Dokter Naura

Dokter Naura

Bab 1 Grup Whatapp Keluarga

Berkali-kali kubaca whatapp grup keluargaku. Grup yang hanya beranggotakan tujuh orang saja. Aku, tiga orang kakak laki-lakiku, satu iparku, ayah dan ibu. Melalui grup bernama 'Baiti Jannati' yang dibuat ibu ini, setiap hari kami berkomunikasi walaupun hanya sekedar menanyakan sudah makan atau belum.

"Bismillah..., selamat pagi anak-anak ibu yang tersayang. Apa kabar kalian Subuh ini?" begitu percakapan pembuka whatapp di subuh ini. Ibuku, Yuni Archania, dia ibu kami berempat yang senantiasa setiap hari membangunkan kami melalui pesan-pesannya. Biasanya pesan ibu baru akan berhenti jika semua anaknya sudah merespon. Padahal usia kami tidaklah muda lagi.

"Alhamdulillah luar biasa ibu, berkat doa ayah ibu abang Fathur sehat dan semangat," Bang Fathur, kakak tertuaku yang pertama menimpali pesan ibu Subuh ini. Sepintas sebelum mengetik aku melihat ibu sedang mengetik pesan. Belum selesai aku mengetik, pesan ibu sudah masuk kembali.

"Hamdulillah sayang kalau kamu sehat, bagaimana perkuliahanmu? Apakah dosen juga diliburkan karena virus corona ini?" pesan ibu kembali masuk.

"Tidak bu, perkuliahan memang tidak libur, hanya saja dialihkan tanpa tatap muka, jadi semua perkuliahan menjadi online. Beruntungnya mahasiswa-mahasiswaku sudah terbiasa dengan metode daring," Bang Fathur langsung menjawab, sementara aku belum juga mengenter ketikanku.

Bang Fathur adalah seorang dosen di kampus terkenal nomor satu di Yogyakarta. Sebagai salah seorang alumni terbaik S1 dan S2 di kampus tersebut, bang Fathur tidak menganggur sedikitpun sehabis wisuda. Dia langsung diangkat menjadi dosen dengan perjanjian kerja atau dosen kontrak dan mengajar di Fakultas Biologi. Belum setahun menjadi dosen kak Fathur menemukan tambatan hati seorang dosen di kampus yang sama, seorang wanita cantik berasal dari Palembang, Vioni namanya, dan saat ini sedang hamil besar anak pertama mereka.

***

Aku kembali melihat ketikanku, sepintas tulisan hijau mulai menampilkan bang Zamy sedang mengetik. Tumben kakakku yang nomor dua ini baru terbangun, biasanya dia mewakili ibu membangunkan kami agar segera sholat Subuh.

"Hai ibu, hai bang Fathur, alhamdulillah sehat, agak lelah karena jam 12 malam tadi Zamy habis tindakan seorang pasien dengan bayi lehernya terlilit tali pusar." Bang Zamy membalas pesan.

"Tapi sehat kan nak? Pasienmu tidak kenapa-kenapa kan? Lancar semua kan?" seperti robot tangan ibuku begitu cepatnya mengetik.

"Iya ibu alhamdulillah semuanya berjalan lancar," jawab Bang Zamy. Dialah kakak keduaku yang sedari kecil selalu menjagaku. Dia selalu rela mengalah demi aku. Kecerdasannya memang dari kecil sudah luar biasa, begitu cerita ibu. Dari SD sampai SMA tidak pernah keluar dari juara 3 besar. Hobinya pelajaran Kimia, Biologi, Fisika, Matematika. Dia menamatkan S1 Kedokteran selama tujuh semester, co *** tiga semester dan setelah mendapat sertifikat profesi mengambil spesialis kebidanan dan kandungan. Dia menjadi residen selama sembilan semester.

Sekarang bang Zamy sudah memiliki izin praktik sendiri di kota Pangkalpinang dan tercatat sebagai Wakil Direktur dan sekaligus dokter tetap pada sebuah rumah sakit milik PT. Timah, tbk. Usia bang Zamy sekarang sudah tiga puluh dua tahun, namun dia belum menikah. Dia baru sukses di karir saja, namun belum di dunia rumah tangga.

