orang-orang yang berada di dekat oma Widuri, selain betapa wanita ini adalah wanita yang sangat baik.

Hingga alam pun berbahasa, jika mereka ikut larut dalam duka itu. Langit menampakkan wajah muram sebagai pertanda jika ia ikut merasakan apa itu kehilangan.

Perlahan, tanah cokelat menutupi tubuh oma Widuri yang sudah berada di dalam liang lahat ini. Hingga hanya menyisakan sebuah gundukan tanah basah yang kelak akan menjadi tempat untuk didatangi para kerabat untuk menjenguk dan melepas rindu kepada wanita itu.

Satu persatu orang-orang yang berkerumun di tempat ini membubarkan diri setelah acara upacara pemakaman ini usai. Mereka yang kebanyakan rekan-rekan bisnis Dewa dan juga seluruh staf dan karyawan PT WUW seakan tidak ingin melewatkan hari terakhir mereka bisa melihat wanita berhati mulia itu.

Air mata Mara, Dewa, Wisnu, mbok Darmi, pak Kasim, Krisna dan juga Sekar masih saja mengalir deras dari pelupuk mata mereka. Mereka dirundung duka, menerima kenyataan bahwa oma Widuri benar-benar telah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.

Krisna yang sebelumnya berada di Jogja, karena mendapatkan tugas khusus dari Dewa, gegas memilih untuk segera kembali ke kota ini. Pastinya untuk bisa melihat wajah wanita yang sudah ia anggap sebagai neneknya sendiri yang selalu memperlakukannya dengan baik. Bahkan cara oma Widuri memperlakukannya sama dengan cara oma Widuri memperlakukan Dewa.

"Mas ... Oma..."

Sembari menggendong tubuh Nendra, Mara ikut menumpahkan segala dukanya di atas tempat peristirahatan terakhir oma Widuri. Sedari tadi, wanita yang baru saja menyandang gelar mama muda itu tiada henti menangis, sebagai salah satu bentuk ungkapan rasa kehilangan yang begitu dalam.

Dewa merangkul pundak sang istri dan mengecup pucuk kepalanya dengan intens. "Ikhlaskan kepergian oma ya Sayang ... oma pasti sudah tenang di sana. Dan pasti oma juga sudah berbahagia karena bisa berkumpul bersama opa."

Meski didera oleh rasa sesak yang begitu menyeruak, namun Dewa harus menguatkan istrinya ini. Berkali-kali Dewa mengusap pundak Mara, untuk menenangkannya.

"Tapi Oma belum sempat ikut menimang Nendra, Mas. Padahal dulu beliau selalu mengatakan bahwa ingin sekali menimang Nendra sebelum Nendra tidur."

Potongan-potongan percakapan yang pernah terjadi diantara dirinya dengan oma Widuri kembali berlalu lalang di dalam otaknya yang semakin menyeretnya masuk ke dalam kesedihan itu.

"Setidaknya oma sudah melihat wajah Nendra, Sayang. Pastinya membuat oma berbahagia. Kamu ingat bukan, bagaimana bahagianya oma tatkala melihat Nendra untuk pertama kalinya?"

Mara hanya mengangguk samar.

Tetes air langit mulai turun perlahan. Seperti menjadi tanda bahwa sebentar lagi rintik ini akan melebat hingga menjadi hujan lebat.

"Ayo semua kita pulang. Hujan akan segera turun!"

Dewa bertitah untuk mengajak semua yang masih berada di tempat ini untuk segera kembali. Khawatir jika akan kehujanan dan pastinya akan menyisakan sesuatu yang buruk dalam tubuh. Seperti terkena pilek, flu, atau mungkin meriang.

Mara, Krisna, Sekar, mbok Darmi dan pak Kasim menurut. Mereka mulai melangkahkan kaki untuk meninggalkan tempat pemakaman ini. Dewa yang sudah mengayunkan langkah kakinya, tetiba ia hentikan langkah kakinya itu. Ia membalikkan badan dan terlihat Wisnu masih terduduk di atas pusara oma Widuri.

