Di sebuah ruangan pertemuan yang cukup besar, telah berkumpul beberapa orang yang memakai pakaian kerajaan. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja bundar yang di atasnya tersaji beberapa makanan dan minuman. Jika dilihat lebih dekat, di antara mereka ada yang memakai pakaian berbahan paling bagus dan mewah. Dialah putra ke dua Maha Raja, Pangeran Putra Jaya Kesuma.
Tubuh Pangeran Putra terlihat tegap, gagah, dan berparas rupawan. Kelebihannya selain ilmu bela diri yang cukup tinggi, pangeran ini juga pandai merayu wanita. Tidak heran jika banyak gadis-gadis yang jatuh hati kepadanya. Namun, dari sekian gadis yang ia rayu, tidak satupun yang benar-benar ia cintai. Dirinya melakukan itu semata-mata demi kesenangannya.
Setelah semua orang yang ditunggu telah hadir, maka pertemuan ini pun segera dimulai.
"Paman Argadana, aku ingin kita secepatnya harus bertindak, sebelum saudara ku Pangeran Angga diangkat menjadi raja. Kita tidak bisa terlalu lama diam paman." suara Pangeran Putra memulai pembicaraan. Pangeran ini sudah tidak sabar untuk merebut tahta kerajaan dari Pangeran Angga dan segera duduk di singgasana.
Duduk di sebelah kanannya adalah Senopati Argadana, senopati yang berhasil Pangeran Putra bujuk agar mau membantu mendapatkan tahta kerajaan. Perawakannya yang tinggi besar membuat ia semakin gagah. Tidak lupa sebilah pedang tersarung rapi menggantung di pinggang senopati.
"Sabar pangeran, kita harus menunggu pergerakan Pangeran Reksa dan Pangeran Sukanda. Mata-mata kita telah melaporkan tentang pergerakan mereka, sebentar lagi pasukan mereka akan segera bergerak. Kita harus mengambil keuntungan dari kesalahan yang mereka lakukan." senopati itu menjawab dengan meyakinkan.
Memang, selain memiliki ilmu kanuragan yang tinggi Senopati Argadana juga terkenal memiliki otak yang cerdas dan pemikiran yang sulit ditebak. Beberapa kerajaan kecil yang berhasil ditaklukkan adalah buah dari kecerdasan strateginya.
"Jadi menurut paman, kita harus menunggu hasil dari pergerakan saudara-saudara bodoh ku itu?" Pangeran Putra bertanya untuk memastikan.
"Benar demikian Pangeran." jawab Senopati Argadana.
"Baiklah paman, aku percayakan rencana ini kepadamu." Pangeran Putra mengangguk setuju.
"Lalu bagaimana dengan persiapan pasukan kita paman, apakah mereka telah siap bertempur?" tanya Pangeran Putra lagi.
"Saat ini persiapan telah mencapai 80% Pangeran, paman juga telah mengundang beberapa pendekar-pendekar dari rimba persilatan untuk membantu memastikan keberhasilan rencana kita." jawab Senopati Argadana.
"Bagus.. bagus, aku suka dengan hasil kerja mu paman." ucap Pangeran Putra seraya menarik salah satu sudut bibirnya ke atas.
"Terimakasih Pangeran." jawab Senopati Argadana seraya membungkuk hormat.
Tidak lama setelah diskusi singkat itu, Pangeran Putra sedikit berbasa-basi kepada tamu lainnya, kemudian ia melangkah pergi meninggalkan ruangan pertemuan.
Tidak lama setelah kepergian Pangeran Putra, Senopati Argadana mengajak yang lainnya pergi untuk menjalankan rencana mereka.
***
Suara gemericik air yang mengalir jatuh dari pancuran bambu mengisi keheningan kolam di sebuah taman. Beberapa ikan air tawar saling kejar-kejaran membuat air kolam sedikit keruh. Bunga Teratai yang berada di tengah-tengah kolam pun menari-nari sebagai akibat kelincahan beberapa ikan. Tidak jarang juga terdengar suara burung bernyanyi bersahutan.
Tidak jauh dari kolam itu, nampak seorang pemuda yang sedang berfikir keras, terlihat beberapa guratan urat yang menonjol di wajahnya. Pemuda ini seperti sedang menanggung beban yang sangat berat.
Ya, pemuda ini adalah Pangeran Angga sang Putra Mahkota. Pangeran ini sedang memikirkan masa depan kerajaannya.
