Ingin Hidup Sederhana.

Gadis bersepeda, 2008.

"Jevan!" Panggil Mama Ayu, sedikit mempercepat langkahnya untuk mengejar anak lakinya yang langkahnya lebar-lebar untuk segera keluar dari rumah. Langkah lebar itu terhenti begitu jari lentik mencekal siku lengannya.

"Mau kemana kamu?" tanya Mama.

"Ke sekolah, dong, Mama cantik. Ga lihat ini aku udah pakai seragam." jawab Jevan.

"Kenapa setiap kali mau berangkat sekolah selalu saja kamu mau kabur? Pak Miran sudah siap dari pagi-pagi padahal."

Jevan melihat ke arah mobil sedan hitam mewah yang pintu jok belakangnya sudah dibukakan oleh Pak Miran, supir sekaligus asisten keluarga. Jevan mendesah bosan, entah sudah berapa ratus kali Jevan menolak pergi dan pulang diantar jemput dengan supir apalagi dengan kendaraan mewah seperti itu.

Tapi sang Mama selalu tidak mengijinkan anak lelaki sematawayangnya pergi dan pulang sekolah dengan kendaraan umum. Membayangkan anak yang selama ini dirinya rawat dengan sepenuh hati dan cinta, harus berdesakan dengan orang-orang asing di dalam bus, orang-orang asing yang kini sulit membedakan mana orang baik, mana pencopet yang menyamar dengan mengenakan setelan jas keren. Mama Ayu hanya tidak tahan membayangkan jika anaknya bertemu dengan orang jahat, padahal Jevan sudah sabuk hitam Taekwondo, tetap saja yang namanya seorang Ibu selalu melihat anaknya adalah anak kecil yang tidak mengenal dunia.

"Ma, sekali aja Jevan naik bus, ya?" Pinta Jevan yang langsung dijawab tanpa ragu oleh Mama Ayu, jawaban yang pastinya adalah penolakan mentah-mentah.

"Engga bisa! Gimana kalo kamu ketemu orang jahat? Pencopet? Jambret? Dihipnotis? Diculik?!"

"Ya ampun, Ma, imajinasi Mama kejauhan. Lagian Jevan, kan, sabuk hitam Taekwondo lho, Ma, Jevan juga menang kejuaraan."

"Engga pokoknya, engga. Udah kamu ga usah ngeyel kalo dikasih tau orangtua, dari pada terlambat nanti, udah sana cepet berangkat sama Pak Miran."

"Tapi Ma..."

"Pak Miran!"

Perdebatan pun selalu dimenangkan oleh wanita berkedudukan tertinggi dirumah. Jevan pasrah duduk di jok belakang dengan kedua matanya terpejam. Jevan demi meredam emosinya. Jevan tahu Mama dan Daddy-nya sangat menyayanginya, tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya, namun terkadang Jevan merasa terkekang dengan segala peraturan yang dibuat Mama dan Daddy. Ingin rasanya Jevan memberontak dan menjadi anak pemberontak yang bebas.

Tapi, Jevan selalu mengurungkan niatnya, dia tahu betul bagaimana Mama dan Daddy sangat menyayanginya. Jevan sadar, apa pun yang dilakukan Mama dan Daddy semata-mata untuk kenyamanan dirinya. Dan kalau Jevan benar-benar sampai menjadi pemberontak, bukan kah dia akan menjadi seseorang yang tidak bersyukur? Dimana banyak anak-anak terlantar di luar sana yang bermimpi ingin berada diposisinya. Orang tua yang lengkap, rumah yang penuh kehangatan dan kasih sayang, materi yang berkecukupan dan semua hal yang bisa Jevan dapatkan hanya dengan sekali meminta.

Jevan menghela napas panjang, ia membuka matanya, "Pak Miran, gimana kalo saya turun di perempatan seberang sekolah aja, trus saya bisa jalan dari situ ke sekolah, kan deket." Jevan memberikan ide.

"Maafkan saya Tuan Muda, saya sudah diperintahkan oleh Nyonya Besar untuk mengantar Tuan Muda tepat di depan gerbang sekolah."

"Tapi, kan, Mama ga perlu tau Pak, saya turun di perempatan."

"Maaf Tuan Muda, saya tidak berani melanggar amanah. Keselamatan Tuan Muda adalah tanggung jawab saya."

Jevan berdecak kesal. "Tapi saya benar-benar ga nyaman, Pak, setiap kali keluar dari mobil, semua orang pasti ngeliatin saya."

"Maafkan saya, Tuan Muda."

