Keara memandang takjub pemandangan di hadapannya. Sepasang suami istri yang seakan dikelilingi kupu-kupu bersayap warna warni beterbangan mengelilingi keduanya. Saling mendekatkan diri dengan lengan bertaut, seakan enggan berjauhan barang se-inci sekalipun. Memancarkan aura penuh cinta yang sukses membuatnya envy tak terbantahkan.
Benar kata Muthia. Bucin kelas dewa ini sih..
"Ini adiknya Arman, sayang.. Anaknya Bi Marni, dulu lama kerja di rumah mama. Tapi sekarang sudah pensiun.." ujar Daniel pada istrinya. Marsya mengangguk tanda mengerti.
"Iya kak.. Dulu mas Arman suka ngintipin Den Daniel belajar. Dan suka nyuri-nyuri baca bukunya Den Daniel. Eh.. akhirnya dibiayain kuliah sama den Daniel. Trus sekarang kerja jadi asistennya den Daniel juga.." Keara menambahkan bumbu cerita yang dianggapnya menarik.
"Oh ya? aku baru tau cerita ini.." Marsya menatap Daniel meminta penjelasan. Tatapan dan senyuman penuh kekaguman seorang istri pada sosok suaminya itu terpancar jelas.
"Iya, sayang.. Tapi memang Arman cerdas dan kompeten. Aku bisa lihat itu. Lagipula aku tidak membiayai sepenuhnya, karena di tengah jalan dia dapat beasiswa gitu lah.." Daniel terus menyapu bahu istrinya. Sorot mata penuh cinta itu tak pernah lepas.
Marsya mengangguk seraya mengerlingkan mata ke arah Daniel.
"Ternyata dunia sempit yaa.. Adiknya mas Arman teman sekolahnya Muthia." seloroh Marsya.
"Sekarang aku mau kerja di cafenya kak Marsya, istri den Daniel. Mas Arman jadi aspri Den Daniel, dan Den Daniel dulu majikannya ibu. Hihihii.. Kayaknya sekeluargaku benar-benar ditakdirkan untuk kerja sama keluarga Wijaya terus yaa .." imbuh Keara sambil terkekeh. Sungguh bisa jadi oleh-oleh cerita untuk ibu dan mas Arman di rumah nanti.
"Panggil saya mas saja, Keara.." ujar Daniel. "Sekarang kerja dulu di cafe, nanti setelah lulus kuliah bisa kerja di kantor saya. Iya kan, sayang?" Daniel kembali menatap ke arah istrinya. Seakan apapun yang diucapkannya harus disertai persetujuan dari Marsya.
Marsya mengangguk seraya tersenyum pada suaminya. Lalu berkata, "Iya, K.. kerja di cafe kan lebih fleksibel waktunya. Kamu bisa masuk kerja pagi atau sore.. Sesuaikan sama jadwal konseling tugas akhir kamu."
"Iya kak.."
Selanjutnya, obrolan mengalir lancar. Mulai dari bagaimana Keara dan Arman kecil suka mengintip Daniel dan Sandra bermain. Cerita tentang kehamilan Muthia. Cerita tentang Keara yang dua kali gagal menikah. -yaa yang ini lumayan mengejutkan, karena Keara tidak menyangka Mas Arman menceritakan kisah cintanya pada bosnya di kantor. Sungguh hubungan bos dan asisten yang aneh..-
Tak lupa Marsya juga membekali pengetahuan singkat tentang mekanisme kerja di Firstlove cafe, apa saja jobdesc nya, visi dan misinya, lengkap dengan sejarah berdirinya firstlove cafe. Dengan diselingi senda gurau, tanpa terasa waktu sudah berlalu kian sore.
Marsya memijat pangkal hidungnya. Wajahnya juga tampak pucat meskipun senyum terus terkembang di sana namun sebagai suami siaga, Daniel bisa menangkap wajah lelah istrinya.
"Keara, kami istirahat dulu ya.. Kamu santai saja di sini sama Muthia.." pungkas Daniel. Sembari beranjak dari sofa dan merangkul Marsya.
