NovelToon NovelToon

PUTRI ULAR YANG TERBUANG

1. PUTRI YANG TERBUANG.

Disebuah rumah sakit terbesar di kota itu, tampak seorang pria berumur kisaran 20 tahun sedang mondar-mandir di depan ruang bersalin.

Wajahnya diselimuti rasa panik dan juga tegang, sedangkan para bawahanya yang juga ada disana hanya bisa menunduk sambil terus berdoa agar Nyonya dan bayi yang di gadang-gadang kembar lahir dengan selamat.

kring....kring....kring.....

Tiba-tiba suara telepon berasal dari pria yang sedari tadi mondar-mandir di depan pintu ruang bersalin berdering.

"Hallo Riko....bagaimana dengan Lidia apa dia sudah melahirkan anak-anak Kalian?," tanya seorang perempuan parubaya didalam sana.

"Belum Mom, sementara Dokter lagi menangani Lidia di dalam ruang operasi ditemani oleh Bi Desi," jawab Riko.

"Baiklah, terus beri kabar pada Mommy jika sesuatu terjadi pada Lidia dan putri-putri kalian. Mommy dan Daddy sekarang sudah menuju kesana,"

"Baik Mom, Mom dan Daddy hati-hati di jalan," tanpa menunggu jawaban dari Mommynya, Riko segera memutuskan sambungan telepon mereka.

Keluarga Gunawan adalah keluarga yang paling disegani dikota bahkan di negara itu sendiri, Semua gerak-gerik mereka menjadi incara para pemburu berita.

Kehidupan mereka pun seperti drama yang harus di setting sedemikian rupa untuk menghindari gunjingan dan bahan ejekan dari teman atau lawan bisnis mereka sendiri.

Dari kejauhan muncul Talia dan Gunawan, Mommy dan Daddy dari Riko.

Mereka berdua berlari kecil mendekati Riko yang masih mondar- mandir seperti tadi di depan pintu ruang bersalin.

"Riko, apa sudah ada kabar dari Lidia dan putri-putri kalian?," tanya Gunawan sambil menepuk pundak putra semata wayangnya itu.

"Belum Daddy!," balas Riko sedikit mengangkat wajahnya dan memandang kedua orang tuanya itu secara bergantian.

"Kenapa lama sekali, dasar dokter-dokter tidak becus," Talia dengan menggelengkan kepalanya.

"Dalam waktu lima menit pintu ruang bersalin ini tidak terbuka maka kalian dobrak saja pintunya," tunjuk Gunawan pada beberapa bodyguard yang ada disana.

"Baik Tuan," balas serentak para bodyguard itu.

Belum juga tiga menit Gunawan mengucapkan hal itu, tiba-tiba pintu ruang bersalin pun terbuka dan muncul seorang Dokter muda dari balik pintu.

Riko, Talia dan juga Gunawan segera berlari mendekati Dokter muda itu.

"Bagaimana keadaan istri dan putri-putriku?," tanya Riko yang sudah tidak sabar mendengar kabar bahagia itu.

"Nyonya dan kedua putrinya lahir dengan selamat, tapi sayang sang adik......," belum juga Dokter muda itu melanjutkan ucapanya Talia sontak mendorong tubuh Dokter muda itu hingga berbenturan dengan dinding.

"Sudah lama kerjanya bicaranya pun loading," Tania segera masuk kedalam ruang persalinan diikuti oleh Gunawan dan juga Riko dari arah belakang.

"Sayang apa kamu baik-baik saja?," tanya Riko pada Lidia yang kalah itu masih terlihat lelah setelah habis melahirkan.

"Aku baik-baik saja tapi Aku takut melihat dia," balas Lidia sambil menangis.

"Ada apa dengan putri kalian?," tanya Gunawan sambil menatap kearah bayi yang sudah di selimuti kain berwarnah biru yang ada dalam gendongan Bi Desi.

"Daddy bisa lihat sendiri, sebagian besar tubuhnya di penuhi sisik berwarna hitam keemasan, Aku sangat takut melihatnya," Lidia masih terus menangis sambil menggenggam erat tangan Riko.

"Tenangkan dirimu sayang," Riko membelai pucuk kepala Lidia.

"Apa?, di penuhi sisik berwarna hitam, hiii.... sungguh menjijikkan," Talian mengetar-getarkan tubuhnya sakin tidak kuatnya menahan geli.

