Pendekar Seruling Bambu
Alkisah di sebuah wilayah yang luas lagi subur, berdiri sebuah kerajaan yang besar nan gagah. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang baik dan adil. Kebaikan sang raja membuat rakyat hidup dengan makmur. Kehidupan petani-petani di desa sangat cerah, setiap musim panen datang tawa canda menghiasi hampir di seluruh wilayah kerajaan.
Kerajaan itu bernama Matraman Jaya. Kerajaan besar yang menguasai hampir sepertiga daratan. Kerajaan ini juga menaungi belasan kerajaan kecil, yang berhasil mereka taklukan untuk dijadikan wilayah persemakmuran.
Dengan kepemimpinan Maha Raja Kesuma Jaya, wilayah yang dikuasainya berlangsung aman dan tentram. Semua rakyat berharap kerajaan ini akan selamanya meraih kejayaan.
Maha Raja Kesuma Jaya memiliki postur yang cukup tinggi, badannya tegap, dan masih kelihatan sisa-sisa ketampanan di masa muda.
Kelebihan dari Maha Raja ini bukanlah terletak pada kemampuan bela diri, tetapi lebih kepada kemampuan negosiasi. Beberapa kerajaan kecil yang dijadikan persemakmuran bahkan mampu ditaklukkan tanpa harus melakukan peperangan.
Cara memimpin Maha Raja Kesuma Jaya juga tergolong unik dan sangat sederhana, sehingga banyak rakyat yang menyukai raja mereka.
Tidak jarang pula Maha Raja Kesuma Jaya sering berkeliling ke setiap wilayah kerajaan, menengok kerajaan-kerajaan kecil yang mendukungnya atau sekedar bertatap muka dengan rakyat di setiap desa.
Cara berkeliling nya Maha Raja Kesuma Jaya pun sederhana, Maha Raja tidak pernah menggunakan atribut kerajaan. Di setiap agenda perjalanannya Maha Raja ditemani oleh seseorang yang menjadi tangan kanannya. Keduanya melakukan perjalanan hanya memakai pakaian biasa layaknya pakaian orang-orang kecil, singgah dari satu desa ke desa lainnya.
"Hidup Yang Mulia Maha Raja.... "
"Hidup Yang Mulia Maha Raja.... " terdengar pekik suara rakyat meneriakkan nama raja mereka dengan penuh ketulusan. Sang Raja yang mendengar pekikan itu menyambutnya dengan senyuman dan lambaian tangan. Tidak jarang juga Maha Raja membagikan koin perak atau pun perunggu kepada mereka.
Begitulah keseharian dari Maha Raja Kesuma Jaya, dirinya tidak begitu betah ketika hanya duduk di kursi singgasana nya.
Namun, sepertinya kejayaan kerajaan itu akan segera sirna seiring dengan kabar sakitnya Sang Raja, Maha Raja Kesuma Jaya. Sudah banyak tabib yang didatangkan dari berbagai wilayah namun tidak satu pun ada yang mampu menyembuhkan Sang Raja.
Rakyat yang mendengar kabar ini pun merasa khawatir, ada rasa takut kehilangan terlukis di wajah rakyatnya. Mereka belum siap jika harus kehilangan raja yang sangat mereka hormati.
Di lingkungan istana pun terjadi kekhawatiran, bukan karena sakitnya yang dikhawatirkan, namun lebih kepada perebutan kekuasaan para putra raja itu sendiri.
***
Di sebuah kamar yang cukup besar, terlihat banyak orang sedang berkumpul. Ada seseorang yang sedang terbaring lemah di pembaringan. Ya, yang terbaring itu ialah Maha Raja Kesuma Jaya.
Di samping pembaringan ada empat orang wanita yang menemani Maha Raja, wanita tua yang masih cukup cantik. Keempatnya merupakan permaisuri Maha Raja, sekilas dari tatapan mereka menggambarkan penuh kesedihan. Ya, sekilas, karena ada di antara mereka yang mengharapkan Maha Raja cepat mangkat agar putranya bisa mengambil alih tahta kerajaan.
Ada juga empat orang pemuda berparas tampan. Yang pertama bernama Pangeran Angga, tubuhnya tinggi tegap, hidung mancung, dan berambut hitam pendek.
Yang kedua bernama Pangeran Putra, pangeran ini adalah yang paling tampan dari ketiganya. Rambutnya hitam panjang terurai, hidungnya mancung dan ada lekukan di kedua pipi ketika tersenyum.
Yang ketiga bernama Pangeran Reksa, tubuhnya tidak terlalu tinggi, agak gemuk dan bisa dibilang cukup tampan.
Dan yang terakhir adalah Pangeran Sukanda, perawakannya tinggi semampai. Pangeran ini jarang tersenyum hingga banyak orang merasa segan ketika bertemu dengannya.