"Huh, kenapa juga Pak Miran minta maaf." Jevan sudah pasrah, lah.

Sepuluh menit kemudian mobil sedan mewah itu pun berhenti tepat di depan gerbang. Begitu saja sudah menarik perhatian. Mereka sudah tahu siapa yang akan keluar dari dalam mobil itu, cewek-cewek yang kebetulan baru datang pun langsung mengurungkan niat mereka untuk masuk lebih dulu ke dalam sekolah, mereka memilih untuk menunggu calon suami halu mereka keluar dari dalam mobil. Yang di dalam mobil masih enggan untuk keluar sampai seseorang melewati mobil itu sambil menggoes sepeda dengan santai, tidak sedikit pun melirik apa lagi kepo dengan siapa yang ada di dalam mobil.

Seseorang yang justru menarik perhatian Jevan. Ia seorang gadis bertubuh kurus tinggi dan berwajah jutek.

"Oke, Pak Miran, saya turun dulu." Tiba-tiba dirinya jadi terdorong untuk segera keluar dari dalam mobilnya. Ia mencoba untuk tidak perduli dengan tatapan-tatapan terpesona para kaum hawa, juga mereka yang menyapa Jevan dengan centilnya. Ia mempercepat langkahnya untuk melihat gadis bersepeda tadi memarkir sepedanya dengan santai. Begitu melihat gadis itu keluar dari tempat parkir sepeda, Jevan segera melambatkan langkahnya, berjalan di belakang gadis itu.

Tidak seperti kebanyakan cewek-cewek yang sibuk merapihkan rambutnya atau takut angin merusak tatanan rambutnya. Sementara gadis itu dengan santainya mengacak rambutnya sendiri lalu menyisirnya dengan jari sambil berjalan.

Gadis itu berbelok, menuju koridor dimana kelas-kelas 10 berada. Dan tahu apa? Jevan nyaris saja mengikuti gadis itu menuju koridor kelas 10, kalau saja Mario dan Gio tidak menepuk bahunya dengan keras.

"Woi, mau kemana lo?" tanya Gio.

Beberapa hari berlalu, gadis itu, yang namanya baru Jevan ketahui tidak sengaja saat seseorang memanggilnya untuk mengembalikan sebuah buku.

"Lania..." Mulai menarik perhatiannya, mulai dari sikapnya yang cuek, selalu tampil apa adanya, dia tidak malu untuk datang ke sekolah mengendarai sepeda, disaat hampir semua murid berlomba memamerkan kendaraan mereka dari hasil kerja orang tuanya. Selain itu, Lania seperti sama sekali tidak perduli dengan dirinya atau dengan cowok-cowok populer lainnya. Tidak seperti kebanyakan cewek-cewek yang langsung sibuk merapihkan rambutnya yang sebenarnya baik-baik saja, atau mengecek tampilan dirinya pada layar ponsel, menyalakan mode sweet girl, saat berpapasan dengan salah satu cowok populer di sekolah. Lania, justru berjalan dengan ekspresi wajah yang lempeng-lempeng saja, seperti tidak melihat siapa-siapa.

Siang itu, jam istirahat kedua untuk melaksanakan ibadah, Lania dan Aruna baru saja turun dari mushola dan memutuskan untuk nyari angin sebentar dengan duduk-duduk santai pada gajebo kecil di taman samping mushola.

"Angin sepoi-sepoi gini enaknya sambil makan, nih." Celetuk Lania sambil menengadahkan kepalanya, matanya terpejam, menikmati sentuhan angin sepoi-sepoi di bawah pohon Chery yang rindang.

"Aish, anak ini kerjaan makan mulu tapi ga gemuk-gemuk." Ujar Aruna.

"Hehehe, jangan iri, ya, kawanku." Lania menunjukkan cengiran lebar. Kemudian bangkit. "Gue denger di kiosnya Pakde lagi ada menu baru."

"Menu baru apaan?" tanya Aruna, sedikit terpancing.

"Batagor aci."

"Yeee, itu mah baru empat belas tahun menu udah ada disana." Sungut Aruna.

Lania tertawa kejam. "Mau nitip, ga?"

"Engga deh, gue lagi diet."

"Yah pake segala diet ini anak, diat buat siapa lo?"

"Jevan."

"Hadeeeehhh...." Lania geleng-geleng kepala sambil berlalu.

