Bab 5 Omelan

Kami sudah berkumpul di meja makan. Ibu sibuk melayani. Sudah menjadi kebiasaannya walaupun ada yuk Mairoh tetapi untuk perkara makan ibulah yang sibuk. Berkali-kali dia duduk berdiri hanya untuk menyiapkan keperluan kami.

"Ini diminum nak, ibu membuatkanmu minuman air jahe madu hangat." Ibu meletakkan segelas minuman segar di samping kanan bang Zamy duduk.

"Apa yang lain ada yang mau? Naura Mau?" Ibu bertanya kepada kami yang semuanya hanya menggeleng.

"Makanya Zamy, kalau ibu minta tolong menjemput adikmu Naura kau harus melakukannya. Jadi tidak kehujanan seperti ini. Lha ini malah keluyuran tidak jelas. Kamu itu dokter. Dokter itu tidak boleh sakit karena akan banyak pasien terkena imbasnya jika sang dokter sakit. Sudah tahu mau hujan malah pergi ke rumah teman yang tidak jelas. Pakain motor lagi." Ibu mengomel panjang pendek sambil kembali duduk. Kulihat bang Zamy hanya menunduk sambil menelan makanan. Aku bingung. Entah apa yang sedang ibu bicarakan. Apakah tadi bang Zamy tidak terlihat oleh ibu turun dari mobilku? Apakah tadi bang Zamy pulang diam-diam tanpa ketahuan sama ibu? Mengapa tiba-tiba ibu mengomelinya.

"Maafkan Zamy bu." Hanya itu yang diucapkan bang Zamy. Dia tidak pernah menjawab apalagi membantah omongan ibu.

"Naura bingung, maksud ibu tadi ibu menyuruh bang Zamy menjemputku di bandara?" Aku tak urung bertanya. Kuletakkan sendok dan garpuku di piring. Sepintas kulihat semuanya bergantian. Tangan kananku menopang dagu ke pipi kanan menunggu jawaban.

"Iya, bahkan dari kemarin ibu sudah ingatkan. Tetapi dia malah pergi menemui teman lamanya. Hampir berbarengan denganmu, tadi dia malah pulang berpakaian aneh." Ibu menjawab sedikit ketus. Tangannya kembali menuang sepotong sambel ikan gerut-gerut ke piring bang Rahman.

"Sudahlah ibu, Zamy habis kehujanan, janganlah disesalkan lagi." Bang Fathur menengahi. Aku melihat ke arah bang Fathur sembari mengernyitkan dahi. Aku dibingungkan dengan drama ibu mengomeli kakak kesayanganku.

"Ayo-ayo lanjutkan makannya nak, jangan diperbesar masalah sepele." Ayah bicara sambil melirik ibu. Kode itu memberi pertanda agar ibu berhenti menggerutu. Ibu ikut mendelik memberi kode ke ayah. Ayah melanjutkan menyuap nasi.

"Gara-gara Zamy tidak menjemput, malah Naura dijemput laki-laki tidak karuan itu." Ibu kembali mengoceh sambil bergantian melihat kami. Ayah kembali mendelik memberikan kode, dan ibu seperti tak peduli.

"Naura juga sudah pandai berbohong kepada ibu, katanya tidak mau dijemput kemarin, eh malah disopirin polisi tak berguna itu...." Ibu melanjutkan omelannya. Aku terkesiap. Saat ini amarah ibu tertuju kepadaku. Aku tidak mengerti sebenarnya point yang membuat ibu marah itu apa? Bang Zamy tidak menjemput? Atau Kehadiran Irwan yang memaksa menjemputku?"

"Maafkan adek ibu...." Aku merengek dan spontan berdiri memeluk ibu dari belakang. Air mataku langsung jatuh. Aku tak pernah melihat ibu mengomel terus saat makan begini. Apalagi ini karena kesalahanku. Aku pulang dengan Irwan. Tetapi bang Zamy? Kenapa dia? Mengapa ibu memarahinya juga. Kami seperti anak kecil lagi. Diam dan saling berpandangan.

"Sudahlah Nia, jangan mengomel lagi." Kali ini terdengar suara ayah meninggi. Dia berdiri setelah meneguk habis segelas air putih. Ayah meninggalkan ruang makan. Jarang sekali dia menyebut nama panggilan ibuku.

"Baiklah, silahkan lanjutkan makan kalian nak. Ibu berdiri melepaskan pegangan tanganku di bahunya. Tanpa memperhatikan kami, ibu bicara lagi sambil berjalan menyusul ayah.

