Istri Keempat Suamiku

Istri Keempat Suamiku

1

"Nikahi dia, Pak. Sah secara agama dan negara."

Kuhela napas panjang. Bukan yang pertama kalinya, Mas Hendra—suamiku—tertangkap basah sedang bersama wanita muda. Berjalan berdua seakan dia seorang bujangan.

Mas Hendra masih diam, dia hanya bisa tertunduk bersama kekasihnya yang bisa kuperkirakan usianya masih berkisar 25 tahun.

"Jangan lagi kau sakiti, Pak. Cukup aku." Suasana cafe yang ramai seakan lengang tak berpengunjung selain kami. Gadis berambut sebahu itu terlihat takut, "siapa namamu, Dek?"

"Na—ma sa—"

"Jangan takut, saya gak akan marahin kamu atau vidioin terus disebar ke internet," jelasku. Dia mengangguk. Menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan.

"Nama saya Mi—ra, Bu," ucapnya dengan bibir bergetar. Sesekali kulihat kedua tangannya saling meremas.

"Ayo, ikut saya. Kamu naik mobil saya saja, biar Mas Hendra mengikuti dari belakang." Mereka berdua mengangguk patuh. Kami berjalan beriringan.

Kuhentikan mobil tepat di depan rumah. Menyuruh Mira turun membuka gerbang, ia menurut. Kuparkirkan mobil di garasi. Mengajak gadis yang masih terlihat ketakutan itu masuk ke dalam.

"Kamu tunggu di sini, saya ambil minum dulu. Nanti kalau mas Hendra masuk ajak dia duduk di sini juga, ya, Mir," ucapku sambil melangkah masuk menuju dapur, meninggalkan Mira sendiri di ruang tamu.

Beberapa saat kemudian aku kembali bersama teh hangat dan empat toples camilan. Mira dan Mas Hendra duduk berdekatan.

"Geser kamu, Pak. Belum jadi istrimu." Mas Hendra menurut. Ia bangkit duduk di kursi yang sebelahnya.

"Diminum dulu." Mereka berdua saling melempar pandangan, "gak aku kasih racun, kok!" Sesekali mereka saling lirik saat menyeruput teh hangat yang kusajikan, "Enak tehnya?" Mira mengangguk, "kalau boleh tahu usiamu berapa, Dek?"

"Uhuk!" Mira terbatuk. Mas Hendra dengan segera mendekat duduk, menepuk punggungnya dengan perlahan. Aku memalingkan wajah, mengambilkan tisu di meja sebelahku duduk.

"Jadi, umurmu berapa?"

"Du—a li—ma, Bu."

"Masih kuliah apa kerja?"

"Kerja, Bu."

"Kerja di mana?"

Hening sejenak. Aku menatap lekat pria yang sudah 25 tahun menyandang status sebagai suami. Ada raut ketakutan di sana.

"Sa—ya sekertaris baru di kantor Pak Hendra, Bu," jawab Mira sambil menundukan kepala. Kedua tangannya mengepal di atas paha.

"Kalian tadi kencan?"

"Iya. Tidak!" Mira menjawab iya, sedang Mas Hendra mengatakan tidak.

"Jadi, yang bener yang mana? Jujur saja, saya amat benci kebohongan. Namun, saya sangat suka dengan kejujuran meski menyakitkan sekalipun."

"Maafin, aku, Las."

Aku mengangguk. "Ceritakan, Pak. Aku akan dengaarkan."

Mas Hendra akhirnya buka mulut. Menceritakan tentang awal kedekatannya dengan sekertaris baru, juga perihal ketertarikannya pada gadis muda itu. Ia menjelaskan selama lima bulan ini mereka intens dan intim berhubungan, namun hanya di luar kantor. Jika, di dalam mereka seperti atasan dan karyawannya.

Kuhela napas, harus kah menangis? Tidak, bahkan ini sudah terjadi sejak tahun ke lima pernikahan kami. Semakin berjalannya waktu, hatiku semakin membatu. Sakit yang ia sebabkan perlahan menguatkan kerapuhan yang ada, menjelma menjadi wanita tangguh dalam menahan semua luka. Demi ketiga anak yang dititipkan dalam pelukanku.

"Beri alamat rumahmu, Mira. Biar kami bisa segera melamar kamu," ucapku sembari bangkit meninggalkan mereka berdua yang masih terdiam mematung.

≠≠≠≠

#Istri_Keempat_Suamiku

Part 2

Part sebelumnya

https://m.facebook.com/groups/488655531196343?view\=permalink&id\=3112021482193055

Kudorong pintu kamar lalu menutupnya perlahan. Menyandarkan punggung pada daun pintu, memegang dada yang terasa sesak. Hati ini tiba-tiba terasa nyeri, teringat cerita Mas Hendra tadi. Tentang kedekatan mereka berdua beberapa bulan terakhir, hingga terjebak dalam perzinaan. Allah, apa yang harus hambamu lakukan kali ini?

Aku berjalan menuju meja rias, duduk di sana mematut diri di depan cermin. Membuka kerudung, membiarkanya tergeletak di lantai. Kuraih kapas dan susu pembersih, mengusapkannya pada wajah secara perlahan.

