Fall For You
Musim Kemarau, 2008.
Semua murid SMU Pelita ikut berpartisipasi dalam kegiatan sparing olahraga yang rutin diadakan setiap akhir semester. Kelas 10 sampai kelas 12 semuanya terlibat mengisi kegiatan sparing antar SMU, yaitu SMU Pelita dan SMU Bangsa. Ada yang berkontribusi sebagai 'pejuang' sparing dengan menjadi anggota tim sparing basket, sparing baseball, sparing voli, sparing futsal, sparing bulu tangkis, sparing renang. Tak ketinggalan para pemandu sorak yang ceria dan semangat dan cantik-cantik tentunya, tidak ada bosannya memberikan yel-yel semangat untuk para 'pejuang' sekolah mereka. Meski sparing ini dilandasi dengan kalimat 'Pertandingan Persahabatan', namun tidak memungkiri masing-masing sekolah menginginkan kemenangan. Hei, jangan lupakan para penonton setia yang tak kalah semangatnya dengan pemandu sorak. Para penonton jauh lebih *gila* memberikan yel-yel mereka, tak sungkan juga mereka memberikan sorakan 'huuuuu' jika tim lawan mencetak angka. Yah, begitu lah.
Dipinggir lapangan basket tempat penonton lebih padat dari pada lapangan pertandingan yang lain. Kenapa bisa begitu saudara-saudara sekalian? Karena tentu saja ada satu sosok yang penampilan berkeringatnya, dalam drible, shooting, three point, Alley-oop, dunk, dan segala macam pergerakan satu sosok itu membuat kaum hawa seantero SMU Pelita memujinya, menghalukan dirinya sebagai pacar dari sang idola sekolah, apalagi kalau sang idola mencetak angka dengan gaya yang sangat keren, jangan tanya bagaimana heboh dan histerisnya para cewek-cewek dipinggir lapangan pada kursi penonton itu.
Oh, kecuali mungkin beberapa orang yang benar-benar fokus menonton pertandingan, bukan orang-orang yang bertandingnya.
"Astaga! Kenapa deh ini orang-orang!' Keluh Lania sambil mengorek lubang telinganya dengan jari kelingkingnya saat suara teriakan histeris itu seperti memecahkan gendang telinganya.
"Ih, namanya juga si ganteng cetak gol!" Seru Aruna, sahabat Lania yang juga mengidolakan satu sosok yang kini sedang selebrasi hasil cetakan angkanya.
Lania memutar bola matanya. Ia mengorek saku seragamnya, mencari lolipop yang biasa dia kantongi.
"Hah, perasaan tadi gue nyimpen lolipop, deh."
"Kan udah lo makan, ish." Aruna mengingatkan.
"Oh udah ya? Hehehe. Ya udah, gue mau beli lolipop lagi, lo mau, ga?" Lania menawari.
"Teh es aja dong, haus banget."
"Oke, jagain tempat gue, jangan sampe diserobot cewek-cewek ganjen."
Lania turun dari kursi penonton, keluar dari lapangan menuju kantin yang juga penuh dengan mereka-mereka yang kehausan. Maklum, cuaca memang sedang kemarau, para penjual menuman dingin di kantin tentu saja menjadi serbuan.
"Huh, mau beli es teh aja kudu ngantri sepanjang ini, nih? Keburu ketinggalan pertandingan ini sih." Lania ngedumel sambil mencari tempat duduk yang kosong, ia membuka bungkus lolipop yang sudah lebih dulu dibelinya. Sambil kipas-kipas dengan tisu, Lania menunggu dengan bosan.
"Aaakkkk.... ada Kak Jevan! Ada Kak Jevan!" Pekik seorang cewek, yang jelas dia seangkatan dengan Lania karena memanggil nama yang disebutnya dengan sebutan 'Kak', dan pekikan-pekikan serupa tapi tak sama pun mulai terdengar, kecuali satu orang yang mulutnya lebih memilih untuk mengulum lolipop dari pada teriak-teriak tidak jelas.
Satu kios yang memang pilihan minuman dinginnya lebih banyak, yang tadinya penuh dan sulit untuk menerobos tiba-tiba membuka jalan seperti mobil-mobil di jalanan yang menepi saat mendengar sirine ambulan dan mobil ambulan lewat.
Lania yang melihat tiga orang cowok memakai seragam basket melewati cewek-cewek yang menepi itu, berjalan dengan tenang dan seolah kios itu sepi-sepi saja membuat Lania melotot dan berdecak kesal. Rupayanya pertandingan sedang istirahat.
Ini yang dia tidak suka dari orang-orang populer di sekolah, mereka selalu diperlakukan seperti anak raja dari negeri dongeng. Mereka selalu dianggap paling ganteng dan cantik sebumi, padahal ganteng dan cantik itu, kan, relatif.