"Kalian pesan makanan dari ojol saja yaa.. Kakak gak masak, Muthia.."
Muthia mengangguk, tapi Keara menolak dengan sopan. "Maaf kak Marsya, Muthia, den.. eh mas Daniel.. K pamit pulang saja habis ini. Sudah sore."
Keara tidak sabar ingin menceritakan pertemuannya hari ini dengan Den.. eh mas Daniel pada ibu dan mas Arman. Juga tentang pekerjaan baru yang ia dapatkan secara mendadak. Ibu dan mas Arman pasti terkaget-kaget. Tapi juga seneng dengar kabar ini. Maklum, jasa keluarga Wijaya pada keluarganya bukan kaleng-kaleng. Tak akan bisa dibalas, meski Keara dan mas Arman bekerja 24 jam sehari.
...----------------...
🌹 Arman, di PT. MD First
Arman bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Membuat surat kerja sama dengan perusahaan rekanan usai meeting tadi siang. Direkturnya sudah pulang seusai rapat tadi. Jadi angin segar untuknya. Tak perlu lembur hari ini.
Sari, sekretaris direktur terlihat asik menelepon dan bercanda tawa di sambungan interkom kantor. Ketika datang seorang tamu wanita tepat di depan mejanya.
tok! tok!
Tamu tersebut mengetuk meja sekretaris dengan ujung kukunya. Demi membuat orang di ruangan ini menyadari kedatangannya.
"Oh," Sari membulatkan matanya. Terkejut menatap tamu wanita yang mengetuk mejanya. "B-bu Merry.. Se-lamat sore, Ada yang bisa saya bantu?"
Arman, yang terus menenggelamkan matanya di layar laptop, sampai tidak menyadari kedatangan tamu wanita tersebut. Padahal sudah pasti tamu itu tadi berjalan melewatinya. Matanya langsung tertuju pada wanita yang mengenakan setelan blazer dan rok selutut warna merah maroon.
"Pak Daniel ada di ruangannya?" tanya Bu Merry. Arman terus memperhatikan punggung wanita itu. Menunggu saat ia mungkin harus menjawab tanya Bu Merry tentang keberadaan Bosnya.
"Maaf Bu.. Pak Danielnya sudah pulang. Ada yang perlu disampaikan?" jawab Sari.
Arman kembali menekuri baris kata per kata dalam ketikan laptopnya. Memastikan tak ada yang salah sebelum mencetaknya.
Dari sudut mata Arman bisa tau kalau Bu Merry beberapa kali melirik padanya. Sungguh membuatnya canggung. Saking canggungnya ia sampai merasa lehernya kaku. Tidak sanggup menoleh ke arah dimana Bu Merry berdiri saat ini.
Dan memang hanya seorang Meryana Sutanto yang selalu bertindak di luar kewajaran yang bisa ditolerir oleh Arman. Direktur dari perusahaan rekanan itu dengan santainya berujar,
"Gak ada.. Saya ngobrol sama Arman saja deh. Kebetulan saya juga mau nyariin dia."
Tanpa beban wanita itu melenggang ke arah meja kerja Arman. Tak peduli anggapan orang lain yang mendengar ucapannya. Tak peduli prasangka yang bisa muncul di benak orang lain yang disebabkan oleh kalimat 'Saya juga mau nyariin dia.' .
Deg.
'Duh! Kenapa ngomong gitu depan Sari sih..? Bisa jadi bulan-bulanan gosip di kantor kalau gini sih..' batin Arman.
Ingin sekali dia melesakkan kepalanya ke dalam layar laptop. Sampai masuk ke dalam benda kotak berukuran 16inc itu dan tak bisa ditemui lagi. Begitu menangkap sosok Mery semakin mendekati meja kerjanya.
"Man, Apa kabar?" Sapa Mery. Dengan santai menarik kursi di depan Arman. Sementara Sari yang ditinggalkan begitu saja terbengong-bengong melihat Mery dengan cepat melesat berpindah meja. Dan kini sudah duduk dengan anggunnya di hadapan Arman.