Hampir setiap malam pasien yang datang ke tempat praktiknya lebih dari dua puluh orang. Tidak butuh waktu lama, dia terkenal di kota berpasir hitam ini. Hal utama penyebab dia disukai selain karena keramahannya, juga karena wajahnya yang tampan, body atletis dengan senyum kharismatik.

Bang Zamy sudah berkali-kali hampir menikah namun hubungannya selalu kandas. Rata-rata orang yang pernah dekat dengannya adalah dari kalangan medis juga, rekan seprofesi. Namun entah apa penyebabnya sehingga sampai kini dia masih melajang dan hubungannya selalu kandas. Ibupun seperti tak menghiraukannya. Sangat berbeda ketika Bang Fathur belum menikah dulu, ibu sibuk mencarikan calon menantu. Berkali-kali ibu mengirimkan foto anak gadis teman-temannya melalui grup whatapp keluarga untuk bang Fathur, semua ditolak dengan segala alasan. Namun petualangan ibu mencarikan menantu untuk bang Fathur berhenti sendiri ketika tiba-tiba bang Fathur mengirimkan sebuah foto dengan caption 'Apakah dosen cantik ini diterima masuk grup?' Ibu langsung merepet bertanya-tanya dan menjadwalkan untuk bertemu dengan wanita dan keluarga wanita yang dimaksud bang Fathur. Walaupun awalnya sempat agak keberatan, namun akhirnya ibu dan ayah merestui hubungan bang Fathur dan Vioni.

***

"Tingtong-tingtong," sedikit kaget aku kembali membaca pesan yang masuk di grup whatapp keluargaku.

"Syukurlah, eh anak gadis Ibu mana ini? Belum bangun ya sayang? Masih capek nak?" Ibu kembali merepet lewat tulisan. Aku hanya tersenyum. Terbayang-bayang wajahnya yang sedikit keras karena telah menempa ke-empat anaknya menjadi orang sukses. Wajah yang seperti copy dan paste dengan wajah bang Zamy. Persis! Wajah putih sedikit runcing dengan hidung mancung menjadikan bang Zamy semakin tampan dan berwibawa. Bicaranya selalu disertai senyum tipis, suaranya lemah lembut menenangkan. Makanya tak heran jika Maya, sahabatku dari TK, anak teman ibu yang sama-sama ASN di kota kecil, kota bersejarah dengan warisan seribu kue, kota tempat Bung Karno Hatta pernah diasingkan yaitu kota Muntok, kota yang terletak di sebelah Barat propinsi Bangka Belitung, selalu mencari-cari alasan agar bisa menemui bang Zamy. Sejak masa puber duduk di bangku SMP hingga sekarang sudah menjadi karyawan tetap bank plat merah, Maya masih terus berusaha mendapatkan bang Zamy.

"Baik Ibu yang bawel, Naura sehat-sehat di sini. Tapi bete bu, beneran deh. Panitianya nggak banget pokoknya. Masa habis acaranya dibuka, langsung ditutup dengan tandatangan administrasi, alasannya virus corona. Kenapa tidak kemarin saja dicancel acaranya. Jadi nggak ngerepotin orang banyak. Sebel deh bu...," giliranku yang mengetik panjang lebar ditambah emoticon kesedihan bermacam-macam.

"Sabar Bee, orang sabar badannya suburrrr...." tiba-tiba saja masuk pesan dari kakak ketigaku. Bang Rahman, sepertinya dia baru selesai sholat Subuh.