"Maaf Nyonya, sisik hitam yang ada di tubuh nona ini tidaklah berbahaya dan semua ini anugrah dari sang pencipta," ucap Bi Desi yang merasa kasihan melihat bayi yang ada dalam gendonganya tersebut.

Bagaimana tidak, baru lahir kedunia sudah tidak di terima oleh keluarganya sendiri.

"Bi kemarikan bayi itu?," ucap Gunawan.

"Baik Tuan,"

Bi Desi segera melangkah mendekati Gunawan dan menyerahkan bayi tersebut dengan kedua buah tanganya.

"Silahkan tuan,"

Gunawan segera mengambil bayi tersebut dan meletakkanya diatas pembaringan di bawah kaki Lidia.

Pelan-pelan sekali Gunawan membuka kain yang menutupi tubuh bayi tersebut.

Riko dan Gunawan seketika terbelalak tak kalah melihat sebagian tubuh bayi itu. Sisik-sisik hitam keemasan menutupi sebagian perut sampai punggung bayi mungil tersebut.

Sedangkan Talia dan Lidia segera menutup mata sakin jijiknya.

"Riko, Lidia kalian harus membawa bayi ini ke panti asuhan atau kemana kek, sebelum orang-orang mengetahui hal ini. Bisa hancur reputasi perusahaan kita jika para teman-teman bisnis atau saingan bisnis kita mengetahui semua ini. Mau disimpan dimana muka kita nanti jika sampai semua itu terjadi,"

"Betul kata Daddymu, betapa malunya keluarga kita jika sampai memiliki keturunan seperti ini. Hii Amit...Amit...Amit...tujuh keliling," Talia memukul-mukul jidatnya menggunakan telapak tanganya.

"Iya Mom, Riko akan segera membawanya ke panti ataukah ketempat lain sebelum para wartawan itu mengetahuinya,"

Tidak terasa Air mata Bi Ona menetes, dia benar-benar merasa kasih dengan bayi perempuan itu.

"Biar Bibi saja yang membawa Nona ke panti Asuhan. Takutnya, jika Tuan sendiri yang membawa Nona, para wartawa akan curika dan mengikuti Tuan,"

Rika, Talia, Gunawan dan juga Lidia saling menatap satu dengan yang lain. Tak lama kemudian keempatnya pun menganggukan kepalanya.

"Baiklah kalau begitu, bibi bawalah dia ke panti asuhan dan ini kartu ATM dan juga pasword, bibi bisa menghabiskan seluruh isinya dan menyerahkan ke pihak panti, tapi ingat Bi, jangan sampai pihak panti mengetahui kalau dia ini anak kami, paham!," Riko menyerahkan sebuah kartu ATM yang baru saja dia keluarkan dari dalam dompet kepada Bi Desi.

"Baik Tuan, Bibi akan menjaga semua rahasia ini sebaik mungkin," Bi Desi mengambil Karu ATM dari tangan Riko dan melangkah kearah pembaringan lalu menyelimuti bayi mungil yang sedari tadi hanya terdiam.

"Kalau begitu Saya permisi Tuan dan Nyonya," Bi Desi menundukkan kepalanya lalu berbalik.

"Pergilah dan jauhkan bayi aneh itu dari keluarga kami," usur Talia pada Bi Desi.

Bi Desi tidak menjawab, dia segera berbalik, belum juga dia melangkah bayi yang ada di dalam gendongan Bi Desi yang tadinya hanya terdiam seketika menangis.

Suaranya tangisanya memecah isi dalam ruangan itu dan diikuti sebuah sambaran petir yang berkilauan seolah-olah ingin meremukkan seisi gedung rumah sakit.

"Ya, Allah jangan bilang kalau ini adalah amarahMu pada keluarga ini," Bi Desi melangkah menuju kearah pintu keluar sambil mengusap pipi bayi yang ada dalam gendonganya agar segera terdiam dari tagisan pilunya.

Bi Desi terus melangkah menuju kearah tangga darurat melalui pintu belakang agar para wartawan yang sedari tadi berada di luar gedung rumah sakit tidak melihat dan mencurigai kepergianya.

👉 Jangan lupa untuk terus memberi Like, Coment dan juga Vote, terima kasih.

