Berhubung ini adalah hari libur, maka dengan senang hati aku gunakan waktu untuk mager seharian di rumah. Makan, menonton TV, tidur, ya ... paling seputar itu saja jadwal hari liburku. Terlebih sejak aku menjadi jomblo. Aku jadi tidak memiliki semangat untuk melakukan apapun, mandi saja aku rapel.
Jam dua siang baru mandi dan itu untuk mandi pagi sekalian mandi sore. Ck! mengenaskan bukan? Sepertinya aku memang mulai kehilangan motivasi.
Bagi seorang karyawan seperti diriku ini, tidak ada hari yang lebih menyenangkan selain hari libur. Garis bawahi ya!
Aku menuruni rangkaian anak tangga karena mencium aroma sedap dari masakan yang langsung membuat cacing di perutku meronta-ronta. Rumahku tidak begitu besar tapi terdiri dari dua lantai.
Sampai di dapur aku melihat Mamaku yang bernama Ratna tengah memasak, Papaku Pramono sedang membaca koran di meja makan. Sedangkan Vino, satu-satunya adik lelakiku itu tengah sibuk bermain game di ponselnya.
Vino ini merupakan mahasiswa semester pertama, yang secara pasti dia sudah berumur lebih dari delapan belas tahun. Tapi, jangan kaget kalau kalian bertemu dengannya dan melihat tingkah anehnya yang masih seperti bocah.
“Mama masak apa? Baunya bikin cacing-cacing di perut Adel kelaparan.” Aku menghampiri Mama yang masih sibuk di depan kompor dengan wajah semringah.
“Jelas dong ... Masakan Mama pasti selalu bikin lapar, coba Mama ikutan audi Master Chef. Pasti juara ini.” Mamaku mulai menyombongkan diri.
Aku hanya tertawa, melirik ke arah meja makan tempat dimana Papa dan Vino menunggu Mama menyelesaikan masakannya.
“Juara malu-maluinya,” celetuk Papa sembari menyesap tehnya.
“Idih Papa, sadisnya ngalahin mulutnya chef juna banget sih,” sungut Mama sambil cemberut.
Setelah beberapa menit kemudian akhirnya masakan Mama selesai juga. Mama menaruh sepiring capcay seafood ke atas meja makan. Sedangkan aku segera menggeser kursi lalu duduk dan mengambil sepiring nasi.
“Kok sepertinya ada bau-bau aneh gitu ya?” Vino berkata sembari mengendus-endus sekitar.
“Apaan? bau masakan Mama?” Aku melirik padanya.
“Bukan, semacam bau orang kurang semangat. Bau-bau kejombloan kayaknya.” Aku langsung menjitak kepala Vino yang kebetulan duduk di sebelahku.
Mulut adikku ini memang selalu berhasil membuatku kesal. Apalagi kalau aku sedang tertimpa sial, Vino akan menjadi orang nomor satu yang akan meledekku.
“Sakit, mbak! Tega banget sama adik sendiri. Nanti kalau muka imut gue ini lecet gimana?” Vino memanyunkan bibir sambil membenarkan tatanan rambut yang bergaya undercut tersebut.
“Heleeeh, imut dari mananya? Yang ada juga kalau lo keluar sama gue, di kiranya lo itu yang lebih tua,” sungutku sambil menyendok capcay ke dalam piringku.
“Mana ada? Orang muka kayak member BTS gini kok di bilang tua. Lo tuh yang tua, Mbak. Mana jomblo lagi.”
Buseeet, ini bocah mulutnya parah banget, ingin aku sumpel pakai piring itu mulut. Aku merasa menyesal karena sudah menceritakan hal-hal menyakitkan yang pernah aku alami ke Vino.
“Suka-suka gue lah. Papa dulu ngidam apa sih? rese banget ini mulutnya.” Aduku pada Papa yang tengah mengambil nasi. Sedangkan Vino hanya menyengir tanpa merasa berdosa.
“Ini hasil ngidam Mama kamu, Del. Bukan Papa,” jawab Papa polos.
Mama yang baru datang membawa tempe goreng pun langsung memukul lengan papa. “Yeee, itu juga akibat Papa yang suka nggak langsung nurutin ngidamnya Mama kali.”