Oke, Naura namaku, panggilan sayang ketiga kakakku adalah Bee, kenapa Bee? Kata mereka pipiku yang sedikit menul ini pernah digigit lebah saat mengikuti mereka bermain di atas pohon. Kejadian saat SD itu tidak terlupakan. Pipiku benjol, sakit dan gatal hingga tidak masuk sekolah selama seminggu. Waktu itu, ibu marah besar kepada ketiga kakakku karena membawaku bermain di atas pohon. Nah saat disengat lebah itulah aku mengikrarkan diri jika sudah besar ingin menjadi seorang dokter. Dan sekarang, setelah puluhan tahun berlalu, akulah Dokter Naura, dokter spesialis anak di kota Pangkalpinang yang terkenal bukan hanya karena kecantikannya namun kelembutannya melayani pasien. Mereka bilang, kulitku yang putih berhidung mancung dengan mata besar berbulu lentik, bibir bangir dan pipi sedikit menul seperti boneka nampak sempurna untuk kecantikan wanita Asia. Aku berhijab, namun tak urung banyak yang mengomentariku Dokter Turki. Kata orang-orang, wajahku sedikit mirip dengan bang Fathur yang tinggi putih hidung mancung. Pekerjaanku sama dengan kakak keduaku, bang Zamy. Kami dibuatkan oleh ayah dan ibu sebuah klinik untuk dikelola bersama, 'Klinik Honey Bee' namanya. Hanya saja, saya seorang Dokter ASN, dokter tetap di Rumah Sakit Umum Depati Hamzah, sedangkan kakakku bukan ASN, dia Wakil Direktur termuda Rumah Sakit Bakti Timah milik PT. Timah, tbk.

"Halo Bee? Kemana sih nih anak kok gak ada lagi?" kulihat layar handphone ku kembali masuk pesan dari bang Rahman.

"Hey Bee..., Naura adikku sayang, dirimu sudah tidurkah?" Lagi-lagi balasan bang Rahman menggodaku.

"Iiihhh..., bang Rahman, mana mungkin adikmu ini tidur lagi pagi-pagi habis Subuh, tak sudi tau! Ntar rejeki dipatok ayam jago!" Aku pun membalas pesan whatapp grup keluarga penuh cinta ini.

"Sudah dulu ya Ibu, abang-abang sayang, eh, ayah mana sih kok gak nimbrung?" Aku kembali mengirim chat. Kulihat ibu langsung mengetik pesan. Selang beberapa detik kemudian muncullah sebuah gambar dan sebuah video, ayah sedang menjentik-jentikkan jari telunjuk dan jempol kanan ke arah burung kacer di dalam sangkar emasnya. Captionnya begini 'ini ayahmu sedang bercinta dengan selingkuhannya. Anggi. Kacer barunya itu dikasih nama Anggi. Ibu suruh ganti saja mbak Yem atau Lek Ti gitu, dia nggak mau. Ibu akan cari tahu siapa nama Anggi di masa lalu ayahmu."

"Hahaha..., ayolah ayah, mengakulah...." pesan Mbak Vioni masuk disertai emoticon ketawa terpingkal-pingkal.

"Ayo bubar bakalan ada perang dunia ke ke-empat nih," Bang Zamy mewhatapp lagi.

"lha perang dunia ke-tiganya mana?" Bang Rahman menimpali.

"Ini si corona ini, musuh dunia. Inilah perang dunia ketiga." Bang Zamy pamit dan kasih emot dada bye -bye.

***

Sedangkan aku? Aku kembali melihat koperku sambil menarik charger hp yang masih menempel di colokan kamar hotel. Kemarin disuruh Direktur Utama Rumah Sakit Umum berangkat mengikuti Forum Grup Diskusi bersama 200 Dokter Anak di Indonesia. Sesuai Surat Tugas, rencananya acara berlangsung selama 4 hari, namun kemarin sore kami check in, registrasi, jam 9 malam pembukaan dilanjutkan sedikit diskusi dengan jarak per satu kursi dikosongkan, social distancing dan jam 12 malam penutupan. Acara diselesaikan secara kekeluargaan. Itulah yang membuatku kesal.

"Adek, nanti dijemput siapa?" tiba-tiba masuk lagi pesan melalui jalur pribadi ibu.

"Adek bawa mobil ke bandara Ibu, kemarin dititip di parkiran VVIP." Aku membalasnya.