Untuk menuju kantin dari mushola, setiap orang pasti akan melewati lapangan, dimana lapangan saat itu sedang ada, yah, lagi-lagi tiga serangkai kakak kelas yang diidamkan oleh para kaum halu, hawa maksudnya. Kakak-kakak kelas itu pastinya sedang mengisi waktu istirahat kedua ini dengan bermain basket, tiga kakak kelas ganteng lawan tiga junior ganteng. Siapa yang tidak klepek-klepek coba melihat enam cowok ganteng beda angkatan itu bertanding santai. Oh, Lania yang tidak klepek-klepek.

Dia santai melewati lapangan yang berisik dengan sorak-sorak suara perempuan memuji-muji para pemain, membuat gendang telinga Lania sakit.

Setelah mendapatkan dua bungkus batagor aci kesukaannya di tangan, yang tentu saja dua bungkus itu untuk dirinya sendiri, kalau Aruna benar-benar tidak mau. Lania berjalan santai sambil bersenandung membayangkan asiknya makan batagor aci hangat di bawah pohon chery dengan angin yang meniup sepoi-

DUG!

"AAAK!"

Bola basket, entah bagaimana bisa-bisanya mendarat pada dirinya, membuat dua bungkus batagor aci yang sudah membuatnya bahagia itu jatuh ke lantai dengan isinya yang berantakan. Ditambah seragamnya pun jadi ikutan kotor karena bumbu kacangnya menumpahi seragam yang dikenakan Lania.

Lania geram. Sangat kesal dan marah. Tangannya terkepal. Dalam hati ia menghitung hingga tiga, jika sampai hitungan ketiga siapa pun pelakunya tidak menunjukkan diri dan ganti rugi atas kerugiannya, dia berjanji akan membawa bola basket tadi ke kantin dan menusuknya dengan pisau, mengempeskannya dan membelahnya.

Satu...

Dua...

Ti...

"Hei, maaf, lo ga apa-apa?" Suara cowok, ia berdiri di depan Lania, wajahnya penuh penyesalan, apa lagi ia melihat bagaimana ekspresi wajah Lania yang menahan geram dan langsung menatapnya dengan tatapan super dingin, sinis, dan galak tanpa pandang bulu.

"G-gue ga sengaja, maaf." kata cowok itu lagi.

"Ga bisa!"

"Apa?"

"Memangnya Kakak pikir maafnya Kakak bisa ngegantiin kerugian saya?"

Cowok itu menyadari seragam Lania yang kotor.

"Eum gini aja, kamu pakai ukuran seragam berapa?"

"Ukuran seragam?" Kening Lania berkerut, tapi tidak meninggalkan tatapan mautnya tadi.

"Iya, gue beliin sekarang seragam buat lo di koperasi."

"Seragam?"

"Iya."

"Huh! Kakak pikir ini yang bikin saya kesel?"

"Memangnya apa?"

"Lihat, tuh!" Lania menunjuk lantai. "Jajanan saya tumpah semua, jadi mubazir, jadi ga bisa dimakan!" Teriak Lania tanpa takut dan tanpa malu.

Cowok itu pun melebarkan matanya, membuka bibirnya tapi tidak tahu harus berkata apa, dia benar-benar tidak habis pikir.

"Saya ga mau tahu, Kakak harus ganti rugi!"

"O-oke, lo mau gue ganti rugi bagaimana?"

"Beliin saya jajanan lagi!"

Sontak jawaban itu membuat cowok itu terkekeh, tapi segera mengakhiri kekehannya begitu tatapan setajam pisau daging menghujamnya.

"Sorry, eum, oke, gue ganti rugi jajanan lo, kalau perlu sama kios-kiosnya gue beliin."

"Cih, dasar orang kaya." Lania menggerutu tapi masih terdengar jelas. Gadis itu pun langsung memutar tubuhnya dengan bertumpu pada tumit kakinya, kemudian berjalan mendahului cowok yang akan mengganti rugi jajanannya.

Hei, jangan lupakan puluhan pasang mata yang menyorot tajam kepada mereka, atau lebih tepatnya kepada Lania.

Sementara Mario dan Gio melihat dengan bingung dari tengah lapangan.

"Si Jevan mau kemana itu?" tanya Gio.

"Eh, itu bukannya anak kelas sepuluh yang waktu itu beli es teh itu, bukan?"