Lihat kan, Mama dan Papa saja sampai eyel-eyelan lho untuk mengakui Vino.
“Pantes ileran bocahnya.” Aku tertawa sedangkan Vino hanya memayunkan bibirnya.
Tingg... notifikasi grup dalam ponselku berbunyi,
Grup Shobat Mengeluh :
Tiwi : hallo everybody, ada yang kosong nggak nih??
Ini bocah baru libur sehari saja sudah bikin heboh di grup Whatsapps.
Rizal : Di kira angkot kali kosong.
Anda : Yeee ... Angkot mah sumpek kali.
Rizal : Tapi nggak sesumpek hati lo kan, Del. Hahahaha.
Aku tertawa sambil terus membaca balasan Rizal di grup chat kami.
Mbak Sari : Pepet teroos, tong! Modal omong doang lo. Kebanyakan terjun ke lapangan sih, itu mulut jadi lemes banget buat merayu.
Anda : Bener banget, Mbak. Juragan promosi.
Mas Angga : Mohon maap. Juragan promosi siapanya juragan99 ya?
Anda : Awkwokwokwokwokk.
Mbak Sari : Lo ketawa apa keselek, Del?
Tiwi : Woy gue di kacangin! Gimana nih ada yang kosong nggak? sumpek nih di rumah. Jalan kuy!
Mas Angga : Eh kunyil ... baru sehari nggak ketemu kita aja udah kangen nih.
Rizal : Emangnya nggak di ajak mamas Farhan ngedate ya?
Anda : Farhan lagi bokek kali makanya nggak dia pepet.
Aku masih tersenyum-senyum menatap layar ponselku. Kegitanku dengan teman-teman memang hanyalah menggosip. Entah di kantor, entah di grup WA.
Tiwi : Bodoamat! kuy lah Starbuck juga nggak apa-apa. Babang Rizal yang traktir ya.
Rizal : Ampun deh kunyil. Mulut asal njeplak aja, ogah! Bayar sendiri-sendiri.
Mas Angga : Yaah ketahuan bokek juga ini cunguk.
Mbak Sari : Pantesan kalau pacaran nggak bertahan lama. kalau tanggal tuwir nggak berani keluar duit sih.
Anda : hahahaha, ternyata ya di balik wajah sok gantengnya tersembunyi jiwa missqueen.
Rizal : Tapi lo demen kan, Del?
Dih, aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Ini orang kapan sih bisa ngomong serius?
Tiwi : Gimana jadi ya? gue tunggu jam setengah tiga di sana.
Anda : Tapi gue belom mandi. Mandi dulu ya bentar doang kok.
Mbak Sari : Ampun deh lu, Del. Sejak jadi jomblo jadi jorok lo ya?
Mas Angga : Kehilangan motivasi kayaknya.
Anda : Bodo amat!!!
***
Satu jam kemudian aku sudah sampai di Starbuck. Tiwi dan Rizal sudah datang terlebih dulu. Kalau Mas Angga dan Mbak Sari tidak bisa ikut, maklum urusan rumah tangga.
“Widiiih, wangi banget lo, Del. Gila totalitas banget, euy! Cuma mau ketemu sama gue lho ini.” Rizal menyengir sambari mencolek daguku.
“Rizal yang terhormat, terima kasih atas ke Ge-eRaan, Anda. Tapi sayangnya, ini bukan buat lo.” Aku langsung duduk dan menyeruput minuman yang sudah di pesankan Tiwi, “BTW, ini jadi lo bayarin kan, Zal?”
Rizal langsung merengut. “Rampok aja terus sampai ke sempakk-sempakk gue.”
“Idih, sempakk lo nggak laku kali, mas.” Ledek Tiwi sambil tertawa.
“Loh, punyanya orang ganteng lho ini,” ujar Rizal dengan PeDenya.
Aku dan Tiwi kompak membuat ekspresi muntah ke arah Rizal. Dia memang paling jago kalau urusan menyombongkan diri sendiri.
“Ganteng enggak ... Gesrek iya.” cetusku sambil terkekeh. Dan Rizal hanya mencubit lenganku.
“OH EM JI HELLOWW!!” Tiba-tiba Tiwi berteriak histeris sembari memandang layar ponselnya.