Tiga cowok itu adalah Jevan, si kapten basket yang berada pada tingkatan paling tinggi dalam kategori cowok terganteng, selain paling ganteng Jevan juga anak donatur terbesar dan pintar. Lalu ada Gio yang berada pada tingkatan kedua, ganteng juga dalam penilaian cewek-cewek, meski bukan anak donatur tapi Gio juga berasal dari keluarga menengah ke atas. Kemudian Mario berada pada posisi ke tiga, dia tidak setampan Jevan dan Gio, tapi sangat humoris dan sangat ramah, dan tentu saja berasal dari keluarga yang berada juga. Mereka adalah para pemain basket yang tadi dielu-elukan penampilannya, dan mereka adalah kakak kelas dua belas kesayangan para ciwi-ciwi.
"Permisi, Kak, mumpung Kakak bisa membubarkan barisan panjang tanpa mengantri, saya boleh ya, pesen es teh doang satu, buat temen saya, dia dehidrasi gara-gara teriak-teriak mulu nontonin Kakak-Kakak tadi." Cuek Lania berkata pada tiga cowok senior yang populer itu. Sontak semua mata langsung tertuju padanya. Tatapan iri dengki, sinis, terkejut, juga jangan lupakan bisikan-bisikan yang seketika itu juga menilai bahwa Lania sok kecantikan, cari perhatian, ganjen dan penilaian negatif lainnya.
Apakah bisik-bisik tetangga itu terdengar oleh Lania, tentu saja kawan! Apakah Lania sakit hati? Sedih? Marah? Tidak sama sekali, dia tidak perduli. Terserah orang-orang mau bicara apa, yang jelas dia tidak mengidolakan ketiga cowok itu dan hanya ingin membeli segelas es teh untuk sahabatnya yang sedang menjaga kursi penonton untuknya agar tidak diserobot orang lain. Sudah itu saja!
Ekspresinya pun tak kalah cuek dan datarnya, tidak ada antusias atau kegugupan yang melanda.
"Oh, boleh-boleh. Bu, tolong satu es teh dulu, ya." Ujar Mario dengan ramahnya. Sementara Jevan hanya diam, memperhatikan adik kelas yang cuek mengulum lolipop.
Tidak sampai tiga menit, satu gelas plastik berisi es teh segar pun siap, Lania membayar kemudian mengucapkan terima kasih, dan melenggang pergi dari kantin begitu saja, seperti tidak habis berinteraksi dengan cowok-cowok idola sekolah.
Kalau cewek lain, sudah pasti akan senyum-senyum sendiri, minimal bertingkah manis walaupun aslinya bar-bar. Tapi Lania, dia berlalu begitu saja, dia todak perduli dengan tatapan menusuk dan cemoohan orang-orang yang dilaluinya.
"Itu tadi anak kelas 10 apa 11, sih?" Gio bertanya.
"Kayaknya kelas 10, deh." jawab Mario.
"Kok bisa-bisanya dia nyelak kita trus pesen es teh." kata Gio.
"Heh, bukan dia yang nyelak kita, tapi kita yang nyelak antrian sebanyak tadi." Mario mengingatkan.
"Kita ga nyelak, Mar, tapi cewek-cewek itu aja yang kasih jalan untuk kita." Gio membela diri.
"Tetep aja, harusnya kita ngantri." Mario menghabiskan es jeruk nipis yang dibelinya tadi.
Sementara Mario dan Gio memperdebatkan kejadian di kantin tadi, Jevan lebih memilih diam dan memperhatikan sekeliling kursi penonton, matanya mencari sosok gadis berwajah cuek, berambut pendek sekuping dengan poni yang menutupi sebagian keningnya. Tak membutuhkan waktu lama, matanya menangkap sosok itu. Astaga, bahkan dari kejauhan, gadis itu terlihat tidak seantusias penonton-penonton lainnya yang mengabadikan momen istirahat tim basket, atau sebenarnya mengabadikan momen Jevan istirahat dipinggir lapangan sambil minum sebotol air mineral dingin dengan ponsel-ponsel mereka.
Gadis tadi, hanya duduk malas, dengan lolipop di dalam mulutnya, menatap kosong ke lapangan tanpa ekspresi.
Apa dia sedih karena cercaan di kantin tadi, ya? Jevan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Pujiati
Sudah hadir Thor.
Mampir ya kakak-kakak di "Ujian Kesetiaan"😍
2022-05-21
1
Rhenii RA
Es teh kali
2022-05-21
1
Sudarjo Sudarjo
ayo kak masuk di noceltoon aku dong pliss
2022-05-15
3