2. ALEXA DAN KANIA.

Sepeninggalan Bi Desi, Keluarga Gunawan mempersilahkan semua wartawan untuk meliput kondisi Lidia dan putrinya setelah sebelumnya Riko, Gunawan dan Talia memindahkan keduanya ke ruang inap nomor satu.

Para wartawan hanya bisa mengambil gambar dari luar ruangan untuk memberi ketenangan pada Lidia dan juga bayinya yang saat itu masih dalam kondisinya lemah.

"Selamat Tuan Riko, Tuan Gunawan dan juga Nyonya Talia atas kelahiran penerus Gunawan grup. Tentunya sekarang kebahagian keluarga ini semakin lengkap setelah kelahiran bayi kembar Tuan Riko dan juga Nyonya Lidia," ucap seorang wartawan yang saat itu berada pada ruangan yang sengaja Riko sediakan untuk jumpa pers.

"Betul sekali kata teman-teman wartawan, kami sekeluarga begitu bahagia setelah kelahiran bayi kami. Kebahagian keluarga kami semakin lengkap dengan kehadiran Alexa Gunawan Perdana di tengah-tengah keluarga besar kami. Penungguan kami selama 2 tahun lamanya akhirnya kesampaian juga hari ini," balas Riko yang saat itu duduk di depan meja panjang bersama Gunawan, Talia dengan mikcrophone tergeletak di atas meja di depan mereka bertiga.

"Kalau yang satu kalian beri nama Alexa terus putri kalian yang satunya lagi kalian beri nama siapa?," tanya salah seorang wartawan yang penasaran karena Riko hanya menyebut satu nama saja.

"Cucu kami yang satunya meninggal, Dokter tidak bisa menyelamatkan nyawanya," Gunawan yang saat itu tertunduk menyesal.

Para wartawan seketika saling menatap satu dengan yang lain mendengan ucapan Gunawan yang terdengar terisak dan memilukan hati.

"Saya mewakili taman-teman wartawa ikut berbela sungkawa atas apa yang terjadi pada Nona muda, semoga beliau tenang disisinya...Aamiin," ucap seorang wartawan dengan bola mata berkaca-kaca.

"Aamiin....," dan di aminkan pula oleh orang-orang yang hadir disana.

Sebelum mengangkat wajahnya gunawan terlebih dulu tersenyum, dia begitu senang, ternyata para wartawan itu dengan mudah mempercayai sandiwaranya.

"Mungkin TUHAN lebih menyayangi putri kami dibandingkan kami. Kami sudah merelahkan dan mengiklaskanya walau pun sesungguhnya hati kami sendiri begitu sedih. Yang bernyawa pasti akan kembali ke pada Sang pencipta begitu pula dengan putri kami," Riko ikut menambahkan.

Semua orang dalam ruangan itu hanya bisa terdiam mendengar setiap penuturan dari keluarga itu yang terlihat begitu dirundung kesedihan.

"Kami sekeluarga akan mengundang kalian untuk menyambut kelahiran penerus keluarga Gunawan esok hari jadi, kalian bersiaplah untuk meliput berita dan ikut merasakan pesta terbesar yang akan diselenggarakan dikota ini," lanjut Talia begitu bersemangat.

Kesedihan pun berubah menjadi kemeriahan, sambutan tepuk tangan dan sorak-sorai pun terdengar di dalam ruangan itu.

"Akhirnya orang-orang ini dengan mudah kita kelabui. Mau di simpan di mana muka kita jika mereka tahu kalau keturunan kita ada yang tidak normal," bisik Talia yang saat itu sedang duduk di tengah-tengah Riko dan Gunawan.

"Tapi tenanglah, dia sudah kita singkirkan," seketika ucapan Gunawan terhenti sesaat.

"Astaga, kenapa kita sebodoh ini?," lanjut Gunawan lagi.

"Apa maksud Daddy?," tanya Riko heran sambil menatap Talia lalu dikedikkan bahu oleh perempuan parubaya itu.

"Kenapa kita tidak menyuruh orang-orang untuk mengikuti Bi Desi, takutnya perempuan itu hanya membawa bayi aneh itu ke panti dekat-dekat sini. Bisa-bisa jika dia besar nanti dia bisa datang ke keluarga kita untuk menuntuk haknya,"

"Benar juga kata Daddy, tapi sudalah, mana mungkin dia berani datang ke keluarga kita. Lagian dia tidak ada bukti kalau dia itu keturunan keluarga kita," lanjut Riko.

