My Boss Samuel
“Pagi guys.” Aku menyapa semua temanku yang sudah asyik bergosip di pagi ini.
“Tumben cerah amat muka lo, skincare baru ya?” Tanya Mbak Sari.
Ck! Jangan dengarkan. Dia memang suka sekali suudzon begitu.
“Idiih emang udah dari sono nya kali, Mbak. Mau gue cuci muka pake air doang tanpa sabun pun cantik gue nggak bakal berkurang.” Jawabku sambil menaruh tas di meja kerja.
Mbak Sari hanya mencebik ke arahku.
Mbak Sari, memiliki postur tubuh yang sedikit berisi di beberapa tempat dengan model rambut sebahu. Berumur dua puluh sembilan tahun, sudah menikah dan mempunyai satu orang anak. Dia merupakan salah satu senior di divisi ku saat ini.
“Tahu nggak? hari ini Bu Nia beneran resign. Seneng banget gue hari yang di nanti-nanti akhirnya tiba.” Temanku yang lain ikut menyahut.
Mas Angga, dia juga sudah menikah berumur tiga puluh tahun, sudah mempunyai satu anak juga. Berkulit sawo matang dengan kumis tipis dan bertampang kalem. Walaupun tampang kalem, tapi sekali ngomong juga kadang suka pedes kayak gado-gado karet dua. Dia juga orang yang paling dewasa di divisi ini dan merupakan senior juga.
“Beneran, Ngga? Asyik akhirnya singa betina itu lenyap juga. Tadi nya sih baru mau gue sewain pawang biar jinak dikit.” Sahut Mbak sari sembari menyesap kopinya.
“Eh, kalian jangan pada seneng dulu.” Tiwi beranjak dari kursinya dan berjalan ke meja Mbak Sari, "Katanya pengganti Bu Nia itu juga galak. Eh bukan galak sih, lebih ke disiplin gitu dan terkenal perfectsionist banget,” imbuhnya.
Tiwi merupakan anak baru di departemen ini. Baru enam bulan, tapi memang dasarnya dia cerewet jadi mudah akrab. Dan umurnya juga masih terbilang muda, dua puluh tiga. Apalagi dengan gaya rambut panjang dan poninya yang di biarkan seperti tirai jendela itu. Benar-benar bikin kelihatan unyuk khas dedek gemes.
“Haduh gosip apalagi itu, Kunyil.” Timpal Rizal.
Rizal, cowok berwajah manis tapi gesrek ini dulunya adalah temanku semasa SMA. Bahkan dia dulu juga pernah jadi idola para cewek di sekolah, kecuali aku lho ya perlu di garis bawahi tuh. Dan tidak tahunya kita ketemu lagi di satu kerjaan yang sama. Tentu saja umurnya sama dengan umurku yang sudah memasuki angka dua puluh lima.
“Ck, di bilangin nggak percaya. Gue denger dia keturunan bule lho.” Sungut Tiwi.
“Eh, Kunyil. Lo kok bisa tahu, emang siapa yang ngasih tau?” Tanya Mas Angga penasaran.
“Bule? Wah pasti ganteng dong.” Mbak Sari terlihat bersemangat.
“Ampun deh lo, Mbak. Ingat anak sama suami.” Cetusku sedikit mencibir.
Emak satu itu memang terkadang masih suka ganjen sikapnya. Apalagi kalau sudah lihat yang bening-bening. Ciyah bening, di kira sayur bening kali ya?
“Dari Farhan HRD,” ujar Tiwi kemudian. “Kalau soal ganteng belum tau gue. Tapi denger-denger dia masih muda.”
“Ciyee ... sekarang kedemenanya HRD ni ye.” Ledek Rizal sambil menyikut lengan Tiwi.
“Siapa bilang? Sorry ya gue nggak suka sama cowok gemulai. Eh, tapi duit nya boleh juga lho, banyak.” Kelakar Tiwi sambil menyengir.
Sepertinya pembicaraan mereka akan terdengar lebih serius lagi nih kalau sudah menyangkut masalah duit.
“Duit kalau dikit cukup, kalau banyak nggak cukup,” Ucap Mas Angga dengan gaya kebapakan. “Mata duitan lo!” imbuhnya yang sangat berbanding terbalik dengan gaya pertamanya tadi.
“Eh, tapi gue setuju sama Tiwi. Bener tuh kalau cari cowok harus yang banyak duit. Biar nggak susah kalau udah jadi suami nanti.” Mbak Sari membela perkataan Tiwi.
“Uang bukan jaminan kebahagiaan, Sar.” Sahut Mas Angga.
“Tuh kan ...” Mbak Sari menunjuk mas Angga dengan telunjuk nya, “Kata orang uang nggak bisa membeli kebahagiaan. Nyatanya kalau lagi sedih lebih enak nangis dalam mobil BMW kan, dari pada di angkot?”
Mas Angga langsung terbahak. “Ya lo juga yang kurang kerjaan, Sar. Udah tahu nangis, ngapain pakai naik angkot segala? Gila!”
Aku, Rizal dan Tiwi pun ikut terbahak juga sampai kami tidak menyadari jika sudah ada sesosok manusia lain yang tengah berdiri di depan kami.
Seketika aku melongo melihat sosok yang kini tengah berdiri tegap dengan kedua tangannya masuk ke saku celana tersebut. Badannya tinggi, dan juga tegap. Dari balutan kemeja kerjanya saja sudah bisa di lihat tubuhnya yang atletis itu tercetak jelas di sana. Hidung mancung, alis tebal dan rahang tegasnya. Dan yang paling menonjol adalah tatapan matanya yang tajam itu. Bahkan aku rasa tatapannya itu bisa membunuh sesuatu saking tajamnya.