"Jangan lupa habis sholat Magrib nanti, semua berkumpul di ruang keluarga. Ada hal penting yang ingin ibu sampaikan. Naura dan Zamy mungkin nanti akan telat ke tempat praktik. Silahkan kalau mau nginformasikan ke perawat di sana." Ibupun bicara sambil berlalu. Aku terpaku, mencoba mencari jawab dengan menatap ketiga kakakku bergantian. Namun mereka hanya mengangkat bahu pertanda tak mengerti juga dengan apa yang sedang terjadi.

"Abang duluan Naura...." bang Zamy berdiri meninggalkan ruang makan. Kulihat datar saja wajahnya. Mungkin menahan hati agar tidak kecewa atas oerlakuan ibu barusan.

"Abang juga sudah selesai makannya." Giliran bang Fathur mengikuti bang Zamy. Mataku memicing mengiringi langkah mereka menuju ruang tengah. Kemudian aku menoleh bang Rahman yang juga sudah berdiri.

"Dek, abang tinggalkan tidak apa-apa? Atau mau abang temani?"

"Adek bisa sendiri." Aku menghela nafas dalam. Berat sekali rasanya keakraban keluarga seakan terhalang hanya karena kesalahanku. Mengapa aku mengizinkan Irwan menyopiri kepulanganku dari bandara tadi. Seharusnya aku menyetir sendiri. Mungkin ibu tidak akan marah. Aku kembali mendesah lalu membereskan semua bekas makan di meja. Yuk Mairoh sudah pulang, karena memang dia hanya datang di siang hari sebagai pembantu di rumahku. Tetapi mungkin karena di telpon ibu makanya tadi dia datang membantu menyiapkan makanan.

"Beresss....!" Aku meletakkan serbet bekas mengelap meja ke meja keramik. Lalu berjalan menuju kamar. Tetapi tiba-tiba aku mendengar suara serius dari arah kamar bang Zamy. Aku menguping sambil perlahan membuka-buka kalender di depan pintu kamarnya. Agar jika nanti ketahuan menguping aku punya alibi sedang melihata tanggal untuk jadwal temu dengan dokter co *** di rumah sakit tempatku bekerja. Aku akan menilai mereka.

"Kenapa kau tadi tidak bilang ke ibu Zamy? Kalau sebenarnya kau sudah datang ke bandara buat menjemput Naura." Terdengar suara bang Fathur menyesalkan.

"Bang Fathur..., jika kubilang yang sebenarnya, ibu malah akan memarahi Naura. Aku paling tidak suka melihat dia kena marah. Abang kan tahu betul si Naura itu. Dia hanya gagah kepada orang lain, tetapi air matanya begitu cepat tumpah saat kita yang memarahinya." Lembut sekali suara itu. Suara bang Zamy yang selalu ada di sampingku sejak aku kecil. Dia begitu penyabar dan pengertian.

"Tapi tetap saja hasilnya kacau. Ibu malah marah-marah gak jelas ke semuanya." Bang Rahman ikut berkomentar. Aku hapal sudah dengan ketiga suara itu. Mereka sudah ada di sampingku sejak puluhan tahun lalu. Sejak aku mampu mengingat. Nada bicara mereka sudah lekat di hati dan pendengaranku.

"Kenapa kau tidak langsung memanggil Naura?" Kembali terdengar bang Fathur bertanya.

"Aku sudah melambaikan tangan tadi bang, tetapi Naura malah melihat ke arah si Irwan. Saat melihat mereka sudah saling bicara, aku memanggil ojol yang kebetulan habis mengantar orang ke bandara."

"Sudahlah, ayo kita bersiap ke masjid, sebentar lagi azan Magrib akan berkumandang." Bang Rahman mengakhiri. Aku buru-buru berlalu dari tempat menguping, lalu masuk ke kamarku. Kututup pintu kamarku dengan perlahan sekali. Sesaat kemudian terdengar suara bang Rahman memanggil ayah mengajak pergi ke masjid bersama. Aku merebahkan badan di kasur. Mengambil hp, dan menulis pesan ke sekretarisku di klinik.

"Dyah, nanti aku datang terlambat ke klinik, kamu tensi saja semua pasien yang sudah datang."

"Baik dok." Aku membaca balasan dari sekretarisku, kemudian melemparkan hp ke arah ujung kakiku. Aku menutup belakang kepalaku dengan bantal. Terlungkup, menahan isak tangis. Tiba-tiba saja ada perasaan sesak dan kesedihan di hati.