"Sudalah, itu juga masih lama, Ayo kita kembali ke ruangan Lidia, kasihan mereka pasti sudah sangat menantikan kehadiran kita,"

Ketiganya pun segera berdiri dari tempat duduknya setelah sebelumnya mereka meminta izin pada wartawan.

Jika keluarga Gunawan saat itu di penuh kegembiraan dengan kelahiran penerus mereka. Lain halnya di sebuah stasion bus, tampak seorang perempuan duduk mengendong seorang bayi sambil menatap kearah televisi yang sengaja disediakan oleh pihak stasion.

"Sungguh tegah hati mereka berkata kalau Nona sudah meninggal, mereka benar -benar manusia berhati iblis. Darah daging mereka buang lalu berbohong ke publik. Kalian akan menyesali apa yang telah kalian lakukan pada Nona Kania. Aku bersumpah itu," ucap perempuan itu yang tak lain adalah Bi Desi.

Tidak lama kemudian sebuah mini bus berhenti di depan mereka. Bi Desi segera berdiri dan melangkah menuju kearah bus tersebut.

Setelah dibukan pintu oleh seorang pria, Bi Desi langsung masuk kedalam mobil dan duduk paling belakang.

Mini bus pun melaju meninggalkan terminal menjauhi pusat kota.

Hampir setengah jam mini bus tadi melaju hingga akhirnya Bi Desi sedikit meninggikan suara untuk menghentikan bus itu.

"Kiri pak,"

Setelah bis benar-benar berhenti Bi Desi segera turun dan tak lupa untuk membayar ongkos.

Bi Desi kemudian melangkah menuju pintu gerbang rumah mewah yang berdiri kokoh di depanya.

Melihat kedatangan Bi Desi seorang penjaga berlari kecil menghampirinya.

"Ibu lagi cari siapa?," tanya sang penjaga.

"Aku ingin bertemu Tuan Baron apa beliau ada?," balas Bi Desi.

"Beliau ada di dalam, apa Ibu sudah ada janji dengan beliau sebelumnya?," tanya sang penjaga itu lagi.

"Belum, tapi tolong sampaikan padanya kalau Saya, Bi Desi ingin bertemu denganya,"

"Baiklah kalau begitu, tunggu sebentar, Saya akan menemui beliau dulu,"

Bi Desi hanya mengangguk pelan tanda mengiyakan. Setelah mendapat anggukan dari Bi Desi, sang penjaga pun berbalik badan dan melangkah masuk kedalam istanah megah itu.

Tidak berselang lama kemudian sang penjaga tadi kembali dan membuka pintu pagar buat Bi Desi.

"Silahkan masuk Bu!, Tuan dan Nyonya sudah menunggu Anda di dalam,"

"Terima kasih banyak pak," Bi Desi melangkah masuk kedalam dan berhenti tepat di depan pintu.

Tok- tok - tok.....

Tiga ketukan yang dilayangkan Bi Desi ke daun pintu .

Tidak berselang lama kemudian, dari balik pintu tampak seorang perempuan bertubuh gembul keluar dari dalam sana.

"Desi, kenapa kamu kemari dan siapa bayi yang ada dalam gendonganmu itu?," tanya perempuan itu menatap lekat pada bayi yang berada dalam gendongan Bi Desi.

"Anak ini adalah anak sahabatku, Nora apa Tuan Baron ada?," balas Bi Desi pada perempuan tersebut.

"Hiii....pergi begitu saja, lalu datang-datang membawa bayi, kamu pikir rumah Tuan Baron ini panti asuhan apa, atau jangan-jangan kamu melarikan bayi bajikanmu?," ucap Nora sembari melebarkan bukaan pintu.

"Jaga mulutmu Nora!. Apa kamu mau Aku menghancurkan bibir judesmu itu seperti dulu," tatap Bi Desi tajam hingga membuat Nora menutup mulutnya dengan kedua telapak tanganya.

Tidak lama kemudian muncul seorang pria seumuran Bi Desi dengan postur tubuh kekar dan wajah di penuhi bulu-bulu halus yang cukup lebat.

3. TINGGAL DI KEDIAMAN TUAN BARON

"Bi Desi kenapa hanya berdiri disitu Ayo masuk," ajak pria tersebut yang tidak lain adalah Tuan Baron majikan Bi Desi sebelum dia pindah kerumah Riko setelah sebulan istri dan putra Tuan Baron meninggal karena kecelakaan tragis.