"Kak, mari kita pulang. Hujan akan segera turun!"

Wisnu menggelengkan kepalanya. "Tidak Wa, aku masih ingin berada di tempat ini untuk menemani oma."

"Tapi Kak..."

"Pulanglah terlebih dahulu Wa. Aku masih ingin di sini."

Dewa hanya bisa membuang nafas kasar. Pada akhirnya, ia pun mengalah. Tidak ingin memaksa kakaknya ini. Perlahan, tubuhnya menjauh dari Wisnu dan ikut menyusul sang istri dan yang lainnya yang sudah berada di area parkir.

Tidak perlu menunggu waktu lama, hujan turun dengan derasnya. Wisnu masih terduduk di atas gundukan tanah milik oma Widuri. Lelaki itu menangis tergugu menumpahkan segala rasa yang berkecamuk dalam dadanya. Namun sebentuk perasaan yang terasa begitu kentara. Rasa sesal yang masih begitu membelenggu hati dan juga jiwanya.

"Maafkan Wisnu, Oma ... maafkan Wisnu. Wisnu telah melewatkan kesempatan untuk bisa berbakti kepada oma di akhir hidup oma ini. Seandainya saja dulu Wisnu tidak pergi meninggalkan oma, pasti..."

Suara Wisnu tercekat di tenggorokan. Jika teringat akan masa yang telah lalu, ia semakin merasakan sesal yang teramat dalam. Tidak ada lagi yang dapat diucapkan oleh lelaki itu selain hanya lelehan air mata yang mengalir deras dan ditemani oleh air hujan yang membasahi tubuhnya.

"Wisnu juga minta maaf karena telah salah memilih cucu menantu untuk oma. Wisnu sungguh merasa sangat berdosa kepada oma. Karena dia lah yang menyebabkan oma pergi secepat ini dari sisi Wisnu."

Aliran air hujan yang memeluk tubuh Wisnu, seketika tak lagi ia rasakan. Wisnu terkesiap. Hujan masih deras mengguyur bumi, namun ia sama sekali tidak merasakan belaian air langit itu. Kepala yang sebelumnya menunduk, sedikit ia dongakkan. Dan terlihat ada seorang gadis kecil dengan rambut dikucir kuda melindungi tubuhnya dengan payung hitam yang ia bawa.

"K-kamu siapa?"

Gadis itu hanya tersenyum simpul. "Mengapa Paman hujan-hujanan seperti ini? Kata Bunda, jika kita hujan-hujanan pasti bisa membuat kita sakit."

Wisnu semakin terperangah. Gadis kecil berpayung hitam ini tidak langsung menjawab pertanyaannya namun justru mengatakan hal lain. "Kamu siapa? Dan mengapa kamu ada di tempat ini? Di mana rumahmu?"

"Paman ingin tahu siapa aku?"

Wisnu hanya mengangguk samar. "Ya, aku ingin tahu siapa kamu!"

Gadis kecil berusia enam tahun itu tersenyum simpul. "Aku bukan siapa-siapa, Paman. Aku hanyalah seorang gadis kecil penjual bunga di depan pintu makam ini."

"Lalu di mana Bundamu? Mengapa bundamu membiarkanmu hujan-hujan seperti ini?"

"Paman sungguh ingin tahu di mana Bundaku?"

Wisnu menganggukkan kepala. "Ya, aku ingin tahu di mana bundamu. Mengapa dia membiarkanmu hujan-hujan seperti ini!"

Lagi, gadis kecil itu mengulas sedikit senyumnya. "Mari ikut aku Paman. Aku akan menunjukkan kepada Paman, di mana ibu berada."

Entah apa yang terjadi dengan Wisnu. Duda berusia empat puluh tahun itu dengan penuh semangat mengekor di balik punggung gadis kecil itu. Di bawah payung hitam, dua manusia berbeda generasi itu melangkahkan kaki mereka untuk menyusuri pemakaman ini.

"Bundaku ada di sini Paman!"

