PUTRI ULAR YANG TERBUANG
Disebuah rumah sakit terbesar di kota itu, tampak seorang pria berumur kisaran 20 tahun sedang mondar-mandir di depan ruang bersalin.
Wajahnya diselimuti rasa panik dan juga tegang, sedangkan para bawahanya yang juga ada disana hanya bisa menunduk sambil terus berdoa agar Nyonya dan bayi yang di gadang-gadang kembar lahir dengan selamat.
kring....kring....kring.....
Tiba-tiba suara telepon berasal dari pria yang sedari tadi mondar-mandir di depan pintu ruang bersalin berdering.
"Hallo Riko....bagaimana dengan Lidia apa dia sudah melahirkan anak-anak Kalian?," tanya seorang perempuan parubaya didalam sana.
"Belum Mom, sementara Dokter lagi menangani Lidia di dalam ruang operasi ditemani oleh Bi Desi," jawab Riko.
"Baiklah, terus beri kabar pada Mommy jika sesuatu terjadi pada Lidia dan putri-putri kalian. Mommy dan Daddy sekarang sudah menuju kesana,"
"Baik Mom, Mom dan Daddy hati-hati di jalan," tanpa menunggu jawaban dari Mommynya, Riko segera memutuskan sambungan telepon mereka.
Keluarga Gunawan adalah keluarga yang paling disegani dikota bahkan di negara itu sendiri, Semua gerak-gerik mereka menjadi incara para pemburu berita.
Kehidupan mereka pun seperti drama yang harus di setting sedemikian rupa untuk menghindari gunjingan dan bahan ejekan dari teman atau lawan bisnis mereka sendiri.
Dari kejauhan muncul Talia dan Gunawan, Mommy dan Daddy dari Riko.
Mereka berdua berlari kecil mendekati Riko yang masih mondar- mandir seperti tadi di depan pintu ruang bersalin.
"Riko, apa sudah ada kabar dari Lidia dan putri-putri kalian?," tanya Gunawan sambil menepuk pundak putra semata wayangnya itu.
"Belum Daddy!," balas Riko sedikit mengangkat wajahnya dan memandang kedua orang tuanya itu secara bergantian.
"Kenapa lama sekali, dasar dokter-dokter tidak becus," Talia dengan menggelengkan kepalanya.
"Dalam waktu lima menit pintu ruang bersalin ini tidak terbuka maka kalian dobrak saja pintunya," tunjuk Gunawan pada beberapa bodyguard yang ada disana.
"Baik Tuan," balas serentak para bodyguard itu.
Belum juga tiga menit Gunawan mengucapkan hal itu, tiba-tiba pintu ruang bersalin pun terbuka dan muncul seorang Dokter muda dari balik pintu.
Riko, Talia dan juga Gunawan segera berlari mendekati Dokter muda itu.
"Bagaimana keadaan istri dan putri-putriku?," tanya Riko yang sudah tidak sabar mendengar kabar bahagia itu.
"Nyonya dan kedua putrinya lahir dengan selamat, tapi sayang sang adik......," belum juga Dokter muda itu melanjutkan ucapanya Talia sontak mendorong tubuh Dokter muda itu hingga berbenturan dengan dinding.
"Sudah lama kerjanya bicaranya pun loading," Tania segera masuk kedalam ruang persalinan diikuti oleh Gunawan dan juga Riko dari arah belakang.
"Sayang apa kamu baik-baik saja?," tanya Riko pada Lidia yang kalah itu masih terlihat lelah setelah habis melahirkan.
"Aku baik-baik saja tapi Aku takut melihat dia," balas Lidia sambil menangis.
"Ada apa dengan putri kalian?," tanya Gunawan sambil menatap kearah bayi yang sudah di selimuti kain berwarnah biru yang ada dalam gendongan Bi Desi.
"Daddy bisa lihat sendiri, sebagian besar tubuhnya di penuhi sisik berwarna hitam keemasan, Aku sangat takut melihatnya," Lidia masih terus menangis sambil menggenggam erat tangan Riko.
"Tenangkan dirimu sayang," Riko membelai pucuk kepala Lidia.
"Apa?, di penuhi sisik berwarna hitam, hiii.... sungguh menjijikkan," Talian mengetar-getarkan tubuhnya sakin tidak kuatnya menahan geli.
