"Di mana paketku?!"
Verda melotot kesal ke arah seorang pria yang nampak terlihat santai saat duduk di belakang meja kerjanya.
Pria itu membetulkan letak kacamatanya.
"Paket apa yang kau maksud, Verda?" tanya pria itu dengan suaranya yang rendah dan terdengar acuh.
"Aku mendapat informasi dari resepsionis, paketku diterima olehmu, Ved!" jawab wanita itu dengan nada ngegas.
"Paket itu diterima tiga hari yang lalu, sedangkan tiga hari yang lalu aku sedang cuti! Dan infonya, kau menerima paket itu sebelum kau mengambil izin tidak masuk kerja!" Verda menjelaskan.
Verda melirik tumpukan dokumen yang memenuhi meja kerja pria itu.
"Pengirim paket itu salah mencantumkan nama penerima, harusnya Verda, tapi tertulis Vedra!" Verda kembali menjelaskan.
Vedra mencoba mengingat-ingat sambil membetulkan kembali letak kacamatanya.
"Hmm, apa maksudmu kumpulan foto-foto pria yang memakai lipstik?" tanya Vedra.
"Memakai lipstik?" Verda melongo mendengar jawaban Vedra.
"Ah, ya, aku ingat, aku membuang kumpulan foto-foto itu," jawab Vedra singkat.
"Apa?! Kau buang?!" teriak Verda begitu histeris.
Vedra tersentak kaget, begitu juga dengan semua orang yang saat ini sedang bekerja di ruangan itu. Verda langsung merosot ke lantai lantaran lututnya seketika lemas.
"Ada apa ini?! Ada apa?!" tanya Nita.
"Kenapa, Verda?" tanya Ican.
Nita dan Ican langsung menghampiri Verda yang nampak seperti manusia tanpa nyawa.
"Ved, apa yang sudah kau lakukan pada Verda? Kenapa dia sampai terbengong-bengong begini?" tanya Nita.
"Entahlah," sahut Vedra nampak cuek.
Pria itu segera kembali bekerja di belakang komputernya.
"Ved! Tanggung jawab kau! Tanggung jawab!" teriak Verda penuh kemarahan.
Vedra menoleh ke arah wanita yang saat ini terlihat begitu marah, seakan ada dua buah tanduk yang tiba-tiba muncul di kepala wanita itu.
"Kau sudah membuang kumpulan koleksi photo card langka idolaku! Apa kau tahu, berapa harga semua photo card yang kau buang itu?!" tanya Verda.
"Verda, sudahlah, kau jangan terlalu membesar-besarkan masalah itu, toh itu cuma kumpulan kertas yang dilaminasi! Kau bisa mencetaknya lagi!" sahut Vedra nampak acuh.
"Oh tidak! Tidak!!!" seru Verda kembali histeris.
"Vedra, Verda, ada apa? Kenapa kalian ribut-ribut begini?" tegur Pak Handoko.
"Maaf, Pak Handoko, kami akan kembali bekerja," sahut Vedra.
Vedra beralih ke arah Verda.
"Baiklah, nanti kita bicarakan lagi," kata Vedra.
Vedra kembali berkutat di komputernya, sementara Verda melangkah kembali ke meja kerjanya dengan perasaan hancur yang tak dapat disembunyikan.
...*****...
Kling..
Bel di atas pintu masuk Kedai Kopi Manja berbunyi, menandakan seseorang masuk ke dalam kedai kopi yang cukup ramai dikunjungi di malam hari.
Seorang wanita memasuki kedai kopi itu. Penampilan wanita dengan rambut hitam panjang yang terurai hingga ke pinggang semakin terlihat anggun dalam balutan mini dress hitam berpadu dengan blazer berwarna krem serta sepatu jenis pump yang juga berwarna krem dengan hak setinggi sepuluh senti.
Tangan kanannya menenteng tas tote berwarna hitam, sementara tangan kirinya memegangi ponsel yang terkoneksi dengan earphone nirkabel.
"Green tea latte panas, dengan gula cair terpisah," tebak barista bernama Desta, ia sudah hafal dengan pesanan wanita itu.
Desta mengamati wajah si wanita, sungguh tumben tidak ada lengkungan senyum ramah di wajahnya. Hanya ada ekspresi kesal yang terukir jelas.
Wanita itu segera duduk di salah satu meja yang kosong. Meja yang terletak tak jauh dari sebuah jendela besar.
Kling..
Pintu kedai kopi kembali berbunyi. Kini seorang pria bertubuh tinggi dalam balutan kemeja lengan panjang berwarna abu-abu, dipadukan dengan celana panjang hitam dan sepatu pantofel hitam yang mengilat. Pria berkacamata itu segera menjadi pusat perhatian karena tubuhnya yang tinggi dan menjulang.
