KAMU PERI KECILKU
Satrio Eko Buwono mengedarkan pandangannya ke arah kerumunan para penjemput penumpang pesawat yang baru saja mendarat bersamanya.
Ada sepasang bapak ibu yang nampak tersenyum kalem sambil menatap ke satu titik di sebelah kanan Satrio.
Karena kepo, cowok itu menoleh ke arah kanannya.
Nampak satu gadis berjilbab, tingginya mungkin hanya sepundaknya (bila mereka berdiri berjejer) nampak sangat heboh dadah- darah sambil berjalan setengah berlari alias berjalan cepat. Entah mengapa Satrio merasa gadis itu kayak orang lagi ikut lomba balap karung dengan suporter utama orangtuanya sendiri.
Lalu ada juga seorang gadis atau tepatnya mbak- mbak ( karena kayaknya umurnya lebih tua dari dia) yang sangat berkharisma nampak berdiri tenang namun matanya nampak melihat tajam ke arah belakangnya.
Karena nggak ada kesibukan, Satrio menoleh ke belakang mencari tahu siapa yang jadi tujuan tatapan mbak- mbak itu.
Ternyata seorang bapak- bapak yang mungkin seumuran dengan ayahnya nampak sudah tersenyum lebar sambil merentangkan kedua tangannya siap memeluk mbak- mbak yang kini sudah melangkah cepat menyambut bapak- bapak itu.
"Miss you so bad, darling." Satrio nyengir kuda balap saat telinganya tanpa sopan santun mendengar bapak- bapak itu berkata pada mbak- mbak sambil berpelukan erat.
Mereka anak- bapak atau sugar Daddy dan sugar baby ya? Eh sugar lady ding, kan udah mbak- mbak, celoteh batin Satrio penasaran.
"Kita langsung ke kantornya Papa ya Ma?" suara seorang cowok kecil mampir di telinga Satrio yang lagi nganggur.
"Iya. Kita kasih kejutan sama Papa." jawab mahmud alias mamah muda yang imut- imut kayak anak kelas satu SMA.
Kamu mau nyamperin papa mu ngasih kejutan, Boy. Aku lho yang diusir bapakku dan langsung terkejut, celoteh batin Satrio menimpali ucapan bocah lelaki itu.
"Nggak papa, Sayang, aku ngerti kok. Nanti aku langsung kesitu aja." suara merdu mampir juga ke telinga Satrio yang masih celingak celinguk acting seolah sedang mencari seseorang padahal dia tahu banget nggak ada yang menjemputnya dan satu- satunya yang akan dia cari pertamakali begitu turun dari pesawat adalah taksi online. Tak lain dan tak bukan.
Coba kalau pacarku kayak kamu, Neng, pengertian, nggak dijemput nggak papa, mau nyamperin sendiri, enak pasti. Kembali hati Satrio berkomentar dengan melupakan kondisinya yang sedang pacarless.
"Taksi, Mas?" tawar seorang pemuda yang mungkin seumuran dengannya begitu Satrio melewati pintu keluar.
"Iya. Minta tolong dianter ke alamat ini ya." kata Satrio sambil menyerahkan secarik kertas tulisan tangannya yang mirip kecambah pencak silat itu, membuat sang driver harus sedikit memiringkan ke kanan dan ke kiri kertas alamat itu untuk mencari angle pas agar tulisannya bisa kebaca.
"Kompleks Dalem Kahyangan nomer 9 ya, Mas?" tanya driver itu menegaskan sebuah nama perumahan elite.
"Yo i." jawab Satrio sambil memakai kacamata hitamnya yang harganya bisa buat beli sepeda yang biasanya jadi hadiah dari Pak Jokowi.
Satrio memilih duduk di samping sang driver yang ternyata sangat seru orangnya.
"Lagi naksir sih, Mas. Tapi kayaknya cukup sampai di naksir aja." kata Lukas, sang driver, saat Satrio nanya padanya punya pacar nggak.
"Kenapa?" tanya Satrio kepo.
"Beda jalur, Mas. Saya ke gereja, dia ke masjid." jawab Lukas sambil tertawa ringan.
Satrio mengangguk mengerti.
Sudah nggak bisa nyari solusi lain kalau udah kepentok satu hal itu, selain MENYERAH.
"Kalau Mas Satrio pacarnya pasti ayuuuu, wangiiiii, sugiiiih ( kaya)." tebak Lukas yakin.
"Jones aku." sahut Satrio santai, membuat Lukas tergelak.
"Saingannya lebih berbobot ya?" tebak Lukas sambil tertawa pelan.
"Yoi." jawab Satrio sambil mengingat Dea yang dengan angkuhnya menatapnya sambil mengapit lengan Rino menuju mobil sport baru cowok itu.
Tiga tahun mereka pacaran walaupun LDR an karena Satrio harus kuliah di Inggris. Baru berapa bulan kemarin bisa barengan malah terus putus gegara cewek itu minta dibeliin apartemen mevvah.
Karena cinta dan merasa ada uang, Satrio tadinya langsung mengiyakan saja permintaan kekasihnya itu.