Aku yang sedang menikmati minuman bahkan hampir tersedak akibat teriakkan cempreng Tiwi yang khas itu. Aku mencoba menelan minumanku, lalu menatap ke arah Tiwi. Gila, ini orang tidak malu apa ya? Mana banyak Mas-mas ganteng yang lagi nongkrong di sini mulai melirik ke arah kami.
“Eh, Kunyil. Mulut lo malu-maluin banget sih. Cempreng kayak panci lagi di pukulin tau nggak?” Rizal mengorek-orek kupingnya sambil melirik Tiwi. Sedangkan yang di lirik terlihat tidak peduli.
“OMG, lihat ini guys ...” Tiwi menunjukkan ponselnya ke arahku dan Rizal. “Ini akun instagram-nya Pak Sam, dan fotonya ganteng-ganteng banget. Ah, gue follow deh, siapa tahu di follback.”
Astaga! Jadi teriakan histeris barusan hanya gara-gara Tiwi menemukan akun Instagram Pak Sam. Aku hanya bisa geleng-geleng menatap Tiwi, sembari sesekali melirik ke arah ponselnya untuk mengetahui nama akun Pak Bos. Ya, siapa tahu suatu saat nanti aku penasaran juga kan? Ck! Emang dasar ya aku tidak tahu diri.
“Halaaah, ngayal terooos! Sekalian nggak ngayal buat lo pepet, hah?” cibirku sambil mengaduk minuman.
“Kalau di lihat-lihat sih sebenarnya ada niat buat mepet, Del. Cuma tergantung Pak Sam-nya mau apa nggak sama model kayak begini,” Ujar Rizal sambil tertawa.
“Ya ampun! Mulutnya jahat banget, belum pernah di penjarain! Gini-gini gebetan gue banyak.” Tiwi berdehem sejenak. “Nggak kayak Mbak Adel.” Imbuhnya tanpa perasaan.
“Sialan mulut lo! Gue udah diem loh, masih aja kena.” Aku mulai kesal karena kejombloanku menjadi bahan olokan lagi.
Rizal dan Tiwi tertawa.
“Jangan mau kalah, Del. Sama model rata kayak begitu.” Rizal masih terkekeh di sela bicaranya.
“Sialan lo, Mas! siapa yang bilang rata?!” Tiwi melotot ke arah Rizal yang justru membuat Rizal semakin terpingkal.
“Positif thinking aja, Zal. Mungkin masa pertumbuhannya belum sempurna,” Ujarku sambil terbahak dan tentu saja Tiwi semakin kesal.
“Bukan belum, Del. Tapi ... kurang!” Imbuh Rizal.
Tiwi semakin cemberut lalu mencubit lengan Rizal hingga membuat Rizal mengaduh kesakitan.
“Dasar mulut! Nanti kalau gue semok lo naksir lagi sama gue, Mas." Cetus Tiwi.
“Dih, mending kemana-mana gue milih Adelia, yang jelas pertumbuhannya sempurna,” Sahut Rizal cepat.
Aku menjitak kepala Rizal sambil melotot. Di kira dengan bicara begitu aku bakalan luluh apa? sorry ya.
“Ciyeee, yang bakal cinlok ni ye.” Tiwi melirik ke arahku dan Rizal dengan senyum nakal. “BTW, dari pada sama Mas Rizal. Mending lo sama Pak Sam aja deh, Mbak. Soal ganteng doang mah kalah jauh sama mas Rizal.”
“Lo doyan banget sih makan ganteng.” Ketus Rizal.
“Ye ... kalau modelnya kayak Pak Sam mah bukan cuman doyan. Bakalan kenyang gue. Sudah ganteng, kaya, pinter kurang apalagi coba?” Tiwi menatap Rizal.
“Kurang nyenengin, kayak gue!” Ujar Rizal setelah itu tertawa terbahak-bahak.
Ya, ucapan Rizal tidak ada salahnya juga sih.
.
.
.
.
gimana udah seru belom??
kepoin terus yaa jangan lupa follow IG ku juga
@nan_dria
salam dari penulis amatir ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Agustina Suwarrini
rame
2021-06-21
0
astri rory ashari
sapa mo rampok semvak bekas lu Zal...bisa2 sawan ntar😅
2021-02-05
0
Arie Susan92💜🇮🇩
kocak.. 🤣🤣🤣
2021-01-31
1