Di ujung barat wilayah Kerajaan Matraman Barat terdapat sebuah desa kecil, Desa Jati Ayu namanya. Desa kecil ini mungkin hanya dihuni oleh puluhan kepala keluarga.
Penampakan rumah-rumah di desa ini cukup sederhana, hanya beberapa atap yang terbuat dari tanah liat, sisanya masih terbuat dari anyaman rumput ilalang. Hanya rumah kepala desa yang cukup baik.
Wilayah desa ini sangat jauh dari pusat pemerintahan Kerajaan Matraman Barat yang saat ini dipimpin oleh Raja Angga Jaya Kesuma. Akibat nya desa ini jarang tersentuh oleh pejabat pemerintahan. Walaupun demikian, kehidupan mereka cukup baik dan tentram karena dipimpin oleh kepala desa yang baik dan adil.
Namun, ketenangan desa itu sirna akibat perebutan kekuasaan. Sejatinya letak desa ini di dekat perbatasan antara Matraman Barat dengan Matraman Utara, sehingga wilayah ini menjadi ajang perebutan.
Belum genap dua tahun dari pembagian wilayah kerajaan, namun sudah muncul intrik-intrik kecil pertanda peperangan besar akan segera dimulai.
***
Pada waktu tengah hari, di tengah desa sedang berlangsung pertarungan antara prajurit Kerajaan Matraman Barat dan Matraman Utara. Kedua belah pihak bertarung sengit sehingga hanya terdengar suara dentuman senjata.
"Tring... tring... trang... trang... " suara senjata beradu bertemu lawannya.
"Menyerah lah kalian pasukan Matraman Barat, serahkan desa ini kepada kami, kepada Kerajaan Matraman Utara." seru pemimpin pasukan dari Matraman Utara. Suaranya terdengar begitu keras karena diimbangi dengan tenaga dalam. Dirinya yakin sebentar lagi pasukan dari Matraman Barat akan binasa di tangannya.
"Bermimpi lah kau ********." teriak pemimpin pasukan dari Kerajaan Matraman Barat.
Lalu keduanya terlibat pertarungan sengit, jurus demi jurus telah mereka keluarkan namun belum ada tanda-tanda kekalahan.
Di sisi lain para pasukan prajurit dari Matraman Utara terlihat unggul dalam segi jumlah, perlahan mereka mulai mendominasi pertarungan, sepertinya mereka akan segera meraih kemenangan.
Salah satu pasukan dari Matraman Barat mencoba mendobrak pertahanan lawan, "Terkutuk lah kalian.... " suaranya menghilang ketika kepalanya telah berpisah dari badan.
"Hahaha.. matilah kalian semua bedebah." ucap pasukan dari Matraman Utara, sembari membunuh tidak menyisakan satu pun pasukan dari Matraman Barat untuk hidup.
Saat ini prajurit dari Matraman Barat hanya tersisa satu orang, yakni pemimpin pasukannya. Kondisinya juga sangat menghawatirkan, darah mengalir dari sela-sela lukanya setelah di kepung belasan prajurit Matraman Utara.
"Kalian akan membayar ini semua." ucap prajurit itu.
"Mati lah kau." seru pasukan dari Matraman Utara seraya menusukkan pedang ke arah jantung. Akhirnya prajurit itu pun tergeletak tak bergerak lagi.
Setelah pertempuran selesai, pasukan dari Kerajaan Matraman Utara menyatakan mulai hari ini Desa Jati Ayu merupakan bagian dari Kerajaan mereka. Hal-hal yang menyangkut tentang pemerintahan akan menyesuaikan dengan kerajaan tersebut.
Warga Desa Jati Ayu hanya bisa pasrah menerima takdirnya, mereka tidak ada yang berani untuk melawan. Sebagian dari mereka telah tergeletak tak bernyawa akibat mencoba memberikan perlawanan. Melawan artinya mati, begitulah semboyan yang terkenal di Kerajaan Matraman Utara.
***
Di ujung jalan desa tepatnya di antara semak-semak, ada seorang anak laki-laki sedang bersembunyi. Usianya kira-kira belasan tahun, tubuhnya cukup tinggi untuk anak-anak seumuran nya.