Sialnya, Papanya - yang biasanya nggak pernah usil ngurusin pengeluaran Satrio lewat kartu sakti tak berbatasnya- kok ya pakai kaget segala waktu tahu ada pengeluaran dua M lebih dalam waktu berdekatan.
Dipanggil lah Satrio ke depan orangtuanya dan diinterogasi lah dia soal pengeluaran warbiazah itu.
Flashback on
**************
"Dea minta apartemen." jawab Satrio santai.
"Mas, Dea itu baru pacarmu. Kalau kamu ngasih hadiah itu yang biasa aja deh. Baru jadi pacar, belum punya hak aja udah minta apartemen mewah. Besok kalau jadi istrimu, bisa- bisa semua harta orangtuamu dia minta. Bucin boleh, tapi jangan bo doh dong." kata Bu Katarina, mamanya tegas.
"Kamu tahu nggak, uang dua milyar itu, kalau kamu kasih ke orang yang hidupnya normal, nggak hedon, udah bisa tenang di rumah sampai ke anak cucunya nggak kerja juga tetap udah bisa hidup layak." sambung Pak Susilo Buwono, papanya.
"Kayaknya dulu kami harusnya nyuruh kamu tinggal di panti asuhan aja. Biar tahu rasanya susah." sambung papanya lagi dengan wajah gemas.
Satrio mendengus kesal.
Kata- kata itu kan kata- kata orangtuanya kalau dia nakal pas waktu dia masih piyik.
"Kemana teman- temanmu yang orang- orang pinggiran tapi baik- baik itu? Yang biarpun nggak kaya tapi nggak suka morotin kamu? Sejak lulus SMA mereka nggak pernah kelliatan suka main ke rumah?" tanya papanya lagi.
"Mereka sibuk kerja semua. Ada yang keluar kota juga." jawab Satrio sambil membayangkan wajah Udin, Gerry, dan Daniel, genk nya jaman SMA.
"Pererat gaul sama orang- orang seperti mereka biar kamu nggak lupa daratan. Biar tetap tahu kalau hidup nggak semudah yang kamu jalani selama ini karena kamu punya kartu sakti dari Papa. Biar kamu tetap tahu, mana yang penting dan harus, sama yang cuma buat gengsi dan show off aja. Papa sudah batalkan pembelian apartemen itu Dan jangan coba- coba membelikan lagi pacarmu itu barang- barang mahal." kata papanya membuat hati Satrio mencelos.
Fix, jelas bakal murka nih Dea kalau tahu pembelian apartemen di batalkan sama papanya.
Tapi dia bisa apa?
Ngamuk sama papanya? Kalau itu dia lakukan, yang ada dia bisa langsung di coret dari KK keluarganya. Kan serem tuh?
Masak putra mahkota langsung terjun bebas jadi duafa?
"Kartumu mana? Keluarin sini." pinta papanya yang langsung dituruti oleh Satrio dengan gerakan malas.
"Mulai sekarang kamu pegang kartu ini. Limit per bulan lima puluh juta." kata papanya setelah mengambil kartu berwarna hitam yang tadi diletakkan Satrio kemudian menyerahkan kartu lain dari dompet pribadinya.
"Pa?! Sebulan lima puluh juta dapat apaan?" tanya Satrio kaget.
"Tergantung gimana cara kamu memakai kartu itu. Kalau kamu masuk ke butik kenamaan merk luar negeri sama pacarmu itu, jelas nggak dapat apa- apa. Ya minimal dapat malu lah. Tapi kalau itu kamu bawa ke swalayan, bisa banget itu buat hidup sekeluarga dengan dua anak. Ya, Ma?" tanya Pak Susilo yang disambut anggukan mantap sang istri.
Satrio mendecih pelan sambil membuang punggungnya ke sandaran sofa dengan kesal yang dia tahan.
Mana berani dia menunjukkan kekesalannya pada orangtuanya itu?
Dia takut jadi anak durhaka walaupun kelakuannya selama ini mungkin masuk kategori durjana.
"Umur kamu sudah dua lima tahun ini. Sudah nggak ada waktu hanya buat have fun. Serius lah nyari calon istri. Dari pengamatan Papa, pacarmu yang ini yang paling parah materialistisnya." kata Pak Susilo lagi.
Satrio mengangkat pandangannya yang sedari tadi kusyuk menatap sepatu mahalnya.
"Memangnya Papa tahu aku pernah pacaran sama siapa aja?" tanya Satrio keheranan.
"Kamu kira bapakmu ini nggak pernah liat akun medsos kamu yang isinya cuma pamer kemesraan dan rayuan gombal recehan kamu itu? Bikin geli aja. Pacar pertamamu namanya Rita. Itu pas kamu kelas dua SMA. Putus menjelang naik kelas tiga. Kamu pacaran lima kali. Ya kan?" jawab Pak Susilo membuat Satrio meringis malu.
Dia saja sudah lupa pacar pertamanya siapa.
"Papa masih inget nama- namanya mantanku nggak?" tanya Satrio usil.