"Terima kasih Tuan," balas Bi Desi dan mengikuti langkah Tuan Baron masuk kedalam lalu menuju ke ruang tamu.

Setibanya di ruang tamu, Tuan Baron mempersilahkan Bi Desi untuk duduk. Disana sudah ada seorang perempuan kira-kira seumuaran Bi Desi duduk sembari memangku seorang bayi.

"Siapa dia Mas?," tanya perempuan itu dengan tatapan mata kurang bersahabat.

"Ini Bi Desi pengasuh almarhum Tyo putraku dan orang kepercayaan almarhuma istriku, silahkan duduk Bi," ajak Tuan Baron sambil mendudukkan tubuhnya diatas sofa bersamping dengan perempuan tadi.

"Terus siapa bayi yang ada dalam gendonganya itu?," tanya perempuan itu lagi dengan mengalihkan mendanganya pada bayi yang ada dalam gendongan Bi Desi yang masih terbungkus rapi dengan kain berwarna biru.

"Maka dari itu, izinkan dulu Bi Desi duduk baru kita tanya dia, silahkan duduk Bi," ajak Tuan Baron lagi untuk kedua kalinya.

"Terima kasih Tuan," Bi Desi pun segera duduk berhadapan dengan Tuan Baron dan istrinya.

"Bi, siapa bayi yang ada dalam gendongan Bibi itu?," tanya Tuan Baron.

"Bayi malang ini adalah bayi sahabat Bibi. Kedua orang tuanya tidak menerima kehadiranya karena sebagian tubuhnya di penuhi sisik berwarna hitam keemasan. Bibi merasa kasihan padanya, maka dari itu Bibi mengambil dan berencana merawatnya sampai Dia dewasa," balas Bi Desi membelai wajah bayi yang dia beri nama Kania.

"Apa bayi cacat?. Mas tolong usir Dia dari sini. Aku tidak mau penyakit bayi itu menular pada bayi kita juga" ucap perempuan itu menggoyang lengan Tuan Baron menggunakan tangan kananya.

"Gina, Hentikan ucapan konyolmu itu, sisik hitam keemasan seperti itu tidak akan menular pada siapa pun. Kamu ini berpendidikan tinggi tapi pengetahuanmu minim sekali," bentak Tuan Baron.

"Benar Nyonya, ini bukan penyakit tapi anugera dari TUHAN," sambung Bi.

"Pokoknya Aku jijik dengan bayi itu," Gina berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menuju ke kamar.

Tuan Baron ingin mencegahnya tapi segera di halangi oleh Bi Desi.

"Tidak apa-apa Tuan, Saya paham, Nyonya pasti merasa takut kalau bayinya akan tertular. Kalau begitu kami permisi dulu," Bi Desi mencoba berdiri tapi segera di tahan oleh Tuan Baron.

"Bi, Tolong, jangan pergi untuk kedua kalinya, Kalau Bibi pergi lagi, Itu berarti Aku sudah menyia-nyiakan amanah dari Almarhuma istriku untuk mempertahankan Bibi agar tetap tinggal dan merawat rumah ini," Tuan Baron mengatupkan kedua tanyanya di depan dada dengan raut wajah begitu sedih hingga membuat Bi Desi tidak tegah melihatnya.

"Baiklah Tuan, kami akan tinggal disini. Tapi, bagaimana dengan Nyonya Gina, apa beliau akan mengizinkan kami tinggil disini?,"

"Bibi tidak usah kuatir dengan itu, nanti Aku akan memberi pengertian padanya. Bibi istirahatlah di kamar sebelumnya, kasihan bayi itu, dia pasti sudah sangat lelah dan juga ngantuk," Tuan Baron berdiri dari tempat diduknya.

"Terima kasih Tuan,"

Tuan Baron sudah tidak menjawab lagi dia hanya tersenyum dan melangkah mengikuti Gina kearah kamar.

Sepeninggalan Tuan Baron, Bi Desi berdiri dan melangkah menuju kearah kamar yang dulunya Dia tempati semasa dia masih tinggal dirumah mewah tersebut.

Dengan tangan kananya Bi Desi memutar knop pintu sedangkan tangan kirinya masih setia mengendong bayi Kania.

