The Handsome Evil CEO
Di kantor tempat Tiffany Clandezo bekerja sedang ramai membicarakan pergantian CEO perusahaan, Hamin Corp. Bahkan para media sudah menyiarkan berita itu langsung baru saja.
“Tiffany....”
Cara Lunox, teman sekantornya menghampirinya dan duduk di kursi sebelah yang sedang kosong. “Tiff, kau tahu CEO kita ganti? kira-kira apa yang terjadi. Tapi kenapa tiba-tiba begini?” lanjutnya dengan tanya penasaran.
Tiffany menghela napas, ia sudah terlalu pusing dengan pekerjaannya yang mepet deadline malah dicekoki pertanyaan itu. Ditambah yang bertanya ini adalah Cara Lunox, wanita yang tingkat keingintahuannya yang tinggi. Jika Tiffany tidak segera menjawab atau menjawab tapi dengan dalih tidak tahu, maka Cara Lunox akan langsung memborbardir pertanyaan yang sama hingga dia mendapat jawaban yang diinginkannya dan (harus) masuk akal.
Oh ayolah. Ia masih harus bekerja. Tapi... daripada ia tidak bisa melanjutkan pekerjaannya. Ia harus membuat Cara Lunox pergi merecokinya.
Akhirnya setelah perdebatan dengan otak dan hatinya, Tiffany memilih logika untuk menjawab. Ia menatap Cara Lunox dan berkata, “Menurutku, CEO sebelumnya adalah orang yang tidak cekatan dalam mengambil keputusan, Cara. Jadi perusahaan mengalami sedikit kerugian mungkin. Dengan begitu, mau tidak mau harus ganti pemimpin kan?” jelasnya, tapi tentu saja perkataan Tiffany ini bohong. Lebih tepatnya ia tidak tahu alasan pastinya, karena ia mengarang demi kelangsungan pekerjaannya yang harus ia selesaikan.
“Begitu? setelah dengar darimu aku jadi tahu, Tiff. Kau cerdas. Seharusnya orang-orang melakukan konsultasi pada setiap pertanyaan di otak mereka kan. Agar tidak mati penasaran. Aku juga jadi bisa tidur nyenyak karena sudah tahu alasannya.”
Benarkan apa yang dipikirkan, logikanya memang begitu. Tiffany tersenyum puas dan ia lega setelah Cara Lunox pergi dari sisinya, meninggalkannya sendirian. Tiffany kembali menghadap layar komputernya dengan malas. Oke, selesaikan dengan cepat.
•••
Tiffany akhirnya menyelesaikan pekerjaannya. Setelah ia menatap sekeliling yang sudah tidak ada orang, ia mendengus sebal. Karena hanya tinggal dirinya saja di sini. Lainnya sudah pulang meninggalkan kantor satu jam yang lalu. Bahkan sekuriti sudah berkeliling beberapa menit yang lalu mengecek ruangan lantai 40 ini. Setelah Tiffany memberitahukan bahwa ia akan selesai dalam 30 menit kedepan, sekuriti itu pergi berkeliling ke tempat lainnya.
Tiffany sudah keluar dari ruangan sepi itu, ia berhenti di depan lift. “Jika aku naik lift, apalagi sendirian dan tidak ada orang lain selain sekuriti. Misal saja, aku terjebak karena lift rusak. Maka...,” gumamnya pada diri sendiri, pikirannya mulai negatif.
Terbayang di otaknya. Jika lift yang ia tumpangi mati? hm ia kan masih ada ponsel! Tapi jika ternyata tidak ada sinyal? lalu ketika ia memencet tombol panggilan darurat di lift dan lagi, kesialan datang dan ternyata tombol itu tidak bisa digunakan bagaimana? maka matilah ia, terjebak di dalam lift sampai pagi.
Tiffany menengok ke kanan, jalan alternatifnya ia turun pakai tangga darurat. Setelah ia berpikir. Lebih baik begitu, Tiffany membuka pintunya dan menatap ke bawah, untung lampu di tangga ini belum dimatikan.
Tiffany menuruni tiap anak tangga dengan sedikit lebih cepat. Ini tidak melelahkan karena bukan mendaki, jadi tidak masalah. Setelah melihat papan yang tercetak angka 36, Tiffany mendesah kesal. Ternyata sama saja lelahnya, ia merasa tidak sanggup karena napasnya yang sudah tersengal. Mungkin karena ia berjalan cepat, jadi Tiffany putuskan, ia akan berjalan biasa. Santai saja Tiffany, daripada kau terjebak dalam lift yang akan membunuhmu, pikirnya negatif lagi.