Anak itu begitu ketakutan sehingga dia hanya diam tak bergerak, dirinya masih syok setelah menyaksikan pembantaian yang dilakukan pasukan dari Kerajaan Matraman Utara. Anak itu juga menyaksikan proses tewasnya kedua orang tuanya. Dalam hatinya tiba-tiba muncul perasaan bergelora, sebuah perasaan ingin melindungi desa, ingin melindungi tanah kelahirannya, dan perasaan ingin balas dendam.
Setelah merasa dirinya cukup tenang, anak laki-laki itu bergegas meninggalkan desa. Menurutnya, keadaan desa Jati Ayu sudah tidak lagi aman dan dirinya kini sebatang kara, sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi.
Langkahnya gontai, wajahnya meringis sambil memegangi bagian perut yang sejak tadi meronta minta diisi makanan.
Anak itu berjalan pelan menuju hutan, tidak jarang matanya bergerak ke kanan ke kiri hanya untuk mencari makanan.
Di sekitar jalan hutan yang ia lewati, tidak nampak ada buah-buahan satu buah pun. Tak lama setelah memandangi pohon-pohon, dirinya limbung kemudian jatuh tersungkur ke tanah.
***
Perlahan anak laki-laki tadi telah sadar, ia mencoba membuka matanya, perlahan pula ia memandang ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak ada seorang pun di dekatnya.
Kemudian ia bangun dan mencoba duduk di pembaringan, dilihatnya tempat ia terbaring dan sekitarnya.
Sekarang dirinya berada di sebuah gubuk sederhana, tiang-tiangnya terbuat dari bambu dan diikat dengan cukup kencang. Atap gubuk ini terbuat dari anyaman rumput ilalang dan beralaskan tanah. Gubuk ini cukup untuk menampung tiga sampai empat orang. Sedikit saja terkena percikan api ia yakin gubuk ini akan habis terbakar.
"Kau sudah bangun Cah Bagus." suara dari belakang yang tiba-tiba mengejutkannya.
Dirinya kemudian menoleh, tampak di depannya seorang kakek berambut putih panjang, rambutnya diikat dengan kain putih. Kakek itu juga berpakaian serba putih. Anak laki-laki itu mengira ia sedang bertemu dengan malaikat maut.
"Su.. sudah kek." jawabnya dengan takut.
"Kau tidak usah takut Cah Bagus, ini, kakek membawakan mu buah-buahan. Kakek tau kau pasti lapar." kakek itu memberikan semua buah-buahan yang ia bawa kepada anak laki-laki itu.
"Tidak kek, aku tidak mau." tolak anak itu.
"Kata ayah ku, aku tidak boleh menerima apapun dari orang yang tidak dikenal." lanjutnya.
Jawaban anak laki-laki itu membuat kakek berambut putih tertawa, seraya kakinya menghentak-hentakkan tanah. Mungkin ini adalah tawa pertama setelah sekian lama menghuni gubuk seorang diri.
"Hahaha.. apa yang dikatakan ayah mu memang benar Cah Bagus. Tapi percayalah, kakek tidak ada niat jahat. Kalaupun kakek ingin mencelakakan mu, untuk apa kakek repot-repot menolong mu yang pingsan di tengah hutan. Biar saja tubuh mu habis dimakan harimau." sanggah sang kakek.
Kemudian anak laki-laki itu terdiam, memikirkan perkataan si kakek. Pada dasarnya anak laki-laki itu memiliki otak yang cerdas, sekali lihat dan sekali berpikir, ia bisa menyimpulkan bahwa kakek di depannya merupakan sosok yang baik hati, dengan segera ia pun meminta maaf.
"Maafkan sikap ku kek, aku tidak bermaksud bersikap tidak sopan kepada kakek." ucap laki-laki itu dengan hati-hati.
"Tidak apa-apa Cah Bagus, kakek maklum dengan sikap mu. Ini, makanlah, habiskan semuanya." seru sang kakek seraya menyerahkan semua buah-buahan yang ia bawa.
Dengan lahap anak laki-laki itu memakan buah-buahan hingga tak tersisa. Sang kakek hanya menggelengkan kepala,
"Anak ini kelihatan sangat lapar." pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Heryala Hery
apakah anak ini yg di jadikan pendekar suling bambu..🤔
2023-08-13
0
Budi Efendi
lanjutkan mantappp
2022-12-01
0
Trisna Tris
baru nyimak thor.... kayaknya asyik nih.... lanjut thor.... semangat...!!!!
2022-06-02
1