"Oh ya ampun naaakkk-naaaakkk..., cobalah minta antar Abangmu," (maksudnya Bang Zamy)

"Kemarin abang kelihatan sibuk bu, lagian adek kan bisa nyetir sendiri kok." Aku membalas pesan ibu.

"Iya bisa nyetir sendiri, tapi penjagaanmu itu lho..., zaman sekarang ini, mata laki-laki ya Allah..., lihat cewek cantik langsung cengar-cengir-cengar-cengir menjijikkan...." balas ibu lagi.

"Bismillah ibu, insyaAllah semua aman." Aku meyakinkan ibu.

"Iyalah nak, hati-hati sayang ya, jangan lupa pakai masker. Adek naik Garuda kan?"

"Iya ibu."

"Besok ayah sama ibu akan ke Pangkalpinang, ibu ikut ayahmu, katanya ada rapat bersama Pinca bank plat merah."

"Baiklah. Ibu ke rumah di klinik apa ke rumah di Jalan Baru?" maksudku kalau di klinik itu tempatnya bang Zamy. Di jalan baru, aku beli sebuah rumah jadi dua bangunan. Satu rumah besar dan satu villa agak menjorok ke atas dari rumah induk. Karena sungkan walaupun dua beradik tinggal serumah dengan saudara saat sama-sama belum ada yang menikah. Sedangkan orang tua kami tinggal bersama bang Rahman di kota Muntok, berjarak dua jam lebih dari tempat domisili kami.

"Lihat sikonlah nanti nak. Nanti ibu kabarkan."

"Oceee bu...."

***

Beberapa menit kemudian grup keluarga sudah sepi, aku menggeser-geserkan layar membaca pesan whatapp yang masuk. Dan kembali tersenyum simpul saat membaca pesan dari Irwan, seorang polisi yang beberapa minggu ini baru mendekatiku.

"Kapan pulang Dok? Hatiku sakit minta diobati. Melihat meja praktikmu kosong semalam saja, nafsu makanku menghilang seketika."

"Otw bandara yang sepi karena corona."

"Tapi bandara tidak sesepi hatiku yang jauh darimu."

Aku tersenyum dan mengiriminya emoticon mengoloknya. Polisi ini memang pantang mundur, batinku sambil duduk di kursi grab yang kupesan Subuh tadi.

"Soeta buk?"

"Iya pak."

Mobil pun melaju. Aku kembali membaca pesan-pesan manis di grup keluargaku. Diselingi membalas beberapa pesan yang tadi belum sempat kubaca termasuk pesan seorang polisi ganteng yang usianya jauh dibawahku, Irwan.

*****bersambung*****

Terpopuler

Comments

Miamia

Miamia

ini aku kok baru Nemu cerita se seru ini,,,baru buka bab pertama aja udah cengar-cengir sendiri 😅, lanjut lah seru 🤗