Dalam cermin terpantul bayangan diri, sesaat usapanku berhenti. Nampak wajah Mira di dalam sana. Rasa menyesal itu menusuk sanubari. Tuhan, jangan sampai keturunan kami menanggung dosa orang tuanya. Aku tergugu.

Derit pintu terbuka, aku melihat Mas Hendra masuk dari pantulan cermin. Ia berjalan mendekat, memegang kedua bahuku lalu merunduk.

"Lepaskan, Mas." Ia bangkit, berganti posisi bersimpuh di lututku. Kedua tangannya menggenggam jemari tua ini.

"Maafkan aku, Lastri. Maafkan," ucapnya dalam isakan. Aku bergeming. Memikirkan bagaimana jika Mira adalah putriku yang saat ini tengah jauh dari jangkauan mata, kami di sini percaya jika ia tengah tekun belajar. "Lastri ..."

"Sudah berapa kali aku bilang, Mas. Jika kau merasa tertarik pada perempuan lain, katakan! Jangan berzina!" bentakku padanya.

Ya, aku memang mengizinkannya menikah lagi. Bukan untuk yang kedua kali. Jika lamaran kali ini berhasil maka, genap sudah batas maksimal untuk lelaki itu memiliki istri.

"A—ku akan meninggalkannya, Las."

Aku tertawa sinis. "Lelaki macam apa kamu! Menodai anak orang, lalu mencampakannya!" Dadaku naik turun, sesak ini semakin menjadi.

"Ia hanya butuh uang, Las."

"Kau lupa, Mas. Kau punya anak lelaki dan perempuan. Kau lupa, Mas. Jika wanita pezina harus menikah dengan lelaki yang mengzinainya."

Tangis Mas Hendra membuncah. Ia terus mengucap kata maaf tanpa henti. Aku hanya diam, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan.

"Maafkan aku, Las."

"Dosa zina hanya bisa ditebus dengan merajam pelaku zina, Mas. Bertobatlah pada Allah, semoga kesungguhanmu bisa meluruhkan dosa-dosamu." Aku memapahnya bangkit. "Akan kukabari kedua adik maduku."

"Jangan, Las. Aku mohon."

"Tidak, Mas. Mereka harus tahu." Aku bangkit, meninggalkan Mas Hendra sendiri di kamar. Berjalan menuju dapur mengambil air minum dan ponsel yang tertinggal di sana.

Kududukan pinggul di sofa, menaikan kaki mencari posisi nyaman lalu menyalakan tivi. Tak lupa membawa cemilan yang tadi kubawa ke depan untuk suguhan. Setoples nastar cukup menemani leyeh-leyehku kali ini. Sekelebat pikiranku melayang, membayangkan jika nanti Mira pindah ke sini. Ah, sudahlah. Biarkan saja. Toh tidak ada bedanya untuku.

'Assalamu'alaikum.'

'Dek, ada kabar baik.'

'Mas Hendra mau nikah lagi.'

Baru pesan itu selesai kukirim langsung mendapat respon dari adik madu yang pertama, Tati namanya. Usia tiga tahun lebih tua dariku.

'Yang bener, Mbak?'

Segera kuketik balasan. 'Iya, bener, kok!'

'Wanita mana lagi, Mbak?' Kali ini dari adik madu ketiga, Nuri.

'Belum tahu, cuma tadi dibawa ke sini.'

'Usianya 25 tahun.'

'Waaah, daun muda dong.' Tati membalas diikuti dengan emot tertawa menangis guking-guling banyak sekali.

'Kita mah apa atuh.' Nuri membalas lagi.

'Hus, sabar, ya. Insya Allah kita mampu.'

Tati dan Nuri kompak mengirimkan emotik menangis. Aku terkekeh, mengingat mereka memang sering tidak akur saat awal bersama. Usia tua tidak menjamin sebuah kedewasaan, bahkan akulah yang menjadi jembatan agar Tati mampu menerima hadirnya Nuri saat itu.

Mas Hendra memberi secarik kertas. "Ini apa, Mas." Aku mendongkak, mengambil kertas dari tangannya.

"Alamat rumah Mira yang kamu minta." Aku mengangguk mengiyakan. Kening sedikit berkerut tatkala setelah membaca alamat rumahnya, "Dia bukan asli sini, Mas?" Mas Hendra duduk tepat di sebelahku, tangannya kutampis saat mengambil secomot nastar dari dalam toples. "Aku gak suka berbagi makanan. Cukup berbagi suami saja."

Mas Hendra meringis, "Keras juga sabetanmu, Las."

"Sekeras hatiku, Mas."

Sesaat kemudian hening di antara kami. Hanya riuh suara musik di televisi yang mendominasi. Mataku masih fokus pada layar 41 inci itu, sedang Mas Hendra, aku tidak peduli.

Terpopuler

Comments

💞Erra Tarmizi💞

💞Erra Tarmizi💞

kenapa dia bisa setegar itu ya

2023-05-07

0

mom mikayla

mom mikayla

kue nastar lebih berharga drpd suami durjana 🤣🤣

2021-05-22

0

Arnijum

Arnijum

perempuan baja dimadu sampe eempat

2021-04-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!