Ucapan lirih gadis kecil ini sukses membuat Wisnu terkesiap. Langkah kakinya terhenti di sebuah gundukan tanah yang dihiasi oleh rumput hijau.

"M-maksud kamu, bundamu sudah meninggal?"

Gadis kecil itu hanya memandang gundukan tanah di hadapannya ini dengan tatapan menerawang dan sukar untuk diartikan. Gegas, ia merendahkan tubuhnya dan berjongkok di sisi gundukan tanah ini.

Gadis itu menggeleng samar. "Tidak Paman, bundaku tidak meninggal. Bunda mengatakan bahwa Bunda hanya sedang beristirahat di sini karena kelelahan. Dan bunda mengatakan bahwa suatu hari nanti aku pun akan berada di tempat yang sama dengan bunda. Tempat yang bernama surga."

Hati Wisnu mencelos kala mendengar celotehan-celotehan polos gadis kecil ini. Ternyata nasib gadis kecil ini hampir sama dengan nasib yang ia alami di masa kecil. Ditinggal pergi orang tua untuk selamanya.

"Lalu, saat ini kamu tinggal dengan siapa Sayang? Dan kamu tinggal di mana?"

Sungguh hati duda berusia empat puluh tahun itu terasa kian berdenyut nyeri kala membayangkan bagaimana caranya gadis kecil ini bertahan untuk tetap melanjutkan hidupnya.

"Aku tinggal bersama nenek, Paman. Tidak jauh dari pemakanan ini."

"Lalu, apa yang dilakukan oleh nenekmu setiap harinya? Apakah beliau bekerja untuk menghidupimu?"

Gadis kecil itu menundukkan kepalanya dan menggeleng samar. Seakan mencoba untuk menahan segala sesak bergelayut manja dalam dada.

"Biasanya nenek mengumpulkan barang-barang bekas, namun saat ini nenek tengah sakit, jadi nenek hanya bisa berbaring di atas tempat tidur."

Tes... Tes... Tes

Kristal bening yang berkumpul di pelupuk mata Wisnu, perlahan mulai jatuh lagi. Tangisan hati yang sebelumnya telah reda, kini sepertinya akan kembali mengalir saat mencoba menyelami kehidupan gadis kecil ini. Sebuah kehidupan yang terlihat begitu pelik dan dipenuhi oleh kerikil-kerikil tajam yang terasa menggerus hati tatkala dilalui oleh gadis kecil yang bahkan mungkin belum paham seutuhnya akan apa itu kehidupan.

Wisnu menyeka bulir-bulir bening yang berjatuhan dari jendela hatinya. Ia mencoba sekuat tenaga untuk mengurai rasa sesak yang membelenggu dada. Pertemuannya dengan gadis kecil ini seakan semakin menampar keras mata dan juga hatinya. Bahwa sesungguhnya masih banyak orang-orang di sekitarnya yang berada di dalam kesusahan dan kepelikan.

"Siapa namamu Sayang?"

Gadis kecil itu menautkan pandangannya tepat ke arah manik mata Wisnu dan menatapnya intens. "Namaku, Citra, Paman. Citra Ayu Andadari."

Sekilas, Wisnu menampakkan senyum termanis yang ia punya sembari mengusap-usap rambut ikal gadis kecil bernama Citra ini. Tak selang lama, ia mengulurkan tangannya. "Perkenalkan nama Paman, Wisnu. Wisnu Kunto Aji."

Citra menyambut uluran tangan Wisnu seraya tersenyum simpul. "Paman Wisnu, jangan bersedih dan hujan-hujanan lagi ya!"

Senyum penuh kegetiran terlukis di bibir Wisnu. Ia mengambil posisi jongkok, untuk bisa mensejajarkan tinggi badannya dengan Citra. "Bolehkah Paman memeluk Citra?"

Citra mengangguk mantap. "Tentu boleh Paman."

Tak kuasa menahan segala gejolak emosi dalam dadanya, Wisnu menarik tubuh kecil Citra untuk ia bawa ke dalam pelukannya. Semua rasa dalam dadanya bercampur menjadi satu. Dan air matanya kembali tumpah ruah di atas bahu gadis kecil ini.

