Suami Untuk Keara
Keara berdiri mematung di antara kerumunan manusia yang tengah berselimut duka. Duka ditinggalkan oleh orang terkasih. Seseorang yang semasa hidupnya selalu bersikap baik, berpikir positif, dan menjadi lentera yang benderang untuk keluarganya dan orang-orang terdekatnya. Setidaknya, itulah penilaian Keara terhadap jenazah yang baru beberapa menit lalu dikebumikan.
Di hadapan gundukan tanah merah yang masih basah. Wangi bunga semerbak menghantarkannya bersemayam dalam damai. Semua tertunduk, mengamini doa-doa yang lantang dilafadzkan Gus Amir. Ustadz panutan seseorang di balik tanah kubur itu. Almarhum seorang yang sholeh, dan rajin memperdalam ilmu agama. Sering mengikuti pengajian dan ceramah Gus Amir di manapun. Tak menyangka, gus Amir lah kini yang berganti mendatanginya dan berdoa untuknya.
Matahari yang merangkak turun dengan anggun. Memancarkan cahaya kemerahan yang tertutup mendung gelap. Burung-burung hitam terbang lalu lalang di atas kepala. Kian mengisyaratkan hujan yang semakin dekat menyapa bumi.
Satu per satu pelayat mengundurkan diri setelah gus Amir menyudahi lantunan doanya. Tapi Keara masih mematung. Raganya enggan beranjak. Merasa jiwa di dalam kubur sana masih menginginkan hadirnya.
Farida, seorang ibu yang hati dan jiwanya sangat terluka menghantarkan putra kesayangannya yang pergi mendahuluinya, ke tempat peristirahatan terakhir, juga masih tertinggal di sana bersama Keara. Dengan wajah yang penuh dengan peluh, tubuhnya yang besar dan gemuk, lunglai tertindih duka mendalam. Beliau harus ditopang oleh putra sulungnya, mas Adi untuk bisa berdiri tegak.
Matahari kian beringsut turun hingga wujud dan terik sinarnya tak lagi dirasa garang. Ditambah lagi awan mendung yang nyaris menutup cahaya keemasan senja. Menghantarkan luruhnya bulir-bulir gerimis dari langit cakrawala.
Mas Adi mengeratkan dekapannya pada bahu sang ibu. Berisyarat tanpa kata bahwa sudah saatnya pulang dan mengikhlaskan buah hati yang teIah pergi. Beliau menurut. Namun sebelum pergi bu Farida menghampiri Keara. Beliau paham, kepedihan gadis muda ini juga cukup dalam. Dan melihat Keara tak kunjung meninggalkan pusara, terbit iba di hati kecilnya.
"K, maafkan mas Rizky yaa.. Dia tidak bisa memenuhi ikrarnya untuk menikahi kamu bulan depan." Bu Farida menyusut ingusnya. "Ikhlaskan mas ya, biar lapang kuburnya. Dan K juga bisa melanjutkan hidup yang lebih baik lagi.. Ibuk selalu doakan K biar lekas ketemu jodoh yang lebih baik.."
Bu Farida memeluk Keara. Lantas menumpahkan kesedihannya. Mereka berdua saling bersahutan menguar tangis, dan saling mendekap menguatkan satu sama lain.
"Sudah, Buk.. dan kamu K.. jangan menangis terus. Kasihan Rizky.. Dia tidak tenang kalau dua wanita kesayangannya belum mengikhlaskannya." ucap mas Adi. Kakak sulung Mas Risky.
Bu Farida dan mas Adi meninggalkan area pemakaman yang lokasinya tak jauh dari rumah mereka. Bu Farida mengingatkan agar Keara juga segera pulang. Mengingat sore yang sudah beranjak mendekati malam dan rintik gerimis yang semakin pekat.
Keara hanya mengangguk mengiyakan. Tapi nyatanya sepeninggal Bu Farida, Keara justru terduduk lunglai dengan lengan mendekap batu nisan. Nisan yang terukir nama seorang yang begitu dekat di hati Keara. Yang seharusnya akan mengucap ijab qabul dan menghalalkannya sebulan lagi. Tapi rencana dan harapan itu terkubur bersama raga sang pria. Tanpa sanggup dicegah oleh Keara.
