"Silvia, sumpah, itu aku hanya salah kirim! Aku salah kirim voice note! Dan semalam baterai ponselku habis! Sungguh Silvia, aku tidak berbohong! Kau pasti tahu bahwa aku adalah pria yang pantang untuk berbohong!"
Silvia memasang ekspresi kesal saat mendengarkan penjelasan dari Vedra. Silvia menatap pria yang saat ini terlihat panik. Berkali-kali pria itu membetulkan letak kacamatanya yang merosot.
Vedra bahkan izin tidak masuk kerja hanya untuk menemui dan mencoba menjelaskan semua kesalahpahaman ini kepada Silvia. Wanita yang dalam waktu dekat ini akan menjadi istrinya setelah mereka berkencan selama satu tahun terakhir.
"Vedra, kamu itu tega sekali padaku! Aku meneleponmu ratusan hingga ribuan kali, aku rasanya nyaris gila hanya gara-gara satu voice note darimu! Kamu selalu seperti ini, Vedra! Kamu selalu seperti ini! Sulit sekali rasanya berkomunikasi denganmu! Seakan dalam hubungan ini hanya aku yang begitu antusias dan berharap sangat!" tandas Silvia.
"Silvia, itu tidak benar," kata Vedra. "Tolong jangan berpikir seperti itu! Aku minta maaf dan akan bersungguh-sungguh untuk tidak melakukan kesalahan! Sungguh, aku hanya sedang bermasalah dengan wanita bernama Verda, dia rekan sekantorku, dan aku sudah melakukan sesuatu yang salah dengan barang berharganya, dan dia minta aku ganti rugi!"
"Apa?! Barang berharga macam apa yang akhirnya membuatmu harus ganti rugi?! Apa kau merenggut keperawanannya?!" cecar Silvia.
"Bu-bukan, Silvia! A-aku bukan laki-laki rendah seperti itu! Aku membuang foto-foto idola wanita itu! Foto-foto itulah yang menjadi barang berharga wanita itu," Vedra tergagap.
Silvia melipat tangannya di depan dada. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pria yang akan menjadi suaminya ini. Menurut Silvia, Vedra terasa sangatlah misterius, meski mereka sudah berkencan selama satu tahun dan akhirnya memutuskan untuk menikah, namun entah mengapa Silvia mendadak ragu dengan keputusannya. Terlebih orang tua Silvia tiba-tiba saja mengirimkan sesuatu yang membuat Silvia semakin ragu untuk melanjutkan langkahnya bersama Vedra.
Silvia mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalam tas tangannya, menyodorkan amplop itu ke arah Vedra.
"Apa ini, Silvia?" tanya Vedra.
Vedra membuka amplop yang di dalamnya terdapat kertas-kertas berisi tulisan-tulisan dan gambar-gambar serta perhitungan-perhitungan yang tidak dimengerti Vedra.
"Itu surat yang kuterima dari orang tuaku. Isinya berupa hasil ramalan tentang hubungan pernikahan kita nantinya. Ibuku mengirimkan hasil ramalan dari tujuh peramal yang memberi kesimpulan bahwa kita tidak cocok, Ved. Dan orang tuaku meminta agar kita tidak melanjutkan hubungan kita ke jenjang pernikahan," Silvia menjelaskan.
"A-apa?!" Vedra terlonjak kaget. "Silvia, mana bisa begitu! Mana bisa kamu membatalkan pernikahan kita hanya karena ramalan-ramalan ini!" kata Vedra.
"Vedra, kamu pasti tahu kan, orang tuaku sangat berpegang teguh pada ramalan-ramalan? Pada saat mendengar kabar bahwa kita akan menikah, orang tuaku langsung menghubungi peramal-peramal ini dan itulah buktinya, semua peramal melihat hal yang sama sehingga menarik kesimpulan yang juga sama yakni, kita tidak boleh melanjutkan hubungan kita ke jenjang pernikahan!"
Vedra menatap mata Silvia yang berkaca-kaca. Tangis Silvia kembali pecah, sudah semalaman ia menangis karena Vedra mengiriminya voice note mengerikan, ditambah tadi pagi harus menerima surat dari orang tuanya yang berisi hasil ramalan buruk tentang kehidupan pernikahannya nanti, sungguh membuat emosi Silvia terkuras habis.
"Silvia," Vedra mengambil tangan Silvia dan menggenggamnya erat.
"Silvia, ramalan itu hanya penerawangan manusia, tidak seharusnya dijadikan acuan. Bukankah kita sudah sepakat akan hidup bersama dan menghadapi segala sesuatunya bersama-sama?" tanya Vedra.
"Silvia, aku sangat mencintaimu, dan aku ingin hidup bersamamu. Apakah lantas gara-gara semua ramalan ini membuat kita harus mundur?" lanjut Vedra.
"Maafkan aku, Vedra, aku pun juga mencintaimu dan ingin hidup bersamamu! Tapi aku tidak bisa bisa menolak takdir yang sudah digoreskan! Kuharap kau mengerti," Silvia melepas tangan Vedra yang menggenggam erat tangannya.
Silvia masih menangis tersedu-sedu, sementara Vedra masih tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Silvia menyeka air matanya dengan tisu, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Vedra, aku sungguh sangat menghormati apa pun keputusan orang tuaku, aku tidak ingin menjadi anak pembangkang. Restu orang tua sangat penting bagiku," kata Silvia.
Vedra masih nampak terpukul.
"Terima kasih Vedra, jaga dirimu baik-baik," Silvia berpamitan.
Vedra tertunduk lesu begitu melihat kepergian Silvia.