"Tinggallah bersama Paman, Sayang. Paman akan merawat dan membesarkan Citra dengan penuh cinta dan kasih sayang!"

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Assalamu'alaikum para pembaca semua... Bertemu lagi di tulisan saya yang ke-7. Bagaimana? Bosan? Semoga tidak ya...☺☺ Seperti yang ada di dalam sinopsis depan, novel ini merupakan season kedua dari Terjerat Cinta Sang Duda ya, dan akan bercerita tentang kehidupan Wisnu Kunto Aji (Kakak dari Dewa)

Sebelum Cahaya Cinta untuk Seroja tamat, novel ini akan slow update. Belum bisa saya pastikan kapan akan update. Bisa slow dan mungkin bisa juga fast, hiihihi tergantung mood dan inspirasi yang ada di kepala saya😄 Maka dari itu jangan lupa untuk klik icon ❤️ agar tidak ketinggalan ya Kak...

Terima Kasih banyak untuk kakak-kakak yang masih setia menemani perjalanan saya berada di platform ini. Sungguh, tanpa para pembaca semua, saya bukanlah siapa-siapa dan apa-apa. Sehat selalu untuk Kakak-kakak semua ya. Dan semoga senantiasa berada di dalam keberkahan Allah SWT. 🥰🥰

Salam love, love, love❤️❤️❤️

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Terpopuler

Comments

Asni Aras

Asni Aras

+

2024-04-11

0

⨀⃝⃟⃞☯æ⃝᷍𝖒 𖣤​᭄Mamakeᶬ⃝𝔣🌺

⨀⃝⃟⃞☯æ⃝᷍𝖒 𖣤​᭄Mamakeᶬ⃝𝔣🌺

wahhh salah saya tak kira citra ama bundanya nanti Wisnu ama bundanya wkwkwkwkwkwkwk🙈🙈🙈