Tiffany melanjutkan menuruni anak tangga. Tapi tunggu, Tiffany berjalan pelan tanpa membuat bunyi. Ia menginjak lagi anak tangganya ke bawah, sampai di pertengahan tangga menuju lantai 35. Tiffany melongok ke bawah, tidak ada orang. Tapi suaranya terdengar masih berbicara.
“Sudah kau selesaikan? bersihkan tempat itu. Agar tidak ada jejaknya.... Ya. Kau harus teliti. Karena satu saja kesalahan bisa membuat semuanya berantakan.... Kutunggu kabar baik darimu, Rico.”
Tiffany semakin melangkah turun. Suara berat pria itu sudah tidak terdengar lagi.
“Brengsek! Sudah kubunuh tapi masih saja, antek-anteknya setia juga. Dexian Peros, kau pasti tenang di neraka.”
Tiffany terkejut, ia menegang di tempat. Apa kata pria itu tadi? jadi... jadi alasannya tidak seperti yang Tiffany duga. Digantinya CEO sebelumnya—yang ia tahu namanya, Dexian Peros—karena dibunuh! Fakta apa yang baru ia dengar barusan? apakah itu benar?
Tiffany membuka tasnya, mencari ponselnya. Ia tidak bisa berpikir panjang, malah tidak bisa berpikir. Ia harus menghubungi seseorang yang bisa membantunya, ia tidak bisa menggerakkan kakinya pergi. Ia juga tidak bisa biarkan pria itu kabur dari tanggung jawabnya. Pria itu harus mendapat ganjaran yang setimpal.
Tiffany menggenggam ponselnya dengan tangan bergetar, ia membuka kontak dan menggulir nama tujuan yang akan ia hubungi. Cara Lunox! Ya wanita itu yang saat ini hanya ada dipikiran Tiffany. Tiffany menyentuh tombol memanggil.
“Siapa kau?!”
Ponselnya diambil tiba-tiba oleh seseorang. Tiffany tidak bisa berkutik, ia juga tidak berani menatap pria yang sudah ia duga adalah pelaku pembunuh CEO sebelumnya.
Tiffany diam kaku. Ia hanya bisa memejamkan matanya, sambil berdoa dalam hati. Tuhan, aku mohon... tolong aku... aku—aku akan selalu mengabdi menyembahmu... Tuhan jangan biarkan pria pembunuh itu membunuhku... aku masih harus mencari banyak uang agar bisa membayar pria tua pemilik apartemen itu... Tuhan tolong...
“AAAaaa!!!” Teriak Tiffany karena tangannya digenggam oleh pria pembunuh itu.
Tiffany tidak mau menatap pria pembunuh itu. Tiffany juga tidak bisa berbuat apa-apa. “Si-siapa pun Anda.... A-aku mohon.... Le-lepas... lepaskan aku...,” cicit Tiffany, tubuhnya kaku namun bergetar takut. Telapak tangannya juga terkepal karena takut.
“A! Aku mohon....” Tangannya ditarik hingga Tiffany bergerak. Hingga Tiffany sudah bisa mengendalikan tubuhnya, ia bisa menggerakkan tangannya.
Tapi saat ia menarik tangannya dari pria pembunuh itu, Tiffany tidak kuat melepas cengkraman pria pembunuh itu. Bagaimana ini? ia sudah terjebak. Sebentar lagi nyawanya pasti melayang. Ini lebih buruk dari pikiran negatifnya tentang naik lift. Ini bahkan terjadi nyata padanya. Sekali lagi... ini nyata!
Tangan kirinya menahan di tembok, tubuhnya bahkan sudah memepet tembok. Seakan-akan ia melindungi tubuh belakangnya agar tidak diserang tiba-tiba.
“Aku tanya kau siapa?!” Bentakan dari pria pembunuh itu semakin membuat kaki Tiffany seakan tidak kuat menahan tubuhnya sendiri, bergetar, seluruh tubuhnya bergetar hebat.
“A-aku takut...,” cicit Tiffany semakin menundukkan kepalanya dalam. “A-aku takut... aku mo-mohon... le-lepaskan a-aku...,” bicaranya juga tidak lagi lancar. Pikiran kosong. Rasa takut menjalar ke seluruh hati dan darah jantungnya semakin menambah rasa takut, berdesir ke tiap organnya, menyalurkan rasa takut yang besar.
“Aku tidak akan membunuhmu.”
The Handsome Evil CEO ©YAKIYA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Rierudi Laras
Hai thor baru baca cerita nie
2022-10-12
0
HARTIN MARLIN
Assalamualaikum hai 🖐🖐 salam kenal dari ku
2022-09-25
0
Chybie Abi MoetZiy
mulai baca....
2021-11-02
0