“Siapa tuh?” Aku menyenggol Tiwi yang berdiri di sampingku.
“Nggak tahu, Mbak. Kayaknya dia pengganti Bu Nia deh. Gila ganteng banget, kayak bukan manusia tuh. Berasa lihat dewa Yunani nih mata gue.” Aku terkekeh mendengar ucapan Tiwi yang memang terdengar benar.
"Good morning all. Perkenalkan saya Samuel Devano Gavin. Panggil saja, Sam. Saya pengganti Bu Nia, Bos baru kalian.” Katanya memperkenalkan diri.
Mbak Sari menyenggol lenganku dari belakang, hingga mau tak mau aku harus memundurkan sedikit kepalaku supaya aku bisa mendengar apa yang ingin Mbak Sari katakan. “bening banget mukanya,” bisik Mbak Sari.
“Sayur sop kali, ah!” bisikku menahan tawa.
“Sudah ngobrolnya?” Pak Sam menatap tajam ke arahku dan juga Mbak Sari.
Gila! serem banget tatapannya, sumpah. Gue nggak bohong. Gimana kalau dia marah ya?
Aku dan Mbak Sari hanya bisa diam dan menunduk.
“Saya berharap, saya dan kalian bisa bekerja dengan baik dalam tim ini. Dan saya juga berharap kita semua bisa menjadi tim yang lebih baik dari sebelumnya. Ah ya, saya juga akan membuat beberapa perubahan di dalam tim kita nanti. So, saya harap kalian bisa menyesuaikan diri setelah ini nanti. And well, itu saja yang ingin saya sampaikan. Any question?” Pak Sam menatap wajah kami satu persatu-satu.
Gila itu muka apa papan setrika sih? Datar banget. Tidak ada yang berani berbicara sampai tiba-tiba Tiwi mengangkat tangannya. Dari bau-baunya sih itu bocah bakalan ngomong kurang ajar. Percaya deh.
“Bapak blasteran bule ya?” Aku, Mbak Sari, Mas Angga dan Rizal seketika menatap Tiwi dengan kening berkerut. Benar kan kurang ajar banget tuh mulut bocah.
“Yes, My Father’s from London,” jawab Pak Sam langsung ke inti. “Well, saya rasa cukup sampai di sini saja perkenalannya. Sekarang selamat bekerja kembali,” Imbuhnya lalu masuk ke ruangannya begitu saja.
Setelah pintu ruangannya tertutup, Tiwi langsung histeris semacam dedek gemes kalau lagi nonton konser Oppa-oppa Korea yang lagi buka baju. “Kok udahan sih, gue kan belum puas ngelihat wajahnya.”
“Eh bocah! Mulutnya lain kali di jaga ya, asal mangap aja. Gue kepret juga lo!” Ucap Rizal gemas.
“Ya ampun ... gue cuma nanya kali ah, dari pada gue nggak bisa tidur gegara mikir wajah gantengnya itu di dapat dari mana, kan?” sungut Tiwi.
“Dari sini nih, Puas!” Rizal terkekeh sambil menunjuk pantatnya, tentu saja hal itu membuat Tiwi sangat kesal.
Memilih untuk mengabaikan dua makhluk aneh itu. Aku langsung memutuskan untuk menoleh ke arah Mbak Sari. “Mbak perasaan gue nggak enak nih.”
“Kenapa? Kalau kebelet boker nggak usah laporan sama gue,” cetus Mbak Sari.
Aku langsung mendengus. “Bukan. Ini soal Pak Sam. Dari terawangan gue, dia bakalan lebih galak, ngeselin plus kejam di banding Bu Nia.”
Keyakinanku tersebut di dukung oleh fakta beberapa menit yang lalu, saat Pak Sam mengenalkan diri sebagai Bos baru divisi ini.
“Kayaknya sih, tapi dia ganteng banget. Lumayan buat cuci mata.” Mbak Sari terkekeh dengan ucapannya sendiri. Dan aku hanya mencibir ke arahnya.
“Cuci mata pake rinso sekalian aja deh, Sar!” Tukas Mas Angga yang berhasil membuat Mbak Sari melotot kesal.
Aku hanya bisa menggeleng sambil menghidupkan layar komputer yang sejak tadi memang masih mati tersebut.
“Adelia Rinjani.”
Seketika aku terkejut dan langsung menatap ke sumber suara yang ternyata berasal dari balik pintu ruangan Pak Sam.
Sepertinya ini pertanda kalau dugaanku tadi akan menjadi kenyataan.
.
.
###
hai cerita baru nih..
mungkin bakalan low update jadi sabar ya guys..😁
dari gue penulis amatir, ❤️
follow IG
@nan_dria
Note :
Cerita ini sebagian ada yang aku revisi ya guys.
Maklum tulisan masih acak-adul syekali jadi harus aku perbaiki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
🍾⃝ɪͩɴᷞᴅͧɪᷠʀᷧᴀ
baca dari awal tetep aja ketawa.parah ni cerita kocak abis tapi kocaknya gak lebay
2023-10-18
2
Rahma Valerina
kyakny ini aku udh baca yg ke 4 kali. aku lupa ap dari tahun lalu ap 2 tahun lalu ya..
aku suka banget Sama ceritanya. dari pertama keluar yg pov Sam aku nunggu in banget ka. tapi smpe skrng ngga dilanjutin disni 🥲🥲
2023-03-08
0
mama fatih
padahal dulu aku udh pernah baca novel yg ini,,, ntah knpa malah kepikiran pengen baca lagi ne novel,,,, lucu dan serunya itu lho gk ad obat
2022-12-13
0