2022-06-14

0

Ipti Rokhah

Ipti Rokhah

sedih banget thur sampai aku nangis😭😭😭😭😭

2022-05-20

0

lihat semua
Episodes
1 DTPH 01 : Gadis Kecil Berpayung Hitam
2 DTPH 02 : Janji Wisnu Kunto Aji
3 DTPH 03 : Berpulang
4 DTPH 04 : Jalan-Jalan
5 DTPH 05 : Papa
6 DTPH 06 : Tragedi Pagi Hari
7 DTPH 07 : Jenar Budhiani Candrakanthi
8 DTPH 08 : Almamater
9 DTPH 09 : Di Tepi Jalan
10 DTPH 10 : Putri Tidur
11 DTPH 11 : Malu
12 DTPH 12 : Terbayang
13 DTPH 13 : Keluarga
14 DTPH 14 : Idola Para Guru
15 DTPH 15 : Pos Ronda
16 DTPH 16 : Ujian Akhir
17 DTPH 17 : Saling Berebut Perhatian
18 DTPH 18 : Sidang?
19 DTPH 19 : Memukau
20 DTPH 20 : Kelulusan
21 DTPH 21 : Keberangkatan
22 DTPH 22 : Kesiangan
23 DTPH 23 : Terlambat
24 DTPH 24 : Saling Mengagumi?
25 DTPH 25 : Pemilik Id Card
26 DTPH 26 : Dihantui
27 DTPH 27 : Nyeri di Ulu Hati
28 DTPH 28 : Biawak
29 DTPH 29 : Menunggu
30 DTPH 30 : Pecel Lele
31 DTPH 31 : Di Depan Teras
32 DTPH 32 : Permintaan
33 DTPH 33 : Rencana yang Sama
34 DTPH 34 : Bertemu
35 DTPH 35 : Sedikit Perdebatan
36 DTPH 36 : Ditinggal
37 DTPH 37 : Makcomblang Cilik
38 DTPH 38 : Perempuan Matre?
39 DTPH 39 : Tertohok
40 DTPH 40 : Menjauh?
41 DTPH 41 : Ambigu
42 DTPH 42 : Thai Tea Penyejuk Hati
43 DTPH 43 : Tugas Khusus
44 DTPH 44 : Mengintai
45 DTPH 45 : Kunti Ori
46 DTPH 46 : Traktir Seblak
47 DTPH 47 : Mengantar
48 DTPH 48 : Manis
49 DTPH 49 : Manis -2
50 DTPH 50 : Si Pewaris Tunggal
51 DTPH 51 : Hati yang Sedikit Goyah
52 DTPH 52 : Terlambat Lagi
53 DTPH 53 : Bersembunyi
54 DTPH 54 : Hukuman
55 DTPH 55 : Terkejut
56 DTPH 56 : Di Sudut Kafe
57 DTPH 57 : Dilema
58 DTPH 58 : Di Depan Pos Security
59 DTPH 59 : Melindungimu
60 DTPH 60 : Ingin Mengenalku Lebih Dekat?
61 DTPH 61 : Bertemu?
62 DTPH 62 : Playing Victim
63 DTPH 63 : Eh, Meniduri?
64 DTPH 64 : Bulu Mata
65 DTPH 65 : Oh, Ketahuan!
66 DTPH 66 : Anu
67 DTPH 67 : Rencana Arya
68 DTPH 68 : Kabur
69 DTPH 69 : Konsep Sedekah
70 DTPH 70 : Acara Tutup Tahun
71 DTPH 71 : Di Atas Panggung
72 DTPH 72 : Balada Kaleng Bekas
73 DTPH 73 : Orang Itu
74 DTPH 74 : Menyerah (kan) Diri
75 DTPH 75 : Tertangkap
76 DTPH 76 : Merah Merona
77 DTPH 77 : Kejutan?
78 DTPH 78 : Tidak Bisa Lepas
79 DTPH 79 : Tatas
80 DTPH 80 : Ada yang Lain?
81 DTPH 81 : Ada Apa Dengan Jenar
82 DTPH 82 : Menangislah Dalam Pelukanku
83 DTPH 83 : Bersediakah Kamu?
84 DTPH 84 : Calon Menantu Idaman
85 DTPH 85 : Mengutarakan
86 DTPH 86 : Berubah
87 DTPH 87 : Drop Out
88 DTPH 88 : Jahil
89 DTPH 89 : Tiga Hari Lagi
90 DTPH 90 : Dewa & Mara
91 DTPH 91 : Dunia Papa Muda
92 DTPH 92 : Sah
93 DTPH 93 : Penerimaan
94 DTPH 94 : Malam Pertama?
95 DTPH 95 : Manis Madu
96 DTPH 96 : I Love You, Istriku!
97 DTPH 97 : Di Hamparan Pasir Pantai
98 DTPH 98 : Pusara
99 DTPH 99 : Resepsi (END)
100 Ucapan Terima kasih dan Pemenang Giveaway
101 Karya Baru
102 Promo Novel Baru
103 Promo Novel Baru
104 Rilis novel baru
Episodes