"Es Americano," ujarnya kepada barista.
"Atas nama?" tanya Desta.
"Vedra," sahutnya sebelum meninggalkan meja barista.
Pria itu segera duduk bergabung dengan Verda yang sudah menunggunya bersama satu gelas green tea latte panas.
Keduanya saling bertatapan lama tanpa bicara hingga akhirnya pelayan mengantarkan kopi yang dipesan oleh Vedra.
Setelah terdiam cukup lama, Vedra terkejut karena tiba-tiba saja Verda mulai berlinangan air mata.
"Tanggung jawab kau, Ved! Tanggung jawab karena kau sudah menghilangkan paketku! Huhu," Verda mulai menangis.
Vedra mengaduk-aduk es kopinya lalu menyeruputnya pelan-pelan. Pria itu mendelik gusar ke arah wanita yang terkenal sebagai ratu drama di perusahaan tempatnya bekerja.
Wanita yang sepertinya begitu terobsesi pada pria-pria tampan yang pandai menari dan menyanyi.
"Verda, kau hanya kehilangan paket! Kau bisa memesannya lagi kan?" tanya Vedra.
"Memesannya lagi?! Apa kau pikir itu mudah?! Lihat berapa yang harus kubayar untuk semua kumpulan foto yang kau buang!" sahut Verda dengan ketusnya.
Verda menunjukan nominal yang membuat kacamata Ved melorot.
"Itu koleksi photo card langka! Aku mendapatkannya dari seorang penggemar yang mengoleksinya sejak hampir satu dekade yang lalu! Dan kau dengan mudah membuang harta karunku!"
Vedra menelan ludahnya, ia sungguh tak menduga bahwa sudah membuang foto-foto dengan harga fantastis yang nominalnya mencapai tujuh puluh juta.
"'Aku bahkan sudah menghabiskan uang tabunganku untuk paket itu! Aku sungguh harus meminta pertanggungjawaban darimu!" geram Verda.
Vedra mengusap wajahnya dengan gusar. Bagaimana ia bisa melakukan kesalahan yang begitu fatal dengan membuang koleksi foto senilai tujuh puluh juta?!
"Verda, yang benar saja, ini namanya pemerasan! Masa iya, aku harus ganti rugi sampai tujuh puluh juta hanya untuk lembaran kertas seperti itu?" tanya Vedra dengan nada skeptis yang kentara.
"Huh! Orang kalau tidak tahu nilai dari sesuatu, pasti akan berkata seperti itu! Sungguh kau lancang sekali! Lancang!" tandas Verda.
Vedra menyeruput kembali es kopinya.
"Aku tidak mau tahu! Kau harus bertanggung jawab, Ved!" Verda menyilangkan tangannya di depan dada.
Sikap Verda jelas mengintimidasi pria itu.
"Baiklah, aku akan ganti semuanya! Tapi aku minta maaf tidak bisa menggantinya sekarang! Karena jujur saja, saat ini aku sedang tidak punya uang untuk membayar ganti rugi itu," kata Vedra.
"Tapi aku janji akan membayarnya!" Ved menegaskan.
Verda mendelik gusar sambil melemparkan pandangan jengah ke arah pria itu.
"Kau bahkan punya mobil yang bisa kau gadaikan!" geram Verda.
"Maaf, mobilku masih kredit," sahut Vedra.
"Kau punya dua ginjal yang sehat kan?" tanya Verda masih dengan ekspresi kesalnya.
"Maaf, aku masih membutuhkan dua ginjal untuk hidup dengan baik," sahut Vedra.
Verda menatap skeptis ke arah pria itu.
"Lantas, bagaimana caramu akan mengganti rugi? Apa perlu aku melaporkanmu ke polisi?" tanya Verda.
"'Aku rasa hal itu sungguh tidak perlu dilakukan! Kita gunakan cara kekeluargaan saja," kata Vedra.
"'Cara kekeluargaan? Apa maksudmu kau mau kabur? Kau mau lari dari tanggung jawabmu, begitu?" tanya Verda bersikeras.
"Begini, saat ini aku belum bisa membayar ganti rugi, karena aku belum punya cukup dana," jawab Vedra.
"Kenapa bisa begitu?" tanya Verda.
"Ya, pokoknya saat ini intinya aku belum punya dana lebih untuk mengganti rugi," jawab Vedra.
"Aduh, Ved! Jangan berputar-putar seperti ini! Aku mau kau bertanggung jawab atas perbuatan laknat yang sudah kau lakukan!" keluh Verda.
"A-apa?! Perbuatan laknat?!" Vedra terperangah.