"B-baik, Bu.." jawab Arman tergagap. Seperti biasa. Setiap kali Bu Merry mengajaknya bicara privat di tempat umum. Tanpa tedeng aling-aling menyiratkan senyum yang Arman tau jelas tujuannya adalah untuk menggodanya.
Sejak pertemuan mereka di pernikahan Pak Daniel enam bulan lalu, Bu Merry sering secara terang-terangan menunjukkan sikap manis pada Arman. Pun wanita itu tak pernah sungkan meskipun di depan Daniel, dan di depan orang-orang bawahan di kantornya. Beuuhh.. definisi nyata 'anak sultan mah bebas', kurang lebih begitu.
Lebih mengesalkan lagi, Pak Daniel selalu turut menggodanya. Mengerling lalu sengaja meninggalkannya berdua saja dengan Bu Merry. Dengan skenario sedemikian rupa tentu saja. Sampai ia tidak bisa berkelit dan menghindar lagi.
Memang hanya mengobrol 10 sampai 15 menit. Paling lama pernah 30 menit. Tapi dari sepanjang waktu itu, hanya dihabiskan dengan mendengarkan cerita keseharian Mery, tentang kehidupannya di Singapura saat masih berkuliah, tentang pekerjaan Mery dan tekanan yang dirasakan saat mengemban jabatan tinggi di usia yang terhitung masih muda. Tentang..
"Lama yaa ga ketemu.. Sebulan ada kali yaa..?" seloroh Mery memutus lamunannya.
Arman mengangguk dan tersenyum sopan. Senyum kaku dan canggung.
Sepanjang ingatan Arman, memang kurang lebih sebulan lamanya dia tidak bertemu Mery. Di samping memang tidak ada urusan pekerjaan, obrolan terakhirnya dengan Mery sebulan lalu juga ditengarai menjadi salah satu penyebabnya.
"Sekarang sudah cukup cerita tentang aku. Gantian kamu.." kata Merry waktu itu. Sebulan lalu, saat mereka harus melakukan meeting di luar kantor.
Entah bagaimana kode yang diberikan Mery pada Pak Daniel, hingga pak Daniel meninggalkannya di restoran berdua saja dengan Bu Mery. Damned.
Ah, bukan ingin memaki Pak Daniel sebenarnya. Hanya sedikit marah pada keadaan. Keadaan yang membuatnya tidak berkutik. Setiap kali berhubungan dengan seorang Meryana Sutanto. Rasanya ia ingin cepat kabur dan menghilang. Lenyap tak berjejak.
"Tidak ada yang menarik dari kehidupan saya, Bu.."
"Tidak menarik pun aku ingin tetap dengar.." sergah Mery cepat. Dia menyesap tetes terakhir orange juice nya.
Arman terdiam cukup lama.
5 menit, 10 menit, 15 menit..
Hingga akhirnya berkata, "Sungguh tidak ada yang perlu diceritakan Bu.."
Terdengar helaan nafas berat dan dalam yang berasal dari Mery. Wanita itu merasa usahanya 4 bulan ke belakang tidak berbuah hasil yang signifikan. Sikap Arman tetap kaku, canggung, berbatas. Arman seolah membangun dinding pertahanan yang tinggi dan kokoh. Tidak bisa ditembus bahkan diruntuhkan oleh seorang Meryana. Membuat Mery geram dan tidak habis pikir apa kekurangan dirinya.
"Aku sudah sering kali bilang, kalau kita sedang chating pribadi atau sedang berdua saja seperti sekarang ini, panggil aku Ana. Ana saja. Tanpa Bu. Terus jangan formal bicaranya. Terus.. bagaimanapun keseharian kamu, aku mau dengar, aku mau tau, meskipun yang akan kamu ceri...." Mery kembali menyerangnya. Dengan serentetan kalimat yang sudah sering mampir ke telinga Arman selama 4 bulan belakangan. Tapi baru kali ini Arman berani memotong perkataan Mery.
"Maaf bu," potong Arman. Ia sudah kehabisan cara untuk menghindar. "Saya berada di sini saat ini, tidak lebih karena rasa hormat saya pada Pak Daniel. Karena perintah Pak Daniel yang menyuruh saya tetap tinggal di sini. Tidak lebih."