2022-10-19

1

Elly Safitri

Elly Safitri

aku mampir kak,baru mulai udah asyik

2022-10-13

1

Juju Siti Julaeha

Juju Siti Julaeha

seru juga keluarga dokter ini👍

2022-10-11

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Grup Whatapp Keluarga
2 Bab 2 Kecelakaan
3 Bab 3 Sweater Ungu
4 Bab 4 Air Mata Ibu
5 Bab 5 Omelan
6 Bab 6 Rahasia Besar
7 Bab 7 Kisahku
8 Bab 8 Tetap Tugas
9 Bab 9 Pulang
10 Bab 10 Permohonan Irwan
11 Bab 11 eN A U eR A
12 Bab 12 Diamku
13 Bab 13 Bayi Penyayang Itu
14 Bab 14 Tante Sofie
15 Bab 15 Direktur Pingsan
16 Bab 16 Mencari Miranti
17 Bab 17 Kebenaran
18 Bab 18 Rasa
19 Bab 19 Mata Itu
20 Bab 20 Kilas Malam
21 Bab 21 Pulang
22 Bab 22 Ketegasan
23 Bab 23 Malam Menyeramkan
24 Bab 24 Protektif
25 Bab 25 Sepakat
26 Bab 26 Melawan Guna-Guna
27 Bab 27 Membawa Tante Mira
28 Bab 28 Kameramen Misterius
29 Bab 29 Aku dan Gaun Pengantin
30 Bab 30 Cinta Yang Salah
31 Bab 31 Sah
32 Bab 32 Gangguan Sore
33 Bab 33 Tidak Ada Sore Pengantin
34 Bab 34 Gangguan Kedua
35 Bab 35 Kenangan Terindah
36 Bab 36 Sahur Romantis
37 Bab 37 Titik Kelam Nindya
38 Bab 38 Mencari Takjil
39 Bab 39 Duduklah di Kursi Milikmu Sendiri
40 Bab 40 Oh Mama
41 Bab 41 Impian Papa
42 Bab 42 Fakta Baru Papa
43 Bab 43 Emas Antam
44 Bab 44 Berbuka Di Rumah Ibu
45 Bab 45 Kandas Bersama Maya
46 Bab 46 Mama Melewati Batas
47 Bab 47 USG
48 Bab 48 Terbongkarnya Sosok Rio Sebenarnya
49 Bab 49 Akhir Salah Asuhan
50 Bab 50 Lelaki Asing
51 Bab 51 Dirga
52 Bab 52 Anak Baik
53 Bab 53 Terbawa Suasana
54 Bab 54 Pendekatan Dirga
55 Bab 55 Ke Rumah Papa
56 Bab 56 Reuni Menjengkelkan
57 Bab 57 Pertemuan
58 Bab 58 Kesalahan
59 Bab 59 Perkenalan
60 Bab 60 Positif Covid-19 ?
61 Bab 61 Lensa dan Cinta
62 Bab 62 Perlahan Terkuak
63 Bab 63 Tentang Semua
64 Bab 64 Pendekatan Bang Fathur
65 Bab 65 Pengakuan Shelly
66 Bab 66 Karma
67 Bab 67 Penculikan Kedua
68 Bab 68 Akhir Petualangan Irwan
69 Bab 69 Lamaran Dadakan
70 Bab 70 Memetik apa yang ditanam
71 Bab 71 Dokter Jo
72 Ban 72 Lamaran Bang Fathur
73 Bab 73 Hadiah Untuk Mertuaku
74 Bab 74 Sepenggal Kisah
75 Bab 75 Tamu Istimewah ibu
76 Bab 76 Perpisahan dan Pertemuan
77 Bab 77 Sisa Rahasia
78 Bab 78 Penyelesaian
79 Bab 79 Afni
80 Bab 80 Hampir Khilaf
81 Bab 81 Diam
82 Bab 82 Hadiah Ulang Tahun
83 Bab 83 Sedikit Cemburu
84 Bab 84 Selamat dari Maut
85 Bab 85 Sakit Tak Berdarah
86 Bab 86 Sudahi
87 Bab 87 Khawatir
88 Bab 88 Berjumpa Calon Mertua Lagi
89 Bab 89 Romantisme Bang Fathur
90 Bab 90 Owh Bang Fathur
91 Bab 91 Ilmiah dan Yang Tak Kasat Mata
92 Bab 92 Melawan Guna-guna (2)
93 Bab 93 Pernikahan Bang Fathur
94 Bab 94 Malam Pertama Pasangan Baru
95 Bab 95 Pemulung Mencurigakan
96 Bab 96 Kedatangan Ibu
97 Bab 97 Sempurna (Tidak)
98 Bab 98 Terasing Sendirian