Selain itu masih ada beberapa orang tabib yang kelihatan sedih ketika tidak mampu berbuat banyak untuk kesembuhan Yang Mulia Raja.
"Kanda, bertahanlah, Kanda pasti sembuh." suara Permaisuri pertama terdengar meratap di samping tubuh suaminya, ya, Maha Raja Kesuma Jaya.
"Din.... nda, Kanda sudah tidak kuat lagi,
se.... sepertinya waktu kanda sudah tidak lama." Maha Raja menjawab dengan suara yang terputus-putus.
"Tidak Kanda, jangan tinggalkan Dinda." ucap permaisuri itu sedih, tidak terasa air mata menetes membasahi pipinya.
Sang Raja berusaha untuk tersenyum, mencoba membelai kepala permaisurinya kemudian menoleh kepada empat pemuda yang tak lain adalah anak-anaknya.
"Angga, kemari lah...." Maha Raja memanggil putra sulungnya.
"Baik Ayah." yang dipanggil kemudian mendekat dan duduk di dekat pembaringan Maha Raja.
Maha Raja memiliki empat orang putra dari empat permaisurinya, artinya masing-masing permaisuri memiliki seorang putra dan Angga Jaya Kesuma adalah yang paling tua, dewasa, dan bertanggung jawab.
Alasan Maha Raja memanggil putra sulungnya adalah tidak lain untuk menjadikan Pangeran Angga menjadi Putra Mahkota. Sepeninggal dirinya, Maha Raja berharap Pangeran Angga akan menggantikan dirinya menjadi raja berikutnya.
Selain Maha Raja Kesuma Jaya, Pangeran Angga adalah orang kedua yang sangat dihormati oleh rakyat Kerajaan Matraman.
Tidak jarang Pangeran Angga pergi berkeliling untuk senantiasa melihat kehidupan rakyatnya.
Namun, tanpa disadari keputusan menunjuk Pangeran Angga menjadi Putra Mahkota ternyata membawa dampak yang begitu besar di masa depan.
"Baiklah Ayah, jika keinginan Ayah sudah bulat, aku akan menerimanya." Pangeran Angga menjawab dengan lembut.
Terlihat jelas keraguan di wajah Pangeran Angga, bukan karena dirinya tidak mampu memimpin pemerintahan, namun dirinya memikirkan perasaan saudara-saudaranya. Dari ke empat pangeran, hanya Pangeran Angga yang tidak berambisi menjadi raja. Dia hanya ingin hidup bebas, menjadi orang biasa yang hidup damai tanpa terlibat urusan politik apapun.
"Setelah ini aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan saudara-saudara ku." batin Pangeran Angga.
Dirinya cukup yakin, ketiga saudaranya tidak ada yang senang dengan keputusan Ayahanda mereka. Ketiga pangeran menatap Pangeran Angga dengan tatapan sinis dan penuh amarah.
***
Selang sehari setelah penunjukan Pangeran Angga menjadi Putra Mahkota, Yang Mulia Maha Raja dipanggil menghadap Sang Hyang Widhi.
Suara tangis menggema di seluruh wilayah Kerajaan Matraman, tidak hanya di lingkungan istana namun hampir di setiap wilayah kekuasaan kerajaan.
Mulai hari ini tidak ada lagi sosok raja yang rajin menemui rakyatnya, tidak ada lagi sosok raja yang membantu rakyat yang kesusahan secara diam-diam.
Hampir seminggu penuh Kerajaan Matraman berduka, isak tangis mulai mereda ketika Pangeran Angga berupaya mengambil alih pemerintahan.
***
Genap seminggu pengangkatan Pangeran Angga menjadi Putra Mahkota, genap seminggu pula Kerajaan Matraman berdiri tanpa tanpa raja. Seyogyanya Pangeran Angga akan diangkat menjadi raja, namun keputusan itu ditentang oleh seluruh saudaranya.
Ketiga saudara Pangeran Angga merasa berhak atas tahta kerajaan, hal ini membuat hubungan ke empatnya menjadi panas.
Begitu juga dengan pejabat pemerintahan, mulai dari senopati dan pejabat lainnya masing-masing memihak pangeran yang didukungnya.
Pada akhirnya, Kerajaan Matraman Jaya berjalan bagai tubuh tanpa kepala.
Note:
Hallo kakak-kakak, selamat malam. Kenalin nih novel pertama ku Pendekar Seruling Bambu.
Mohon doa, kritik, dan sarannya ya, semoga aku bisa menyelesaikan novel ini dengan baik.
Jangan lupa like dan Komen yaaa, ditunggu...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Heryala Hery
lanjutkan... 😁😁😁
2023-08-13
0
Budi Efendi
lanjutkan
2022-12-01
0
Aswantio Wasito
bagus..berani mencoba..
klo bisa cara menyajikannya jangan seperti mendongeng
2022-05-08
0