...*****...
Vedra masih termenung, pria itu mematung seakan masih belum bisa memercayai apa yang sudah terjadi padanya. Ia masih terpaku melihat lembaran-lembaran yang menunjukkan hasil ramalan dari setiap peramal yang telah ditemui oleh orang tua Silvia.
Vedra membuka kacamata berbentuk persegi yang dikenakannya lalu mengusap wajah dengan segala kegusarannya. Vedra sungguh tak menyangka bahwa ia kembali mengalami kegagalan menikah. Ini sudah ketiga kalinya ia gagal menikah.
Tujuh tahun yang lalu, ia gagal menikah lantaran kekasihnya tewas akibat kecelakaan lalu lintas. Empat tahun kemudian, ia kembali gagal menikah lantaran kekasihnya melakukan perselingkuhan.
Kini Vedra harus menelan kembali kepahitan lantaran ramalan-ramalan konyol yang benar-benar terlihat seperti sebuah omong kosong.
"Pria ini tidak cocok denganmu karena berdasarkan hasil perhitungan tanggal lahir kedua calon mempelai jika dijumlahkan akan membawa kesialan sepanjang hidup. Pria ini lahir di saat bulan kehilangan kekuatan dari alam semesta," Vedra membaca salah satu hasil ramalan.
"Kekuatan alam semesta sangat berpengaruh pada rezeki seseorang, saat menikah dengannya nanti, rezeki akan sangat jauh sehingga akan kerap terkena masalah baik finansial maupun spiritual. Pria yang lahir saat bulan kehilangan kekuatan dari alam semesta juga akan berdampak pada kekuatannya dalam memuaskan wanita," lanjut Vedra.
"Rumah tangga ini akan terus menghadapi konflik, pertengkaran demi pertengkaran akan terus terjadi. Rumah tangga kalian tidak akan diberikan keturunan, salah satu dari kalian akan mati muda atau bercerai saat menginjak usia pernikahan ke tujuh tahun,"
"Astaga, ini benar-benar sangat buruk! Ini benar-benar pembunuhan karakter! Apa perlu aku menuntut para peramal ini?!" geram Vedra sambil membanting lembaran-lembaran kertas itu ke atas meja.
Ponsel Vedra berdering, ia segera menjawabnya.
"Halo, Ibu," jawab Vedra
"Vedra, Ibu sudah menambah kembali jumlah undangan yang akan Ibu undang di acara ngunduh mantu nanti! Semuanya jadi lima ratus undangan, jadi untuk konsumsi harus ditambah lagi seribu porsi!"
"Ibu, banyak sekali undangannya, Bu," kata Vedra terperangah.
"'Ya harus banyak! Semua orang harus tahu kalau kamu akan menikah! Kamu tidak akan gagal lagi seperti sebelumnya! Apalagi kamu akan menikah dengan wanita secantik Silvia!" cerocos Ibu Vedra.
Vedra mengerutkan kening, rasanya beban hidup pria itu kembali bertambah. Vedra dan Silvia sudah merencanakan pernikahan di dua tempat yakni kota asal Silvia sebagai tempat akad dan resepsi lalu dilanjutkan dengan acara ngunduh mantu di kampung halaman Vedra.
Tidak sedikit dana yang harus digelontorkan oleh Vedra yang hanya bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta. Semua uang yang dimilikinya jelas sudah ia anggarkan untuk membiayai pernikahannya.
"Ibu, aku benar-benar minta maaf, tidak seharusnya Ibu repot seperti ini, lagipula sebenarnya aku... ," Vedra menggantungkan kalimatnya.
"Vedra, Ibu sungguh senang sekali pada akhirnya kamu benar-benar akan menikah! Ibu sudah tidak sabar untuk membuktikan kepada semua orang yang menganggap bahwa kamu hanya akan jadi bujang tua! Kamu bahkan akan punya istri yang begitu cantik! Ibu sungguh tidak sabar untuk memamerkan Silvia kepada semua orang!"
Vedra tertegun, ia benar-benar tidak sanggup mengatakan kepada ibunya bahwa ia kembali gagal menikah.
"Sudah ya, segera transfer uangnya! Jadi Ibu bisa pergi ke kota! Ibu sudah ditunggu tukang masak untuk mempersiapkan stok daging sapi dan daging ayam yang banyak sebelum harganya nanti naik! Juga cabai dan bawang-bawangan akan meroket kalau sudah musim kawin!" lanjut Ibu Vedra.
"Ya, baik Bu, aku mengerti," sahut Vedra.
"'Oh ya, sekalian kirimkan uang tambahan untuk ongkos jahit baju seragam keluarga!"
Vedra memijat pelipisnya lagi, rasanya ia benar-benar bisa gila. Uang yang dikeluarkan sudah begitu banyak dan ternyata pernikahan ini harus gagal.
Oh tidak! Pernikahan ini harus terlaksana! Batin Vedra.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Kar Genjreng
orang tua macam apa itu..nikah besar besaran sedangkan Putranya 😚😚 setengah modar mutar otak'nya...sudah begitu masih juga Gatot. aduh Gusti kasian amat Vedra...belum lagi bayar uang ganti foto Oppa..bergincu yang salah nama dan di buang...ya sudah nikahkan saja dengan sama sama huruf depan V Thor..biar kaya Vier Vaya..ga cantik cantik amat juga ga masalah....bila mak nya Vedra pingsan yo biarkan 😭😭😭😭🤫🤫🤫
2023-01-16
0
Senajudifa
kena kutuk ni vedra😁😁
2022-12-15
0
Nindira
Next up thor
2022-01-08
1