Terpaksa Menikahi Wanita Malam
Disebuah tempat yang dikenal dengan surga malam. Seorang wanita cantik bernama Veronika atau biasa di panggil Veren. Wanita cantik yang berprofesi sebagai wanita penghibur itu adalah seorang yatim piatu. Tubuh tinggi langsing dan kesempurnaan tubuhnya memang tak bisa diragukan lagi. Banyak pria hidung belang yang mencoba untuk membeli waktunya atau menjadikannya simpanan, bahkan beberapa kali dia telah di lamar oleh pengusaha kaya. Tapi sayang, jiwa bebas wanita itu tidak bisa di beli hanya dengan uang. Pasti begitu banyak orang yang merasa bingung. Kenapa banyak sekali pria yang antri ingin mendapatkannya. Iya, dia adalah wanita malam yang tidak mudah untuk di dapatkan. Transaksi dengan wanita cantik itu sungguh sangat tertutup. Bahkan sudah banyak sekali pria yang mencari tahu tentang masa lalunya hanya untuk mendapatkan simpati dari Veren. Tapi lagi-lagi, Veren adalah wanita bebas yang tidak akan bisa di kekang atau pun di di ancam.
" Hai, Veren. Apakah kau memiliki tamu malam ini? " Tanya seorang pria muda yang biasa mendatangi tempat itu.
Veren tersenyum lalu meletakkan gelas berisi alkohol yang baru saja dia tenggak habis itu. Di tatap nya bola mata seorang pria tampan yang hampir setiap malam mendatangi surga malam. ( Surga malam adalah nama sebuah tempat yang bersisi klub malam, dan juga tempat para pekerja *3** menjajakan diri nya.)
" Kau tahu, aku juga akan tetap disini meski aku tidak melayani tamu. " Veren mengangkat jarinya lalu menjetik kan jemarinya untuk memberi kode kepada bartender jika dia menginginkan satu gelas alkohol lagi.
Pria itu tersenyum melihat betapa anggun dan hebatnya seorang Veren. Bahkan hanya dengan satu gerakan, dia terlihat begitu keren.
" Veren bisakah kau memberikan waktu mu untuk ku malam ini? " Pria itu menatap dengan tatapan memohon dan penuh harap.
Veren kembali tersenyum. Dia kembali menatap pria yang kini duduk disampingnya. Tangannya terangkat lalu mengusap pipi mulus pria itu.
" Aku tidak mau, sayang. Aku sedang tidak berniat bersetubuh. Lagi pula, aku juga tidak akan puas kalau hanya hitungan menit sudah selesai. " Veren tersenyum lalu kembali ke posisi awal dengan memegang segelas alkohol yang tinggal separuh di gelasnya.
Mendengar pernyataan Veren, pria itu tentu saja merasa terprovokasi untuk menunjukkan betapa hebatnya dia diranjang.
" Veren, aku bisa memuaskan mu. Aku berjanji kau tidak akan merasa kecewa oleh ku. "
Veren terkekeh tanpa menatap pria itu. Dia kini sibuk mengambil sebatang rokok lalu menyalakan pemantik untuk membakar ujung rokoknya.
" Aku adalah pekerja *3**. Laku bagaimana bisa kau yang memuaskan ku. Kau ini sungguh pria yang lucu. "
" Veren, bisakah kau memberiku waktu mu? aku mohon. "
" Tidak. Carilah gadis lain. " Veren mematikan rokoknya lalu mulai beranjak pergi meninggalkan pria itu.
" Tunggu, Veren. " Pria itu meraih lengan Veren untuk menahan langkah kaki Veren yang akan menjauh darinya.
" Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan agar kau memberikan satu malam saja untukku. "
Veren tersenyum dingin lalu membalikan tubuhnya menatap pria itu.
" Tidak bisa. Kau tidak akan bisa memberikan apa yang aku inginkan. Karena kau, bukanlah orang itu. " Veren melepaskan tangan pria itu laku berbagai pergi meninggalkan pria yang kini menatap punggungnya degan tatapan bingung.
Hinaan, sindiran, bahkan dengan terang-terangan di hina di depan umum adalah hak yang biasa baginya. Seperti sekarang ini. Saat berjalan menuju rumah satu-satunya yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Beberapa warga berbisik sembari melirik tajam ke arah Veren. Tentu saja gadis itu sudah paham apa maksudnya. Bukan tidak perduli, hanya saja dia tidak ingin banyak bicara karena tidak akan ada ubahnya cara berpikir mereka memang sudah sangat buruk tentangnya. Jadi biarkan saja apa yang mereka katakan.