99 Bab 99 Tangisan di Malam Pekat
100 Bab 100 Happy Ending
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1 Grup Whatapp Keluarga
2
Bab 2 Kecelakaan
3
Bab 3 Sweater Ungu
4
Bab 4 Air Mata Ibu
5
Bab 5 Omelan
6
Bab 6 Rahasia Besar
7
Bab 7 Kisahku
8
Bab 8 Tetap Tugas
9
Bab 9 Pulang
10
Bab 10 Permohonan Irwan
11
Bab 11 eN A U eR A
12
Bab 12 Diamku
13
Bab 13 Bayi Penyayang Itu
14
Bab 14 Tante Sofie
15
Bab 15 Direktur Pingsan
16
Bab 16 Mencari Miranti
17
Bab 17 Kebenaran
18
Bab 18 Rasa
19
Bab 19 Mata Itu
20
Bab 20 Kilas Malam
21
Bab 21 Pulang
22
Bab 22 Ketegasan
23
Bab 23 Malam Menyeramkan
24
Bab 24 Protektif
25
Bab 25 Sepakat
26
Bab 26 Melawan Guna-Guna
27
Bab 27 Membawa Tante Mira
28
Bab 28 Kameramen Misterius
29
Bab 29 Aku dan Gaun Pengantin
30
Bab 30 Cinta Yang Salah
31
Bab 31 Sah
32
Bab 32 Gangguan Sore
33
Bab 33 Tidak Ada Sore Pengantin
34
Bab 34 Gangguan Kedua
35
Bab 35 Kenangan Terindah
36
Bab 36 Sahur Romantis
37
Bab 37 Titik Kelam Nindya
38
Bab 38 Mencari Takjil
39
Bab 39 Duduklah di Kursi Milikmu Sendiri
40
Bab 40 Oh Mama
41
Bab 41 Impian Papa
42
Bab 42 Fakta Baru Papa
43
Bab 43 Emas Antam
44
Bab 44 Berbuka Di Rumah Ibu
45
Bab 45 Kandas Bersama Maya
46
Bab 46 Mama Melewati Batas
47
Bab 47 USG
48
Bab 48 Terbongkarnya Sosok Rio Sebenarnya
49
Bab 49 Akhir Salah Asuhan
50
Bab 50 Lelaki Asing
51
Bab 51 Dirga
52
Bab 52 Anak Baik
53
Bab 53 Terbawa Suasana
54
Bab 54 Pendekatan Dirga
55
Bab 55 Ke Rumah Papa
56
Bab 56 Reuni Menjengkelkan
57
Bab 57 Pertemuan
58
Bab 58 Kesalahan
59
Bab 59 Perkenalan
60
Bab 60 Positif Covid-19 ?
61
Bab 61 Lensa dan Cinta
62
Bab 62 Perlahan Terkuak
63
Bab 63 Tentang Semua
64
Bab 64 Pendekatan Bang Fathur
65
Bab 65 Pengakuan Shelly
66
Bab 66 Karma
67
Bab 67 Penculikan Kedua
68
Bab 68 Akhir Petualangan Irwan
69
Bab 69 Lamaran Dadakan
70
Bab 70 Memetik apa yang ditanam
71
Bab 71 Dokter Jo
72
Ban 72 Lamaran Bang Fathur
73
Bab 73 Hadiah Untuk Mertuaku
74
Bab 74 Sepenggal Kisah
75
Bab 75 Tamu Istimewah ibu
76
Bab 76 Perpisahan dan Pertemuan
77
Bab 77 Sisa Rahasia
78
Bab 78 Penyelesaian
79
Bab 79 Afni
80
Bab 80 Hampir Khilaf
81
Bab 81 Diam
82
Bab 82 Hadiah Ulang Tahun
83
Bab 83 Sedikit Cemburu
84
Bab 84 Selamat dari Maut
85
Bab 85 Sakit Tak Berdarah
86
Bab 86 Sudahi
87
Bab 87 Khawatir
88
Bab 88 Berjumpa Calon Mertua Lagi
89
Bab 89 Romantisme Bang Fathur
90
Bab 90 Owh Bang Fathur
91
Bab 91 Ilmiah dan Yang Tak Kasat Mata
92
Bab 92 Melawan Guna-guna (2)
93
Bab 93 Pernikahan Bang Fathur
94
Bab 94 Malam Pertama Pasangan Baru
95
Bab 95 Pemulung Mencurigakan
96
Bab 96 Kedatangan Ibu
97
Bab 97 Sempurna (Tidak)
98
Bab 98 Terasing Sendirian
99
Bab 99 Tangisan di Malam Pekat
100
Bab 100 Happy Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!