Semua orang terlihat langsung menoleh ke arah mereka. Vedra benar-benar merasa malu lantaran ia terdengar seperti orang yang sudah melakukan aksi pencabulan terhadap wanita ini.
"Ya, kau dengan mudahnya membuang harta karunku dan menolak untuk bertanggung jawab!" tandas Verda.
"Verda! Aku akan bertanggung jawab! Aku akan bertanggung jawab tapi tidak sekarang! Kuharap kau bisa mengerti," kata Ved.
"Apa yang bisa kau jaminkan agar aku percaya padamu?" tanya Verda.
Vedra merasa terintimidasi dengan tatapan Verda. Vedra mengeluarkan dompet, mengambil STNK mobilnya dan menyerahkannya pada Verda.
"Ambil ini sebagai jaminan, bahwa aku tidak akan ke mana-mana," jawab Vedra.
"Astaga! Apa kau gila?! Kau akan ditilang polisi jika ada razia!" geram Verda.
Vedra tidak tahu apakah ia harus mengatakan alasan sesungguhnya kepada wanita ini, mengapa saat ini ia sedang kesulitan keuangan. Apa sebaiknya ia berterus terang saja?
"Verda, begini, sebenarnya aku akan menikah, dan semua uangku saat ini terkuras untuk membiayai pernikahanku," Vedra akhirnya menjelaskan.
Mata Verda membulat mendengar pengakuan pria itu.
"Tunggu, Ved! Bukankah kau saat ini sedang terikat kontrak kerja yang melarang karyawan untuk menikah sebelum masa kerja tiga tahun?" tanya Verda.
"Ya, aku sudah memutuskan untuk mengundurkan diri dalam waktu dekat ini," jawab Vedra.
"Oh waahh! Bagus sekali kau, Ved! Kau berjanji akan membayar ganti rugi, tapi kau malah mengundurkan diri! Lantas apa jaminan bahwa kau tidak akan melarikan diri dari tanggung jawabmu?" tanya Verda.
Vedra terdiam dan menyeruput es kopinya, ia merasa tatapan wanita di hadapannya ini begitu mengintimidasinya.
"Begini saja, kau kirimkan aku voice note! Ikuti kata-kataku!" kata Verda dengan nada memerintah.
Vedra mengeluarkan ponselnya, sementara Verda memikirkan kata-kata apa yang harus diucapkannya. Pria itu tidak boleh melarikan diri dari tanggung jawabnya karena sudah menghilangkan paket Verda yang begitu berharga.
"Baiklah, segera rekam ya!" perintah Verda.
"Aku Vedranata akan berjanji untuk bertanggung jawab kepada Verdanica! Aku tidak akan lari dari tanggung jawabku sebagai seorang pria sejati!"
Vedra menekan tombol kirim pada aplikasi percakapan berlogo hijau sambil menatap kesal ke arah wanita yang saat ini terkesan sedang mengancamnya.
Tiba-tiba saja indikator berbunyi karena ponsel Vedra kehabisan daya.
"Baiklah, Verda, aku juga harus meminta satu hal padamu, tolong rahasiakan perihal aku akan menikah!" kata Vedra.
"Ohoho, kau tenang saja!" kata Verda menyeringai.
...*****...
Vedra baru saja terbangun dari tidurnya, ia menyalakan ponselnya lagi setelah semalaman mengisi daya.
Begitu gawai cerdasnya menyala, benda itu nyaris seakan meledak karena begitu banyak notifikasi yang masuk.
Bola mata pria itu seakan hendak keluar saat melihat ribuan pesan yang dikirimkan oleh kekasihnya.
"Ha-halo!" Vedra tergagap saat menjawab telepon dari kekasihnya.
"Vedra! Betapa teganya kamu! Kalau begini lebih baik kita tidak usah menikah!"
"Tu-tunggu, Silvia, apa maksudmu, Sayang?" tanya Vedra begitu panik.
Vedra tertegun saat melihat pesan yang masuk ke ponselnya.
Jantungnya nyaris lepas saat melihat rekaman voice note yang harusnya ia kirimkan ke Verda justru terkirim ke Silvia.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Anita Jenius
3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
2024-04-14
0
Kar Genjreng
ancur hati Vedra..gara gara Verda...apa apa an ini kira kira Silvia..aduh ❤️❤️ teracam gagal nikah nih...gara gara gambar Opaa Korea...ya Laki-laki cantik dan berbibir gincu...wek wek wek 🦆🦆🦆🦆 nasib nasib Vedra...mumet lah kepalaku...😄😄😄🤭🤭🤭
2023-01-16
0
Senajudifa
nt jadix malah kayak vier sm vaya noh
2022-12-06
0