NADYA
Di sebuah kampus swasta di kota Yogyakarta.
Seorang mahasiswi yang berwajah manis tampak gelisah duduk di bawah pohon yang ada di area kampus dan seperti sedang menunggu seseorang. Tatapan mata gadis bernama Mayasari, yang saat ini sedang menyelesaikan semester akhirnya di kampus ini berulang kali menatap ke arah gerbang utama kampus.
Maya kembali mengutak-atik ponsel di tangannya, saat orang yang ia tunggu tak kunjung terlihat di gerbang utama kampus.
[Mas, jadi ke kampus hari ini, kan? Aku tunggu di bawah pohon seperti biasa] -Maya-
Pesan terkirim!
Lima menit menunggu.
Sepuluh menit.
Hingga lima belas menit, namun tak ada balasan dari pria yang Maya kirimi pesan.
Hingga tiba-tiba suara benturan yang begitu keras dari depan kampus menyentak lamunan Maya.
"Ada kecelakaan!"
"Ada kecelakaan!"
Seru beberapa mahasiswa dari arah gerbang utama. Beberapa mahasiswa sontak berlarian menuju ke arah gerbang untuk melihat korban kecelakaan di jalan tepat di depan kampus.
Pun dengan Maya, gadis itu tiba-tiba menjadi penasaran dan ikut mendekat ke arah lokasi kecelakaan. Baru melihat motor yang hancur tepat di depan gerbang utama kampus saja, darah Maya langsung berdesir tak karuan.
Bagaimana tidak?
Maya kenal betul dengan motor Megapro warna hitam tersebut karena Maya sudah beberapa kali dibonceng oleh sang pemilik motor.
Maya semakin mendekat ke arah korban yang sudah tergeletak bersimbah darah dengan helm yang masih terpasang di kepalanya.
Namun darah segar terlihat merembes dari dalam helm korban. Dan Maya hafal betul dengan helm tersebut, lalu jaket yang dikenakan oleh korban kecelakaan, Maya juga sangat mengingatnya. Karena Maya yang membeli jaket itu sebagai kado ulang tahun untuk Mas Yoga.
Tidak mungkin!
Tidak mungkin!
"Mas Yoga!"
Tangis Maya pecah seketika mengetahui korban kecelakaan di depan kampus pagi ini adalah Mas Yoga. Pacar sekaligus orang yang sejak tadi Maya tunggu.
"Mas Yoga!" Maya berteriak sekali lagi, saat jasad yang sudah bersimbah darah tadi dinyatakan meninggal dunia dan mulai di tutupi menggunakan koran oleh beberapa warga.
"Bund!"
Tepukan di bahu kanan Maya, langsung membuyarkan lamunan wanita empat puluh tahun tersebut.
"Bunda melamun pagi-pagi?" Wajah manis nan mungil yang kini mengenakan seragam putih dipadu rok kotak-kotak itu membulatkan bola matanya dan menatap lucu ke arah Maya.
"Enggak! Bunda lagi menjahit ini. Bentar lagi harus disetor ke Pak Teddy jahitan dasternya," elak Maya yang kembali meraih potongan kain batik warna hijau tua, lalu menaruhnya di mesin jahit, dan mulai menginjak pedal mesin jahit.
Suara dari mesin juki yang cukup bising langsung terdengar dari ruang tamu rumah Maya yang kini sudah beralih fungsi menjadi ruang kerja.
"Nanti kalau menjahit sambil melamun, bisa-bisa tangan bunda lho yang dijahit, bukan kain buat daster," celetuk Nadya seraya memeriksa satu daster yang sudah selesai dijahit oleh Maya.
Nadya Wulandari adalah putri semata wayang Maya yang kini duduk di bangku SMK kelas sebelas jurusan tata busana. Nadya memang anak yang cerewet dan sedikit lucu.
"Kayak teman sekelas Nadya kemarin yang tangannya masuk ke mesin jahit pas praktek," sambung Nadya lagi yang langsung membuat Maya berhenti menjahit dan menoleh pada putrinya tersebut.
"Teman kamu ada yang kejahit lagi tangannya?" Tanya Maya menyelidik pada sang putri.
"Iya, Bund! Mana duduknya pas banget di depan Nadya kemarin," cerita Nadya sok serius.
"Itulah, makanya! Kamu kalau praktik menjahit, jangan melamun, jangan meleng! Jangan ngantuk juga!" Pesan Maya panjang lebar pada Nadya yang hanya mencibir-cibir tak jelas.
Selalu seperti itu saat dinasehati!