Perlahan Veren melepaskan sepatunya dan berjalan jinjit memasuki rumah.
" Ibu! "
Seorang bocah laki-laki berusia tujuh tahun berlari ke arahnya. Tangan kecilnya memeluk erat pinggang Veren dengan mata yang di penuhi dengan air mata. Bibirnya gemetar dengan suara tangis yang tersendat-sendat karena ditahan oleh nya.
Veren menarik nafas dalam-dalam lalu menjatuhkan sepatunya di lantai. Di pegang nya dua tangan yang memeluk pinggangnya lalu mensejajarkan tingginya.
" Ada apa Denzo? kenapa kau menangis? " Veren menyeka air mata putranya dengan jemari lentiknya. Dia tersenyum dengan lembut dan penuh perhatian setiap perlakuannya kepada putra semata wayangnya itu.
" Ibu, hari ini teman-teman di sekolah ku mengejek ku lagi. Mereka mengatai ku anak haram. Mereka juga mengatai ibu. Tidak ada dari mereka yang mau berteman dengan ku. " Denzo kembali sesegukan karena tangisannya masih belum bisa ia hentikan begitu saja.
Veren membuang nafas kasarnya laku memeluk erat tubuh putranya itu. Sesungguhnya dia juga tidak tega dengan semua yang menimpa putranya. Tapi mau bagaimana lagi, kejadian di masa lalu membuatnya harus menjalani semua ini dengan penuh air mata. Anak tujuh tahun yang seharusnya sibuk belajar dan bermain bersama teman-temannya, justru menjadi bulan-bulannan temannya. Sepulang sekolah juga Denzo sama sekali tidak pernah pergi bermain. Alhasil, Denzo hanya menghabiskan waktunya untuk belajar dan belajar.
" Denzo, bagaimana kalau kita pindah rumah saja? kita cari sekolah yang baru untuk mu, kita hidup di lingkungan yang baru. Ibu janji, Ibu tidak akan membiarkan siapapun lagi menghina mu. "
Denzo menyeka air matanya. Matanya lekat menatap bola mata berwarna coklat milik Ibunya. Sesaat dia kembali berpikir, ternyata tindakannya kali ini membuat Ibunya goyah. Padahal sedari dulu, Ibunya sama sekali tidak ingin meninggalkan rumah yang penuh kenangan orang tuanya.
" Ibu, maaf kan aku. Aku tidak berbuat memaksa Ibu untuk pergi dari rumah ini. " Denzo tertunduk pilu. Iya, anak tujuh tahun itu menjadi begitu dewasa karena kondisi yang mendesaknya untuk menjadi lebih dewasa dari usianya. Hidup tanpa seorang Ayah, ditambah tidak adanya Nenek dan Kakeknya lagi, mau tidak mau dia harus bisa mengandalkan dirinya sendiri karena tidak ingin menambah beban untuk Ibunya.
Veren menangkup wajah tampan Denzo lalu tersenyum. Di kecup nya kening dan kedua pipi Denzo bergantian penuh kasih sayang.
" Sayang, Ibu juga sudah tidak nyaman tinggal disini. Lagi pula, tempat tinggal kita nanti adalah tempat yang ketat penjaganya. Disana tidak akan ada lagi orang-orang yang mengatai mu dan juga Ibu. "
Denzo perlahan-lahan mengubah ekspresi wajahnya. Dia tersenyum lalu memeluk erat Ibunya. Dia memang tidak paham apa pekerjaan Ibunya, tapi yang ia tahu adalah, Ibunya yang paling baik dan paling mencintai nya.
" Ibu, ketika aku dewasa nanti, aku tidak akan membiarkan Ibu bekerja sampai larut malam seperti ini lagi. Aku akan menjadi orang sukses agar bisa membuat Ibu bangga padaku. "
Veren mengecup pundak putranya karena merasa begitu terharu.
Denzo, sebelum kau dewasa nanti, Ibu berharap bisa menemukan orang itu dan membalas semua perbuatannya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Mampir ya ceritanya menarik nich
2022-10-05
0
afilla
ada apa kah gerangan dengan masa lalu veren??????
2022-01-22
0
Styblawhyni
😍😍
2022-01-08
0