Di depan pemuda itu, nampak seorang laki-laki paruh baya, ia memandangi wajah pemuda di depannya. Ada perasaan kebingungan yang sedang melanda pria paruh baya itu.
"Apa yang harus aku lakukan paman? Aku rasa ini bukan ide yang baik, tapi hanya ini pilihan yang paling mungkin untuk menghindari perang saudara" suara pemuda itu memecah keheningan.
"Apakah Ananda Pangeran tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan?" tanya pria paruh baya itu.
"Tidak paman, aku rasa ini pilihan yang terbaik." jawab pemuda itu tetap mempertahankan keputusan yang telah ia ambil.
Sebelumnya Pangeran Angga telah mendapat informasi dari orang kepercayaan nya bahwa ketiga saudara-saudara nya tengah menyiapkan pasukan, hal ini adalah buntut dari penunjukan Pangeran Angga menjadi Putra Mahkota.
Pangeran Angga tengah memikirkan solusi terbaik agar tidak terjadi perang saudara di kerajaan ini.
"Baiklah Ananda Pangeran, paman hanya bisa mendoakan yang terbaik." sesal pria paruh baya itu yang tak bisa mengubah keputusan Pangeran Angga yang ada di depannya.
"Aku harus menemui mereka bertiga secepatnya." gumam pemuda itu seraya beranjak pergi meninggalkan taman kolam. Langkahnya pelan tapi pasti, baru sebentar saja bayangannya telah jauh menghilang.
Pria paruh baya itu hanya menggeleng, kenyataannya ia ditinggal sendirian di tepi kolam, "Sungguh malang nasib mu Pangeran... " gumamnya.
"Andaikan Eyang Resi masih ada di sini, pasti tidak ada satu pun yang berani mengusik ketenangan kerajaan." gumamnya.
Setelah selesai memandangi kepergian Pangeran Angga, pria paruh baya itu pun berlalu pergi.
***
Jatiraga adalah sebuah desa yang paling dekat dengan ibukota Kerajaan Matraman. Desa ini cukup besar, mungkin hampir mirip dengan kota kecil. Letaknya yang strategis membuat desa ini selalu ramai dikunjungi pedagang maupun pendekar-pendekar rimba persilatan yang sekedar lewat.
Di desa ini tersedia juga beberapa penginapan dan tentu juga beberapa rumah makan. Hampir setiap hari kedua tempat ini selalu ramai oleh pengunjung.
Di pojok rumah makan itu ada dua orang lelaki tua sedang menikmati makan siang. Di hadapan mereka ada satu buah bakul nasi dan beberapa lauk pauk.
"Ki Alam, aku dengar bahwa kondisi kerajaan saat ini tengah panas." suara Ki Suta membuka pembicaraan, tangannya tak lepas dari makanan yang ada di meja lalu memasukkannya ke dalam mulut.
Ki Alam yang diajak bicara hanya menggelengkan kepala, "Ki Suta.. Ki Suta.. Mbok yo makan dulu baru bicara. Jika kau tersedak makanan, nanti aku yang repot." ucap Ki Alam menasehati sahabat nya.
Lalu Ki Alam meneruskan menanggapi pernyataan Ki Suta, "Aku juga sudah mendengar, kabar nya ada beberapa pendekar rimba persilatan yang akan datang ke ibukota."
"Ahh.. yang benar Ki?" tanya Ki Suta.
"Benar, aku tidak bohong." jawab Ki Alam meyakinkan.
Belum selesai mereka melanjutkan pembicaraan, dari arah pintu masuk terlihat ada dua orang yang memasuki rumah makan. Keduanya mengambil tempat duduk agak jauh dari meja Ki Alam dan Ki Suta, lalu mereka memesan beberapa makanan.
"Tuh Ki Suta, lihatlah, sepertinya mereka dari kalangan rimba persilatan." ucap Ki Alam seraya memonyongkan mulutnya ke arah kedua tamu itu.
"Sepertinya begitu Ki, jika dilihat dari tampilannya." jawab Ki Suta membenarkan perkataan Ki Alam.
Sesekali dari dua tamu itu melirik tajam ke arah Ki Alam dan Ki Suta, sepertinya mereka tau bahwa sedang dibicarakan.
Dengan segera Ki Alam dan Ki Suta menunduk, menghabiskan makanan lalu buru-buru pergi meninggalkan rumah makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Djo M
Lanjuut dulu
2024-02-05
0
Heryala Hery
lanjutken.. 😁😁😁
2023-08-13
0
Budi Efendi
lanjutkan mantappp
2022-12-01
0