Dasar Nadya!
"Bunda sendiri barusan melamun saat menjahit!" Cibir Nadya yang masih memegang daster hasil jahitan sang Bunda.
"Bunda nggak melamun! Dasar kamu sok tahu!" Kilah Maya seraya berdecak dan kembali melanjutkan menjahit potongan daster.
"Bund, Bund!" Celetuk Nadya tiba-tiba.
"Apalagi?" Maya kembali harus menghentikan aktivitas menjahitnya dan menoleh pada sang putri.
"Ini melet, Bund! Pasang ritsleting jepangnya!" Nadya menunjukkan jahitan sang Bunda yang memang terlihat 'melet' sedikit.
"Cuma satu mili! Nggak bakal kelihatan!" Maya berdecak dan mengambil daster yang dipegang Nadya.
Namun Nadya mencegahnya.
"Ih, Bunda dibilangin ngeyel!"
"Itu harusnya Bunda dedel lagi, trus Bunda jahit ulang dan jangan sampai melet!" Komentar Nadya panjang lebar.
"Kalau di sekolah, Nadya pasang ritsleting jepang macam begitu, pasti kena omel dari Bu Guru."
"Nadya! Ritsleting-nya melet! Dedel dan pasang ulang!" Nadya menirukan ibu gurunya saat sedang mengomel saat jam praktek menjahit.
Maya hanya tergelak dengan ekspresi wajah Nadya yang terlihat lucu sekali.
"Iya ini Bunda kan kejar target, Nad! Kalau keseringan ndedel nanti nggak beres-beres kerjaannya Bunda."
"Hari ini juga sudah harus disetor ke Pak Teddy," terang Maya panjang lebar menuturkan alasan pada Nadya.
"Kamu nggak berangkat? Nanti kesiangan, lho!" Maya lanjut mengingatkan Nadya yang sejak tadi masih berdiri di dekatnya.
"Minggu ini ada praktek bikin piyama anak sama gamis, Bund." Nadya memberi laporan seraya meringis pada sang bunda.
"Beli kain lagi?" Tebak Maya yang sepertinya sudah hafal dengan kebutuhan bahan untuk praktek Nadya.
"Nggak banyak, kok, Bund! Piyama anak butuh satu setengah meter, gamis butuh dua meter. Nanti Nadya belinya ke Beteng Trade Center saja sama teman-teman, biar bisa nawar dan dapat harga miring," tutur Nadya menjelaskan pada sang Bunda.
"Beli di tempatnya Budhe Asih bisa padahal. Kan ada juga itu kain katun motif buat bikin piyama anak," pendapat Maya memberikan saran.
"Motifnya kurang menarik. Rencananya nanti kalau piyamanya udah jadi mau Nadya jual ke tetangga, Bund!" Jawab Nadya memaparkan rencananya pada sang Bunda.
"Bilang aja mau cuci mata juga di BTC!" Maya menyodorkan selembar uang merah pada Nadya yang langsung mengulas senyuman di bibir mungilnya.
"Jangan dihabiskan! Minta nota dan kalau ada kembalian lapor ke Bunda!" Pesan Maya pada Nadya.
"Siap, Bunda! Anak Tata Busana ya jelong-jelongnya ke BTC, Bund! Masa iya mau ke TBK. Memangnya anak Tata Boga," kekeh Nadya seraya menyimpan uang pemberian sang Bunda ke dalam saku.
"Berangkat sana biar nggak telat!" Titah Maya selanjutnya pada sang putri.
"Oke!" Nadya mencium punggung tangan Maya.
"Bye, Bunda!" Pamit Nadya selanjutnya yang langsung membuat Maya berdecak.
"Assalamualaikum!" Maya mengingatkan sang putri.
"Hehe! Iya, Bunda! Assalamualaikum!" Pamit Nadya sedikit cengengesan.
"Walaikum salam! Hati-hati!"
.
.
.
Karya yang ini berdiri sendiri dan memang nggak nyambung ke karya yang sebelum-sebelumnya, ya!
Baik tokoh maupun alurnya sama sekali nggak berhubungan dengan karya othor yang berseri-seri itu 🙄
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Eda Ridha
mampir lagi q thor di karyamu ini
baca ini jadi inget jamn sekolah kebetulan jurusanq juga tata busana...
shoppingnya pasti ke toko kain dan alat alat jahit🤭
2021-12-25
1
Vafajia
nyimik...
2021-12-16
0
Riska Wulandari
nyimak dsini kayaknya beda dari yg lain ceritanya ya mom??
2021-12-13
0