Nisan itu bertulis nama, Rizky Aditama Putra. Pria yang baru saja dikebumikan. Yang membuat Keara patah hati sepatah-patahnya.
Keara mengingat pertemuan terakhirnya dengan Rizky. Malam itu, Rizky baru saja pulang dari kantornya. Ia bekerja lembur sampai pukul 8 malam. Alih-alih pulang ke rumah, Rizky malah membeli martabak manis rasa coklat keju dan membawanya ke rumah Keara. Sudah tiga hari ia tidak bertemu dengan gadis manis itu. Ia sungguh merindukan K.
"Apa gak papa K, mas datang jam segini?" ucap Rizky saat itu.
"Gak papa lah mas.. Ada ibu dan mas Arman juga kok di dalam."
"Syukurlah.. Mas kangen sama kamu." Rizky tersenyum. Senyum yang menular pada K yang seketika juga mengukir senyuman.
Entah firasat atau bukan, malam itu K merasa Rizky sangat tampan, wajahnya bersih dan cerah. Senyumnya manis dan meneduhkan. Padahal seharusnya wajah lelah lah yang ada. Karena dia baru saja pulang lembur.
'Ah.. sepertinya karena saking rindunya aku pada Mas Rizky.. Tiga hari tidak ketemu karena kesibukannya di kantor tiap kali mendekati deadline SPT tahunan.. Sampai-sampai aku pangling. Mas Rizkyku kan emang ganteng. Apanya yang aneh..?' batin K dalam hati.
Mas Rizky menghabiskan waktu bercengkrama di teras rumah dengan Keara, sembari menyantap martabak manis yang tadi dibawakannya. Mas Arman, kakak satu-satunya K, juga sempat menyapa Rizky dan berbincang tentang riweuhnya tiap kali mendekati tenggat lapor pajak SPT tahunan.
Pukul 10 malam, Rizky pamit pulang ke rumah. Keara mengantarnya hingga ke depan pagar rumahnya. Dengan sabar menunggu calon suaminya itu mengenakan jaket, menunggangi Honda CBR-nya, lalu bersiap memakai helm full face. Tapi sebelum wajah tampan itu tertutup helm, Rizky menyempatkan menoleh kembali pada K, dan melengkungkan senyuman manis di wajahnya. Matanya berbinar, membuat K takjub menerima pancarannya.
"K, mas sayang banget sama kamu.." ucap Rizky tiba-tiba, membuat K tersipu, senang tak terkira.
"Aku juga sayaaang banget sama mas.. Mas hati-hati yaa di jalan.." K mengulurkan tangannya untuk salim pada sang calon suami. Setelahnya, Rizky tak juga mengenakan helm. Seakan ada yang mengganjal pikirnya, tapi sulit tersampaikan lisannya.
"K, ehmm...."
"Kenapa mas?"
Beberapa detik Rizky terdiam. hanya memandang Keara tanpa jawab. Hingga akhirnya ia putuskan menyudahinya.
"Ah.. engga.. gak papa.."
"Kamu cepet istirahat yaa.. sudah malam. Gak perlu nunggu mas sampai rumah.. Nanti mas WA kamu kalau sudah di rumah."
Keara hanya mengangguk. Meski penasaran, ia memilih memendam tanyanya.
Rizky tersenyum, nampak begitu tampan dan menyihir indera penglihatan Keara. Jantung Keara serasa berdegup dengan ritme yang lebih cepat. Senyum manis Rizky masih terpancar melalui netranya, meski sekarang helm full face hitam menutup sebagian besar wajahnya. Keara melambaikan tangannya saat motor besar Rizky mulai meraung dan bergerak menjauh.
Siapa yang menyangka, ukiran senyum indah di wajah tampan Rizky malam itu jadi senyum terakhir yang dilihat Keara? Ungkapan rasa sayang yang diucap juga sebagai salam perpisahan mereka. Dan Keara benar-benar tak perlu menunggu Rizky sampai di rumah, karena Rizky nyatanya juga tak akan pernah bisa lagi mengirim pesan kabar sampainya dia di rumah.