Arman tidak bisa mengingat jelas ucapan Mery waktu itu. Arman hanya ingat Mery pergi setelah mendengar ucapan jujurnya, dengan mata merah menahan amarah. Meninggalkan Arman dengan tergesa-gesa. Berusaha menyembunyikan tatapan nanar yang dihiasi bulir air mata.
Arman mengira itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Mery. Setidaknya, pertemuan pribadi. Setelah ia memungkasi segala upaya pendekatan Mery dengan kalimat jujur yang menyakitkan, Arman mengira tidak perlu lagi menanggapi pendekatan dari boss besar (yang cantik) dari perusahaan Grade A rekanan perusahaannya ini.
Tapi nasib malang masih menggelayutinya. Wanita yang sebulan lalu pergi dengan amarah, kini duduk manis di depannya seolah tidak pernah terjadi apa-apa. What the hell?
"Man," Merry menyimpan satu map di atas meja nya. "Ini berkas titip untuk pak Daniel besok pagi ya.. Setelah dipelajari, tolong suruh Pak Daniel telepon saya. Segera."
"Baik, Bu.." singkat Arman.
"Ehmm.. Bisa minta tolong, Man?"
Arman menaikkan alisnya.
"Antarkan saya pulang." Mery meringis. Memperlihatkan sederet gigi putih dan rapinya. "Saya gak bawa mobil, tadi kesini juga naik taxi online."
Arman tercenung. Sungguh permintaan yang bisa memancing kecurigaan siapapun yang mendengarnya. Seorang General Manager dari sebuah perusahaan elite meminta diantar pulang olehnya, yang tak lebih hanya staf biasa. Sungguh membuat jengah.
"Saya pesankan taxi online Bu.." sergah Arman. Dia meraih ponsel yang tergelatak di tengah meja. Bermaksud ingin memesan taxi online melalui ponselnya. Tapi tanpa terduga, Mery dengan gerakan yang lebih sigap menyambar ponsel Arman.
"Bukan diantar sama taxi, Arman.. Tapi sama kamu.." Mery mengangkat ponsel Arman yang berhasil ia raih. Dengan nada menggoda yang sukses membuat jiwa kepo Sari menggelora. F**kin' sh***.
"Maaf Bu, pekerjaan saya masih banyak."
"Saya tunggu."
"Tapi saya tidak bawa mobil."
"Pakai motor gak masalah."
"Maaf bu.." suara Arman terdengar mendecih sebal. Dia kehabisan cara untuk menolak.
Namun tak berlangsung lama. Karena pertolongan Tuhan datang di saat yang tepat. Handphone Arman di genggaman Mery bergetar. Sebuah panggilan masuk yang menyelamatkannya
Keara calling...
"S-siapa?" tanya Mery dengan raut terkejut yang teramat sangat.
"Adik saya." Jawab Arman cepat. Tak ingin menyiakan kesempatan untuk mendapatkan ponselnya kembali. "Bisa tolong berikan ponsel saya?" ujar Arman.
Yang melegakan, Arman bisa mendapatkan kembali ponselnya, sekaligus melihat Mery yang beranjak pergi tanpa melontar permintaan-permintaan anehnya lagi.
But, wait.
Kenapa? Ada yang salah?
Arman merasakan kejanggalan. Bahkan saat sosok Mery sudah tak terlihat lagi. Bagaimana mungkin wanita ngotot itu langsung pergi tanpa berkata-kata lagi? Tanpa menyerang minta diantar pulang lagi? Ada yang salah?
...----------------...
...----------------...
🌹 Happy reading
🌹 jadikan favorit kamu yaa.. biar update teruus kalau ada chapter baru 😉
🌹 klik like, komen, beri hadiah dan vote ... terima kasiih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Sunarti
Arman yg pilos
2022-09-17
0
Dea Amira 🍁
merry suka sma arman
2022-01-21
0
🐈"€£! S@",,, P,,,
bintang ny,,,, akoh ga ngerti 🧐🧐🧐
2022-01-01
0