SELALU ADA TEMPAT BERSANDAR
BAB I MUSIBAH
“Via pulaaang!” teriak Via riang sambil membuka pintu. Ia heran, biasanya mamanya menyambut gadis itu tak lama setelah mendengar teriakannya.
Via melangkah ke dalam. Kaki mungilnya diayun menuju kamar orang tuanya. Ia langsung mengetuk pintu begitu sampai di depan kamar.
“Ma, Via pulang. Mama ada di dalam? Atau Mama sedang tidur?” tanya Via.
Setelah menunggu beberapa saat, Via tetap tidak mendengar jawaban. Akhirnya, ia mencoba membuka pintu kamar. Ternyata terkunci.
“Mbok, Mbok Marsih! Bi Inah!” Via berteriak memanggil ART.
“Ya, Mbak,” jawab Bi Inah sambil bergegas mendekat.
“Mama pergi? Kok kamarnya dikunci?” tanya Via.
“Anu…Itu...Nyonya…’ Bi Inah tergagap.
“Mama kenapa, Bi? Ayolah!” Via mulai tak sabar.
“E…Nyonya sakit. Tadi pingsan trus dibawa ke rumah sakit,” jawab Bi Inah.
Via kaget. Ia tak mengira mamanya sampai dibawa ke rumah sakit. Tadi pagi, saat ia berangkat sekolah, mamanya tampak baik-baik saja.
“Siapa yang membawa mama ke rumah sakit?”
“Mbok Marsih dan Pak Nono. Tadi Mbok Marsih sudah telpon Tuan Wirawan.”
“Bi Inah tahu nggak mama dibawa ke rumah sakit mana?” tanya Via lagi.
“Enggak, Mbak. Coba Mbak Via tanya papanya Mbak Via saja,’ jawab Bi Inah.
Via mengangguk. Ia segera mengambil ponselnya. Setelah mendapat informasi dari papanya, Via meminta Pak Yudi mengantarkannya ke rumah sakit. Ia tidak sempat mengganti seragam putih abu-abunya.
Dengan berlari kecil, Via menyusuri rumah sakit. Tidak sulit menemukan ruangan tempat mamanya dirawat. Di dalam kamar rawat tampak Nyonya Wirawan, mama Via, terbaring lemah. Di samping tempat tidur, sang suami duduk di kursi dengan wajah cemas.
“Pa,” bisik Via. Ia khawatir suaranya mengganggu istirahat mamanya.
Papa Via menoleh. Ia melambaikan tangan, memberi isyarat kepada Via agar masuk.
Perlahan Via masuk ke ruang perawatan. Matanya berkaca-kaca melihat mamanya terbaring lemah tak berdaya.
"Mama sakit apa, Pa?"
Pak Wirawan tidak langsung menjawab. Ia terlihat menahan perasaan yang tengah berkecamuk.
"Mama terkena serangan jantung tadi. Di samping itu, kondisi ginjal dan paru-parunya juga tidak bagus. Papa baru tahu dari dokter Wijaya. Selama ini mamamu menyembunyikan kondisi kesehatannya. Papa benar-benar menyesal baru mengetahuinya," kata papa Via dengan suara parau.
Via ternganga. Ia tidak pernah mengira kalau mamanya menderita penyakit dalam cukup parah. Selama ini mamanya terlihat sehat.
"Pa, mama bisa sembuh, kan?"
Papa Via menatap lekat anak gadisnya. Air yang sedari tadi menggenang di pelupuk mata akhirnya mengalir di pipinya.
.
Pak Wirawan menarik Via hingga jatuh dalam pelukannya. Sepertinya, pria itu ingin berbagi duka dengan putrinya. Untuk beberapa saat mereka terdiam dengan pikiran buruk tentang perempuan yang tengah berbaring tak berdaya.
Suara ketukan pintu kamar mengagetkan mereka. Via bangkit sambil mengusap pipi yang basah.
"Permisi, Mbak. Apa suami Nyonya Wirawan ada?" tanya seorang gadis yang mengenakan seragam perawat.
Via mengangguk dan menggeser posisinya, memberi ruang agar perawat itu bisa masuk.
"Maaf, Bapak suami Nyonya Wirawan?" tanya perawat dengan sopan.
"Betul. Ada apa?" Pak Wirawan balik bertanya.
"Bisa ikut saya? Dokter Wisnu ingin bicara dengan Bapak."
Pak Wirawan mengangguk. Ia menoleh ke putrinya dan berpesan, "Jaga mamamu, Vi. Papa tinggal sebentar."
"Ya, Pa."
Pak Wirawan bergegas keluar mengikuti perawat. Sementara Via duduk termangu sambil menatap mamanya.
"Maafkan Via, Ma. Via tidak memperhatikan Mama sampai tidak tahu kalau Mama sebenarnya sakit. Via egois, hanya minta diperhatikan. Mama bangun, ya. Kami butuh Mama. Via janji akan lebih memperhatikan Mama," kata Via sambil terisak.
Mama Via masih diam. Perempuan berusia 40-an tahun itu tidak bereaksi sama sekali.
Via menggenggam tangan kanan mamanya. Diciumnya tangan itu dengan hati-hati. Sementara, air mata Via terus membanjiri pipinya.
"Via!"
Via kaget ketika mendengar namanya disebut. Ia menoleh. Ternyata papanya
sudah kembali.
"Kamu kenapa?" tanya Pak Wirawan lembut.
"Via takut mama nggak bisa bangun lagi. Via nggak mau kehilangan mama, Pa," Via terisak lagi.