Episodes
1 Sparing SMU Pelita.
2 Ingin Hidup Sederhana.
3 Tercuri.
4 Penggemar rahasia.
5 Tipe Idaman.
6 Seperti Patah Hati.
7 Kelabu.
8 Kesempatan Terakhir.
9 Pria Tak Tersentuh Sepanjang Abad.
10 Pertemuan Kembali.
11 Karena Kue Gulung.
12 "Jevan siapa?
13 Tidak Seperti yang Diharapkan.
14 Membenci.
15 Hasil Penyelidikan.
16 Jevan Disidang!
17 Hasil Sidang Cowok Ganteng.
18 Konsultasi Soal Cewek.
19 Pengakuan Jevan.
20 Pegawai Baru yang Lumayan...
21 Merangkai Buket Bunga Spesial.
22 Angin Segar.
23 Bala Bantuan.
24 Batin Lania.
25 Ini cinta, bukan obsesi.
26 Yang Dirasakan Andra.
27 Hasil Penyelidikan Detektif Erfan.
28 Apa yang Akan Kamu Lakukan?
29 Meluapkan Dalam Dekapan.
30 Ibunya Kinara.
31 Rahasia Aruna.
32 Bantuan Jevan untuk Aruna.
33 Pernyataan Perasaan Andra.
34 Kata Hati.
35 Sebuah Kabar Tentang Jevan.
36 Lania Ketiduran.
37 Tidak Rela.
38 Makan Siang Bersama.
39 Meminta Restu.
40 Tulus.
41 Perasaan Aneh
42 Kecemburuan
43 Kesepakatan
44 Senyuman Rindu
45 Makan Siang dan Gombalan.
46 Saat yang tepat
47 Jangan Pergi
48 YES!
49 "Please, berhenti membuatku selalu terpesona."
50 Pertemuan tak terduga.
51 Tidak ada ampun!
52 Tidak bisa tinggal diam!
53 Balas dendam.
54 Kumohon bertahanlah!
55 I miss you!
56 Langit yang cerah.
57 Para Tentara Nyasar.
58 Kejutan Kecil.
59 Yang Lain Ngontrak!
60 Kejujuran diakhir cerita.
61 Dear Readers.
62 Extra Chapter - Bara & Aruna #1
63 Extra Chapter - Bara & Aruna #2
64 Extra Chapter - Bara & Aruna #3
65 Extra Chapter - Bara & Aruna #4
66 Extra Chapter - Bara & Aruna #5
67 Pemberitahuan.
68 Halo Pembacaku
Episodes

Updated 68 Episodes

1
Sparing SMU Pelita.
2
Ingin Hidup Sederhana.
3
Tercuri.
4
Penggemar rahasia.
5
Tipe Idaman.
6
Seperti Patah Hati.
7
Kelabu.
8
Kesempatan Terakhir.
9
Pria Tak Tersentuh Sepanjang Abad.
10
Pertemuan Kembali.
11
Karena Kue Gulung.
12
"Jevan siapa?
13
Tidak Seperti yang Diharapkan.
14
Membenci.
15
Hasil Penyelidikan.
16
Jevan Disidang!
17
Hasil Sidang Cowok Ganteng.
18
Konsultasi Soal Cewek.
19
Pengakuan Jevan.
20
Pegawai Baru yang Lumayan...
21
Merangkai Buket Bunga Spesial.
22
Angin Segar.
23
Bala Bantuan.
24
Batin Lania.
25
Ini cinta, bukan obsesi.
26
Yang Dirasakan Andra.
27
Hasil Penyelidikan Detektif Erfan.
28
Apa yang Akan Kamu Lakukan?
29
Meluapkan Dalam Dekapan.
30
Ibunya Kinara.
31
Rahasia Aruna.
32
Bantuan Jevan untuk Aruna.
33
Pernyataan Perasaan Andra.
34
Kata Hati.
35
Sebuah Kabar Tentang Jevan.
36
Lania Ketiduran.
37
Tidak Rela.
38
Makan Siang Bersama.
39
Meminta Restu.
40
Tulus.
41
Perasaan Aneh
42
Kecemburuan
43
Kesepakatan
44
Senyuman Rindu
45
Makan Siang dan Gombalan.
46
Saat yang tepat
47
Jangan Pergi
48
YES!
49
"Please, berhenti membuatku selalu terpesona."
50
Pertemuan tak terduga.
51
Tidak ada ampun!
52
Tidak bisa tinggal diam!
53
Balas dendam.
54
Kumohon bertahanlah!
55
I miss you!
56
Langit yang cerah.
57
Para Tentara Nyasar.
58
Kejutan Kecil.
59
Yang Lain Ngontrak!
60
Kejujuran diakhir cerita.
61
Dear Readers.
62
Extra Chapter - Bara & Aruna #1
63
Extra Chapter - Bara & Aruna #2
64
Extra Chapter - Bara & Aruna #3
65
Extra Chapter - Bara & Aruna #4
66
Extra Chapter - Bara & Aruna #5
67
Pemberitahuan.
68
Halo Pembacaku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!