Bi Desi melangkah kearah pembaringan dan meletakkan bayi mungil itu di sana.

Sejenak Bi Desi memperhatikan seisi kamar itu. Tidak ada yang berubah pada posisi lemari dan benda-benda yang ada dalam kamar tersebut. Hanya sprei dan juga kain gorden yang tak sama saat dia tinggalkan dulu.

Bi Desi menyapu daun nakas yang ada di samping pembaringan menggunakan telapak tanganya untuk mengecek apa ada debu yang menempel. Ternyata dugaanya salah semua perabot dalam kamar tersebut di pastikan bersih.

"Kenapa Tuan Baron membiarkan kamar ini seperti dulu tanpa merubahnya, Apa beliau tahu kalau suatu saat Aku akan kembali lagi kemari?, Sudalah sebaiknya Aku beristirahat, besok pagi baru Aku ke warung untuk membeli susu dan peralatan bayi buat Kania," Bi Desi naik diatas pembaringan dan menidurkan tubuhnya di samping Kania.

"Nak tidurlah, semoga kita bisa bertahan di rumah ini dan melupakan semua kejadian hari ini," Bi Desi mencium kening Kinia yang saat itu masih tertidur dengan nyenyak.

Waktu terus bergulir hingga tidak terasa kicauan burung-burung dan kokok ayam jantan menandakan pagi sudah tiba.

Bi Desi segera bangun dan langsung menuju ke kamar mandi dan tidak lupa untuk menutup pintu. Tidak berselang lama kemudian kembali daun pintu kamar mandi terbuka dan keluar Bi Desi dari dalam sana.

Bi Desi melangkah menuju kearah lemari dan mengeluarkan mukena dan juga sajadah yang biasa dia kenakan dari dalam sana.

Ada beberapa menit Bi Desi menghadap TUHAN hingga terlihat dia menegadah keatas dengan telapak tangan terbuka sejajar dengan dada.

"Ya TUHANkU, kuatkan diri hambaMu ini untuk merawat bayi Kania, Aku tahu kedepanya pasti banyak rintangan yang akan kami hadapi. Maka dari itu, Aku memohon padaMu untuk menguatkan kami, melindungi kami dari orang-orang yang tidak senang dengan kami berdua, Aamiin,"

Setelepas meluapkan isi hatinya pada TUHAN, Bi Desi kembali berdiri dan menyimpan kembali sajadah dan mukena yang baru saja dia gunakan.

Matahari sedikit demi sedikit memancarkan sinarnya menembus jendela kamar.

Bi Desi segera membuka kain gorden dan juga jendela agar sinar matahari dan juga udara pagi masuk kedalam kamar itu. Lama Bi Desi berdiri disana memandangi bunga-bunga yang ada di halaman dan mengenang kembali semua peristiwa bersama Rayahu, almarhuma istri Tuan Baron hingga dia harus menghentikan lamunanya tak kala mendengar tangisan Kania.

"Cup...cup!. Kamu pasti lapar bukan?, baiklah kalau begitu, Ibu akan membelikan kamu susu dan juga peralatan bayi, Ayo kita keluar," Bi Desi mengangkat tubuh Kania dan membawanya keluar dari dalam kamar.

Bi Desi melangkah ke arah pintu keluar dan berencana untuk membeli susu dan juga peralatan bayi.

Belum juga beberapa langkah dia mengayun kakinya, seorang perempuan seumuran denganya berlari menghampirinya.

"Mau kemana kamu!, sudah menginap gratis pergi juga seenaknya. Dulu kamu bisa berbuat seenak hatimu saat kamu menjadi kepala pelayan disini tapi sekarang posisimu sudah Aku gantikan jadi kamu harus menurut apa kataku paham!,"

"Paham bangat Nora, tapi bayi ini lapar dan Aku harus membeli susu dan juga peralatan bayi untuknya,"

"Itu urusanmu dan Aku tidak mau tahu tentang itu, sebelum urusan di dapur selesai kamu tidak boleh kemana-mana, mengerti!,"

"Tapi Nora kasihan bayi ini,"

"Kasihan-kasihan, Ayo ikut Aku," Nora menarik lengan Bi Desi dan ingin menyeretnya ke dapur.

Belum juga niatnya itu terlaksana seseorang sudah menghadangnya dari arah depan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!