"Maaf Nyonya, sisik hitam yang ada di tubuh nona ini tidaklah berbahaya dan semua ini anugrah dari sang pencipta," ucap Bi Desi yang merasa kasihan melihat bayi yang ada dalam gendonganya tersebut.
Bagaimana tidak, baru lahir kedunia sudah tidak di terima oleh keluarganya sendiri.
"Bi kemarikan bayi itu?," ucap Gunawan.
"Baik Tuan,"
Bi Desi segera melangkah mendekati Gunawan dan menyerahkan bayi tersebut dengan kedua buah tanganya.
"Silahkan tuan,"
Gunawan segera mengambil bayi tersebut dan meletakkanya diatas pembaringan di bawah kaki Lidia.
Pelan-pelan sekali Gunawan membuka kain yang menutupi tubuh bayi tersebut.
Riko dan Gunawan seketika terbelalak tak kalah melihat sebagian tubuh bayi itu. Sisik-sisik hitam keemasan menutupi sebagian perut sampai punggung bayi mungil tersebut.
Sedangkan Talia dan Lidia segera menutup mata sakin jijiknya.
"Riko, Lidia kalian harus membawa bayi ini ke panti asuhan atau kemana kek, sebelum orang-orang mengetahui hal ini. Bisa hancur reputasi perusahaan kita jika para teman-teman bisnis atau saingan bisnis kita mengetahui semua ini. Mau disimpan dimana muka kita nanti jika sampai semua itu terjadi,"
"Betul kata Daddymu, betapa malunya keluarga kita jika sampai memiliki keturunan seperti ini. Hii Amit...Amit...Amit...tujuh keliling," Talia memukul-mukul jidatnya menggunakan telapak tanganya.
"Iya Mom, Riko akan segera membawanya ke panti ataukah ketempat lain sebelum para wartawan itu mengetahuinya,"
Tidak terasa Air mata Bi Ona menetes, dia benar-benar merasa kasih dengan bayi perempuan itu.
"Biar Bibi saja yang membawa Nona ke panti Asuhan. Takutnya, jika Tuan sendiri yang membawa Nona, para wartawa akan curika dan mengikuti Tuan,"
Rika, Talia, Gunawan dan juga Lidia saling menatap satu dengan yang lain. Tak lama kemudian keempatnya pun menganggukan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu, bibi bawalah dia ke panti asuhan dan ini kartu ATM dan juga pasword, bibi bisa menghabiskan seluruh isinya dan menyerahkan ke pihak panti, tapi ingat Bi, jangan sampai pihak panti mengetahui kalau dia ini anak kami, paham!," Riko menyerahkan sebuah kartu ATM yang baru saja dia keluarkan dari dalam dompet kepada Bi Desi.
"Baik Tuan, Bibi akan menjaga semua rahasia ini sebaik mungkin," Bi Desi mengambil Karu ATM dari tangan Riko dan melangkah kearah pembaringan lalu menyelimuti bayi mungil yang sedari tadi hanya terdiam.
"Kalau begitu Saya permisi Tuan dan Nyonya," Bi Desi menundukkan kepalanya lalu berbalik.
"Pergilah dan jauhkan bayi aneh itu dari keluarga kami," usur Talia pada Bi Desi.
Bi Desi tidak menjawab, dia segera berbalik, belum juga dia melangkah bayi yang ada di dalam gendongan Bi Desi yang tadinya hanya terdiam seketika menangis.
Suaranya tangisanya memecah isi dalam ruangan itu dan diikuti sebuah sambaran petir yang berkilauan seolah-olah ingin meremukkan seisi gedung rumah sakit.
"Ya, Allah jangan bilang kalau ini adalah amarahMu pada keluarga ini," Bi Desi melangkah menuju kearah pintu keluar sambil mengusap pipi bayi yang ada dalam gendonganya agar segera terdiam dari tagisan pilunya.
Bi Desi terus melangkah menuju kearah tangga darurat melalui pintu belakang agar para wartawan yang sedari tadi berada di luar gedung rumah sakit tidak melihat dan mencurigai kepergianya.
👉 Jangan lupa untuk terus memberi Like, Coment dan juga Vote, terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Kinan Rosa
semoga saja vi Desi mau merawat nya
kasian bayi itu dia juga tidak mau keluar dengan kulit yang seperti itu
2023-06-10
0
Berdo'a saja
kenapa sampai bersisik yaa kesalahan apa yang keluarga itu perbuat
2022-10-18
0
Maria
kasian sekali😭
2022-08-10
0