Updated 104 Episodes

1
DTPH 01 : Gadis Kecil Berpayung Hitam
2
DTPH 02 : Janji Wisnu Kunto Aji
3
DTPH 03 : Berpulang
4
DTPH 04 : Jalan-Jalan
5
DTPH 05 : Papa
6
DTPH 06 : Tragedi Pagi Hari
7
DTPH 07 : Jenar Budhiani Candrakanthi
8
DTPH 08 : Almamater
9
DTPH 09 : Di Tepi Jalan
10
DTPH 10 : Putri Tidur
11
DTPH 11 : Malu
12
DTPH 12 : Terbayang
13
DTPH 13 : Keluarga
14
DTPH 14 : Idola Para Guru
15
DTPH 15 : Pos Ronda
16
DTPH 16 : Ujian Akhir
17
DTPH 17 : Saling Berebut Perhatian
18
DTPH 18 : Sidang?
19
DTPH 19 : Memukau
20
DTPH 20 : Kelulusan
21
DTPH 21 : Keberangkatan
22
DTPH 22 : Kesiangan
23
DTPH 23 : Terlambat
24
DTPH 24 : Saling Mengagumi?
25
DTPH 25 : Pemilik Id Card
26
DTPH 26 : Dihantui
27
DTPH 27 : Nyeri di Ulu Hati
28
DTPH 28 : Biawak
29
DTPH 29 : Menunggu
30
DTPH 30 : Pecel Lele
31
DTPH 31 : Di Depan Teras
32
DTPH 32 : Permintaan
33
DTPH 33 : Rencana yang Sama
34
DTPH 34 : Bertemu
35
DTPH 35 : Sedikit Perdebatan
36
DTPH 36 : Ditinggal
37
DTPH 37 : Makcomblang Cilik
38
DTPH 38 : Perempuan Matre?
39
DTPH 39 : Tertohok
40
DTPH 40 : Menjauh?
41
DTPH 41 : Ambigu
42
DTPH 42 : Thai Tea Penyejuk Hati
43
DTPH 43 : Tugas Khusus
44
DTPH 44 : Mengintai
45
DTPH 45 : Kunti Ori
46
DTPH 46 : Traktir Seblak
47
DTPH 47 : Mengantar
48
DTPH 48 : Manis
49
DTPH 49 : Manis -2
50
DTPH 50 : Si Pewaris Tunggal
51
DTPH 51 : Hati yang Sedikit Goyah
52
DTPH 52 : Terlambat Lagi
53
DTPH 53 : Bersembunyi
54
DTPH 54 : Hukuman
55
DTPH 55 : Terkejut
56
DTPH 56 : Di Sudut Kafe
57
DTPH 57 : Dilema
58
DTPH 58 : Di Depan Pos Security
59
DTPH 59 : Melindungimu
60
DTPH 60 : Ingin Mengenalku Lebih Dekat?
61
DTPH 61 : Bertemu?
62
DTPH 62 : Playing Victim
63
DTPH 63 : Eh, Meniduri?
64
DTPH 64 : Bulu Mata
65
DTPH 65 : Oh, Ketahuan!
66
DTPH 66 : Anu
67
DTPH 67 : Rencana Arya
68
DTPH 68 : Kabur
69
DTPH 69 : Konsep Sedekah
70
DTPH 70 : Acara Tutup Tahun
71
DTPH 71 : Di Atas Panggung
72
DTPH 72 : Balada Kaleng Bekas
73
DTPH 73 : Orang Itu
74
DTPH 74 : Menyerah (kan) Diri
75
DTPH 75 : Tertangkap
76
DTPH 76 : Merah Merona
77
DTPH 77 : Kejutan?
78
DTPH 78 : Tidak Bisa Lepas
79
DTPH 79 : Tatas
80
DTPH 80 : Ada yang Lain?
81
DTPH 81 : Ada Apa Dengan Jenar
82
DTPH 82 : Menangislah Dalam Pelukanku
83
DTPH 83 : Bersediakah Kamu?
84
DTPH 84 : Calon Menantu Idaman
85
DTPH 85 : Mengutarakan
86
DTPH 86 : Berubah
87
DTPH 87 : Drop Out
88
DTPH 88 : Jahil
89
DTPH 89 : Tiga Hari Lagi
90
DTPH 90 : Dewa & Mara
91
DTPH 91 : Dunia Papa Muda
92
DTPH 92 : Sah
93
DTPH 93 : Penerimaan
94
DTPH 94 : Malam Pertama?
95
DTPH 95 : Manis Madu
96
DTPH 96 : I Love You, Istriku!
97
DTPH 97 : Di Hamparan Pasir Pantai
98
DTPH 98 : Pusara
99
DTPH 99 : Resepsi (END)
100
Ucapan Terima kasih dan Pemenang Giveaway
101
Karya Baru
102
Promo Novel Baru
103
Promo Novel Baru
104
Rilis novel baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!