Terpopuler

Comments

Juju Siti Julaeha

Juju Siti Julaeha

kasian juga sama dokter Naura itu😭😭

2022-10-11

1

Lusiana Ouw

Lusiana Ouw

np ga TLP 🙄

2021-07-30

1

Dhy_Ayu

Dhy_Ayu

Seruu

2020-07-03

3

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Grup Whatapp Keluarga
2 Bab 2 Kecelakaan
3 Bab 3 Sweater Ungu
4 Bab 4 Air Mata Ibu
5 Bab 5 Omelan
6 Bab 6 Rahasia Besar
7 Bab 7 Kisahku
8 Bab 8 Tetap Tugas
9 Bab 9 Pulang
10 Bab 10 Permohonan Irwan
11 Bab 11 eN A U eR A
12 Bab 12 Diamku
13 Bab 13 Bayi Penyayang Itu
14 Bab 14 Tante Sofie
15 Bab 15 Direktur Pingsan
16 Bab 16 Mencari Miranti
17 Bab 17 Kebenaran
18 Bab 18 Rasa
19 Bab 19 Mata Itu
20 Bab 20 Kilas Malam
21 Bab 21 Pulang
22 Bab 22 Ketegasan
23 Bab 23 Malam Menyeramkan
24 Bab 24 Protektif
25 Bab 25 Sepakat
26 Bab 26 Melawan Guna-Guna
27 Bab 27 Membawa Tante Mira
28 Bab 28 Kameramen Misterius
29 Bab 29 Aku dan Gaun Pengantin
30 Bab 30 Cinta Yang Salah
31 Bab 31 Sah
32 Bab 32 Gangguan Sore
33 Bab 33 Tidak Ada Sore Pengantin
34 Bab 34 Gangguan Kedua
35 Bab 35 Kenangan Terindah
36 Bab 36 Sahur Romantis
37 Bab 37 Titik Kelam Nindya
38 Bab 38 Mencari Takjil
39 Bab 39 Duduklah di Kursi Milikmu Sendiri
40 Bab 40 Oh Mama
41 Bab 41 Impian Papa
42 Bab 42 Fakta Baru Papa
43 Bab 43 Emas Antam
44 Bab 44 Berbuka Di Rumah Ibu
45 Bab 45 Kandas Bersama Maya
46 Bab 46 Mama Melewati Batas
47 Bab 47 USG
48 Bab 48 Terbongkarnya Sosok Rio Sebenarnya
49 Bab 49 Akhir Salah Asuhan
50 Bab 50 Lelaki Asing
51 Bab 51 Dirga
52 Bab 52 Anak Baik
53 Bab 53 Terbawa Suasana
54 Bab 54 Pendekatan Dirga
55 Bab 55 Ke Rumah Papa
56 Bab 56 Reuni Menjengkelkan
57 Bab 57 Pertemuan
58 Bab 58 Kesalahan
59 Bab 59 Perkenalan
60 Bab 60 Positif Covid-19 ?
61 Bab 61 Lensa dan Cinta
62 Bab 62 Perlahan Terkuak
63 Bab 63 Tentang Semua
64 Bab 64 Pendekatan Bang Fathur
65 Bab 65 Pengakuan Shelly
66 Bab 66 Karma
67 Bab 67 Penculikan Kedua
68 Bab 68 Akhir Petualangan Irwan
69 Bab 69 Lamaran Dadakan
70 Bab 70 Memetik apa yang ditanam
71 Bab 71 Dokter Jo
72 Ban 72 Lamaran Bang Fathur
73 Bab 73 Hadiah Untuk Mertuaku
74 Bab 74 Sepenggal Kisah
75 Bab 75 Tamu Istimewah ibu
76 Bab 76 Perpisahan dan Pertemuan
77 Bab 77 Sisa Rahasia
78 Bab 78 Penyelesaian
79 Bab 79 Afni
80 Bab 80 Hampir Khilaf
81 Bab 81 Diam
82 Bab 82 Hadiah Ulang Tahun
83 Bab 83 Sedikit Cemburu
84 Bab 84 Selamat dari Maut
85 Bab 85 Sakit Tak Berdarah
86 Bab 86 Sudahi
87 Bab 87 Khawatir
88 Bab 88 Berjumpa Calon Mertua Lagi
89 Bab 89 Romantisme Bang Fathur
90 Bab 90 Owh Bang Fathur
91 Bab 91 Ilmiah dan Yang Tak Kasat Mata
92 Bab 92 Melawan Guna-guna (2)
93 Bab 93 Pernikahan Bang Fathur
94 Bab 94 Malam Pertama Pasangan Baru
95 Bab 95 Pemulung Mencurigakan
96 Bab 96 Kedatangan Ibu
97 Bab 97 Sempurna (Tidak)