"Uhhhuhuuhuuaa..." tangis Keara semakin pecah. Bersamaan dengan itu, gerimis yang tadi memercik sekarang berganti hujan yang mengguyur tenang. Sedangkan matahari semakin tak terlihat sinarnya, pertanda malam segera datang.
Keara membiarkan hujan membasahi tubuhnya. Ia relakan langit yang seolah turut berduka atas laranya. Lagipula dengan demikian, tak akan ada yang melihatnya menangis tersedu-sedu di pusara Rizky.
Sekian menit Keara masih terkulai memeluk batu nisan Rizky. Di kepalanya penuh dengan kenangan-kenangan manis bersama Rizky. Lelaki yang ia kenal dalam dua tahun ini, dan enam bulan lalu ia mantap melamar Keara. Semua angan-angannya menikah muda dengan seorang lelaki yang baik hati, sabar, dan calon imam yang ia percaya bisa membimbing langkahnya, lagi-lagi harus ia pupus.
Lama Keara meratapi kepedihannya di bawah guyuran hujan. Ia tenggelam dalam kekalutan hatinya sendiri, hingga ia tidak sadar entah sejak kapan air hujan tak lagi menghujam tubuhnya. Seseorang membentangkan payung di atas kepalanya, dan merelakan tubuhnya sendiri basah terkena air hujan. Dia melindungi gadis itu dalam diam. Tak ingin mengganggu Keara dan segala pelampiasan dukanya.
Keara mengangkat kepalanya, melihat keberadaan payung di atas kepalanya, lantas bertanya-tanya siapa yang melindunginya.
"M-mas Harris?"
"Sudah dekat maghrib K, lebih baik kamu pulang. Kamu sudah melewatkan sholat Ashar, jangan sampai maghrib pun terlewat." ajak Harris. Keara tetap bergeming.
"Jangan memberatkan perjalanan Rizky dengan air mata kamu.. Ikhlaskan Rizky, biar dia tenang menjalani kehidupan barunya yang lebih abadi."
Keara mengangguk lantas berdiri. Mendorong payung yang diangsurkan Harris kepadanya. "Buat mas Harris saja payungnya. Mas Harris sampai basah begitu..."
"Tidak apa apa. Ayo mas antar pulang."
Entah tersihir apa sampai Keara menuruti pria yang ia kenal sangat dingin ini. Keara berjalan dengan payung di atas kepalanya, sedangkan Harris tetap diguyur hujan. Penolakannya tidak digubris dan K sedang tidak ingin berdebat.
Keara masuk ke dalam sedan hitam Harris, lantas sedan itu melaju menembus hujan. Tidak ada percakapan apapun. Yang ada hanya isakan Keara sisa tangisnya tadi. Harris, Sahabat karib mas Rizky itu, memang layaknya sebongkah gunung es, yang menjelma menjadi manusia. Itulah yang selalu ia katakan pada Rizky dulu. Dan Rizky selalu tertawa.
"Harris memang anyep begitu, tapi dia sangat baik K.. Dia sahabatku yang selalu ada di saat-saat baik dan burukku.." Ujar Rizky kala itu.
Beberapa saat mobil itu berhenti di pelataran sebuah masjid besar. Mereka memutuskan menunaikan ibadah sholat maghrib terlebih dahulu. Sembari Harris berganti pakaian kering yang ia simpan di bagasi mobil.
"Aku maghriban dulu di sini." hanya itu kalimat yang diucap Harris. Tidak ada ajakan pada K, tapi K sudah paham wataknya. Dia bergegas turun sesaat Harris turun dari mobilnya. Keara berjalan menuju tempat wudhu wanita dan membersihkan diri disana.
...----------------...
...----------------...
🌹 Happy reading
🌹 jadikan favorit kamu yaa.. biar update teruus kalau ada chapter baru 😉
🌹 klik like, komen, dan voootteeee
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Arin
mampir...semoga menarik☺️
2022-10-17
0
Sunarti
mog@ menarik
2022-09-16
0
sri hasan basri
aku mampir thor, ceritanya kayaknya menarik, buat pernalan aku kasih bunga deh
2022-02-03
0