"Jelas! Rita, Nadia, Tyas, Nona, lalu si materialistis ini, Dea." jawab Pak Susilo lancar.
Membuat Satrio spontan bertepuk tangan kagum pada daya ingat dan daya kepo papanya.
"Mama juga tahu, Ma?" tanya Satrio jadi tambah penasaran.
"Ya iyalah! Kami kan selalu stalking berdua." jawab mamanya sambil tersenyum riang.
Ya ampun, my beloved parents......
"Pasti Dea ngamuk- ngamuk nih, Pa. Nggak jadi aku beliin apartemen." keluh Satrio.
"Bilang saja sekalian kalau kamu bangkrut. Cuma dapat jatah dua puluh juta sebulan. Minggat nggak dia dari sisi mu." kata Pak Susilo membuat Satrio melongo.
Diputus Dea? Oh, no......
Tapi, Pa...."
"Hidup kamu itu sepenuhnya milikmu, tanggung jawabmu. Tapi kami sebagai orangtua punya kewajiban memberitahu, menunjukkan kenyataan hidup ke kamu, menegur kamu kalau kamu sudah out of control. Dan kenyataan hidup itu nggak selalu sesuai dengan keinginan kamu. Belajarlah menerima dengan ikhlas. Apa yang lepas dari kamu padahal kamu sudah berusaha mempertahankan sekuat tenaga, pasti akan diganti dengan yang lebih baik oleh Allah." kata Pak Susilo.
"Kami nggak bisa memaksa kamu untuk berhenti mencintai Dea, tapi kami minta kamu realistis dan logis. Kalau kamu sampai menikah dengan dia, kamu sanggup nggak jadi sapi perah dia selamanya?" tanya mamanya lembut.
"Coba dulu lakukan apa yang Papa bilang tadi. Kalau dia tetap mau bersamamu walau kamu bangkrut, bisalah di pertimbangkan. Tapi kalau Papa sih yakin dia bakal langsung balik kanan jalan kalau tahu kamu miskin." kata Pak Susilo sambil tertawa mengejek pada anaknya.
Dan akhirnya, setelah seminggu berpikir dan menghindari Dea, Satrio mengikuti saran Papanya itu.
"Bisa bertahan denganku kan, Beib? Aku akan berusaha memperbaiki keuanganku agar bisa stabil lagi." tanya Satrio setelah bilang kalau dia bangkrut.
"Saldo tabunganku tinggal dua puluh juta." kata Satrio pelan, membuat Dea melotot tak percaya.
"Duapuluh juta doang?! Beneran?" tanya Dea yang mendapat anggukan pelan dari Satrio.
"Oh, no....! Aku nggak bisa kalau gini. Kamu nggak bisa ku andelin lagi. I'm so sorry, aku nggak bisa sama- sama kamu lagi." kata Dea pelan, membuat Satrio kaget.
Walau sudah mempersiapkan hati untuk scene ini, tapi ternyata hatinya nyeri juga.
"Kita udah tiga tahun lho, Beib....masak harus bubar gini aja sih tanpa berjuang dulu?" protes Satrio nggak terima.
"Aku harus gimana? Kamu mau aku sabar nunggu kamu kaya lagi? Sampai kapan? Sampai aku tua?" elak Dea membuat Satrio terdiam.
Gila! Dia benar- benar buta selama ini dengan ke realistisan Dea dalam menjalani hidup.
Cewek itu ternyata nggak membawa perasaan sama sekali dalam hubungan mereka selama ini.
"Kita temenan aja ya mulai sekarang?" kata Dea sambil menyentuh lengannya sekilas.
Entah mengapa Satrio langsung saja mengangguk walau kemudian diaerasa seperti ada lubang yang tercipta di hatinya.
Goodbye three annoying years.
Flashback off
**************
"Pacaran LDR tiga tahun nggak guna. Udah tekor bandar sampai gila- gilaan. Ujung- ujungnya ditinggal juga." keluh Satrio sambil nyengir menertawakan ke bo do hannya selama ini.
"Yang bisa mengalahkan kesetiaan itu adalah restu Tuhan dan kadang orang tua, kuda besi dan kereta besi Eropa. Ya nggak?" tukas Lukas sambil terkekeh.
"Kayaknya sih gitu." kata Satrio pasrah.
.......🧚🧚🧚 bersambung 🧚🧚🧚......
Jumpa lagiiiii dengan petualangan baru 😀😀😀
Semoga asik ya.....
Happy reading semuanya.....
Jangan lupa jempolnya mampir bentaran di akhir bab ya.....👍🙏
Komennya jangan lupa juga yang manis- manis, hihihi......
O ya buat yang belum tahu, sekarang kita bisa komen di tiap paragraf lho, kayak di aplikasi oren itu😊 Pastikan sudah di update ya aplikasi birumu ini.
Have fun.....💖💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Sri Astuti
setuju sih.. bucin boleh bodoh jangan
2023-01-01
2
Yayoek Rahayu
mampir
2022-05-08
1
Ersa
lagi part 1 aku wis ngekek gak ketulungan😂😂😂.
2022-03-21
1