98 Bab 98 Terasing Sendirian
99 Bab 99 Tangisan di Malam Pekat
100 Bab 100 Happy Ending
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1 Grup Whatapp Keluarga
2
Bab 2 Kecelakaan
3
Bab 3 Sweater Ungu
4
Bab 4 Air Mata Ibu
5
Bab 5 Omelan
6
Bab 6 Rahasia Besar
7
Bab 7 Kisahku
8
Bab 8 Tetap Tugas
9
Bab 9 Pulang
10
Bab 10 Permohonan Irwan
11
Bab 11 eN A U eR A
12
Bab 12 Diamku
13
Bab 13 Bayi Penyayang Itu
14
Bab 14 Tante Sofie
15
Bab 15 Direktur Pingsan
16
Bab 16 Mencari Miranti
17
Bab 17 Kebenaran
18
Bab 18 Rasa
19
Bab 19 Mata Itu
20
Bab 20 Kilas Malam
21
Bab 21 Pulang
22
Bab 22 Ketegasan
23
Bab 23 Malam Menyeramkan
24
Bab 24 Protektif
25
Bab 25 Sepakat
26
Bab 26 Melawan Guna-Guna
27
Bab 27 Membawa Tante Mira
28
Bab 28 Kameramen Misterius
29
Bab 29 Aku dan Gaun Pengantin
30
Bab 30 Cinta Yang Salah
31
Bab 31 Sah
32
Bab 32 Gangguan Sore
33
Bab 33 Tidak Ada Sore Pengantin
34
Bab 34 Gangguan Kedua
35
Bab 35 Kenangan Terindah
36
Bab 36 Sahur Romantis
37
Bab 37 Titik Kelam Nindya
38
Bab 38 Mencari Takjil
39
Bab 39 Duduklah di Kursi Milikmu Sendiri
40
Bab 40 Oh Mama
41
Bab 41 Impian Papa
42
Bab 42 Fakta Baru Papa
43
Bab 43 Emas Antam
44
Bab 44 Berbuka Di Rumah Ibu
45
Bab 45 Kandas Bersama Maya
46
Bab 46 Mama Melewati Batas
47
Bab 47 USG
48
Bab 48 Terbongkarnya Sosok Rio Sebenarnya
49
Bab 49 Akhir Salah Asuhan
50
Bab 50 Lelaki Asing
51
Bab 51 Dirga
52
Bab 52 Anak Baik
53
Bab 53 Terbawa Suasana
54
Bab 54 Pendekatan Dirga
55
Bab 55 Ke Rumah Papa
56
Bab 56 Reuni Menjengkelkan
57
Bab 57 Pertemuan
58
Bab 58 Kesalahan
59
Bab 59 Perkenalan
60
Bab 60 Positif Covid-19 ?
61
Bab 61 Lensa dan Cinta
62
Bab 62 Perlahan Terkuak
63
Bab 63 Tentang Semua
64
Bab 64 Pendekatan Bang Fathur
65
Bab 65 Pengakuan Shelly
66
Bab 66 Karma
67
Bab 67 Penculikan Kedua
68
Bab 68 Akhir Petualangan Irwan
69
Bab 69 Lamaran Dadakan
70
Bab 70 Memetik apa yang ditanam
71
Bab 71 Dokter Jo
72
Ban 72 Lamaran Bang Fathur
73
Bab 73 Hadiah Untuk Mertuaku
74
Bab 74 Sepenggal Kisah
75
Bab 75 Tamu Istimewah ibu
76
Bab 76 Perpisahan dan Pertemuan
77
Bab 77 Sisa Rahasia
78
Bab 78 Penyelesaian
79
Bab 79 Afni
80
Bab 80 Hampir Khilaf
81
Bab 81 Diam
82
Bab 82 Hadiah Ulang Tahun
83
Bab 83 Sedikit Cemburu
84
Bab 84 Selamat dari Maut
85
Bab 85 Sakit Tak Berdarah
86
Bab 86 Sudahi
87
Bab 87 Khawatir
88
Bab 88 Berjumpa Calon Mertua Lagi
89
Bab 89 Romantisme Bang Fathur
90
Bab 90 Owh Bang Fathur
91
Bab 91 Ilmiah dan Yang Tak Kasat Mata
92
Bab 92 Melawan Guna-guna (2)
93
Bab 93 Pernikahan Bang Fathur
94
Bab 94 Malam Pertama Pasangan Baru
95
Bab 95 Pemulung Mencurigakan
96
Bab 96 Kedatangan Ibu
97
Bab 97 Sempurna (Tidak)
98
Bab 98 Terasing Sendirian
99
Bab 99 Tangisan di Malam Pekat
100
Bab 100 Happy Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!