Pak Wirawan memeluk putrinya. Dibelainya rambut hitam Via yang dibiarkan tergerai sampai ke punggung.
"Via yang sabar. Dokter sedang berupaya untuk menyembuhkan mama. Kita doakan agar mama cepat sembuh dan berkumpul lagi dengan kita."
Via mengangguk. Ia melepaskan pelukan papanya.
"Apa yang dikatakan dokter tadi?" tanya Via penasaran.
Pak Wirawan tidak langsung menjawab pertanyaan Via. Ia duduk di bed pasien.
"Mama butuh donor jantung dan ginjal. Dan itu tidak mudah."
Via menatap lekat papanya yang tertunduk lesu. Ia paham betapa sulitnya mendapatkan donor organ vital. Apalagi jantung.
"Apa tidak ada cara lain, Pa? Atau mungkin kita bawa mama beribat ke Singapura, Jepang, atau mana yang lebih canggih?"
Pak Wirawan menggeleng.
"Kenapa, Pa? Apa karena biaya yang sangat mahal?"
"Bukan, bukan itu masalahnya, Via. Berapa pun akan Papa usahakan untuk mamamu. Tapi, ini bukan soal kecanggihan pengobatan. Masalahnya, jantung dan ginjal mama sudah parah."
Via menelungkupkan wajahnya. Hatinya terasa hancur.
"Kenapa sampai kondisi mama seperti ini baru diketahui?" keluh Via.
"Sebenarnya mama sudah harus cuci darah setahun yang lalu. Tapi mama menolak. Dia malah memilih pengobatan alternatif. Itu yang diceritakan dokter Wisnu tadi."
"Mama menganggap kita orang lain, Pa?" keluh Via.
Pak Wirawan mengusap lembut rambut Via. Ia berusaha menenangkan hati putri tunggalnya.
"Via, itu baru perkiraan Papa. Mamamu adalah orang yang sangat perhatian dan penyayang. Papa yakin kalau Mama tidak ingin kita khawatir."
"Tapi, kita juga sangat sayang mama," tukas Via.
"Iya, sayang. Tapi, mamamu jauh lebih menyayangi kita. Sekarang kita tidak usah menyalahkan siapa-siapa. Kita berdoa untuk kesembuhan mama saja, ya," bujuk Pak Wirawan.
Via mengangguk. Perlahan ia berdiri lalu mendekat ke kepala mamanya. Ditatapnya wanita yang melahirkannya 17 tahun silam dengan sendu.
"Vi, sebaiknya kamu pulang. Biar Papa saja yang menunggu mama, ya."
Via menggeleng. Ia masih menatap mamanya.
"Besok kamu kan harus sekolah," bujuk Pak Wirawan.
"Via ingin di dekat mama di saat mama tak berdaya begini, Pa. Via nggak mau ninggalin mama. Selama ini Via hanya merepotkan mama. Via belum bisa membalas kasih sayang mama," jawab Via dengan suara parau.
Pak Wirawan menghela nafas panjang. Ia tahu, putrinya keras kepala. Akhirnya, Pak Wirawan mengalah.
"Pak Yudi masih di lokasi rumah sakit?" tanya Pak Wirawan melalui telepon.
"Masih, Pak. Saya di kantin belakang rumah sakit," jawab sopir keluarga Wirawan.
"Bisa saya minta tolong?"
"Tentu saja, Pak."
"Tolong Bapak pulang dulu untuk ambil baju ganti dan keperluan lainnya. Terus, Bapak secepatnya kembali ke sini mengantarkan keperluan kami."
"Untuk siapa saja, Pak? Mbak Via tidak pulang bareng saya?"
"Tidak. Via menginap bersama saya dan Pak Nono. Nanti Mbok Marsih pulang sekalian dengan Pak Yudi, ya."
"Baik, Pak."
"Ya, sudah. Saya suruh Mbok Marsih ke tempat parkir."
Setelah menutup telepon, Pak Wirawan keluar menemui Mbok Marsih dan Pak Nono yang duduk di depan kamar.
"Mbok Marsih pulang saja diantar Pak Yudi. Pak Nono menemani saya dan Via di sini," kata Pak Wirawan.
"Baik, Pak,"jawab Mbok Marsih. Perempuan berusia sekitar 50 tahun itu beranjak dari tempat duduknya. "Saya pamit nyonya dan Mbak Via dulu."
Mbok Marsih masuk ke ruang perawatan Bu Wirawan. Via masih berdiri di samping bed pasien.
"Mbak Via, Mbok pulang dulu. Mbak Via yang sabar, ya. Jangan lupa tetap jaga kesehatan."
"Ya, Mbok. Terima kasih," jawab Via tanpa mengalihkan tatapannya.
"Nyonya, saya pamit dulu. Semoga Nyonya cepat sembuh, segera pulang agar dapat kumpul lagi," kata Mbok Marsih sambil menggenggam tangan kanan majikannya. Tak terasa air matanya menetes.
Via menoleh ke ART keluarganya. Ia terharu melihat ketulusan Mbok Marsih.
"Hati-hati, Mbok. Terima kasih sudah membawa mama ke sini."
"Sama-sama, Mbak. Itu sudah kewajiban kami. Permisi, Mbak."
Mbok Marsih keluar ruangan. Langkahnya dipercepat menuju tempat parkir.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 287 Episodes
Comments
Devia Ratna
mampir
2022-12-22
0
Erni Fitriana
like
2021-10-04
0
The Taste Of Love👩🍳👨🍳
mampir thor
2021-07-03
0