"Assalamualaikum.." seru Muthia begitu sampai di sebuah rumah sederhana bergaya minimalis modern.
Tanpa menunggu dipersilahkan, Muthia menggamit lengan Keara agar mengikutinya masuk dan mendudukkan diri di sofa ruang tamu.
Meskipun yang terlihat adalah sebuah bangunan satu lantai dengan luas yang kurang lebih sama dengan rumah-rumah di samping kanan dan kirinya, namun dinilai dari perabotan, cara penataan interior, tanaman-tanaman hias, dan mobil yang terparkir cantik di carport, sudah bisa ditebak bahwa pemilik rumah ini adalah orang yang berada.
Dari dalam rumah muncul sosok wanita yang diingat Keara adalah kakak Muthia. Wanita itu terlihat begitu cantik meski hanya mengenakan baju rumahan simple di atas lutut. Senyuman dan cara berjalannya, nampak sekali kakak Muthia ini adalah seorang yang menarik, elegan, dan berkelas. Sempurna.
"Eh.. Ada tamu ya..?" ujarnya seraya berjalan mendekat dan duduk di sofa single samping depan Muthia.
"Iya, kak.. ini teman SMA ku. Namanya Keara." terang Muthia.
Keara setengah berdiri, mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan kakak Muthia. "Keara, Kak.." Keara menganggukkan kepala.
"Halo Keara.. Aku Marsya, kakak Muthia.." jawab Marsya menyambut uluran tangan Keara.
"Kita tadi gak sengaja ketemu di mart depan sana.." ujar Muthia lagi.
"Oh gitu.." Marsya menganggukkan kepala. "Temannya Ambilin minum di kulkas dong, dek.."
"Oke.. tunggu yaa K.."
"Eh gak usah repot-repot Mu.." Keara terlambat menghentikan Muthia. Muthia sudah beranjak masuk ke ruang tengah menuju lemari pendingin yang berada di ujung ruang tengah.
"It's Ok , K.. Santai aja di sini.." ujar Muthia seraya mengangsurkan sebotol minuman teh rasa buah kepada Keara.
"Mas Ardi lagi ada project di luar kota sampai besok.. Jadi aku disuruh nginep di rumah kakak biar ada temennya." ujar Muthia, diakhiri dengan melempar senyum dan mengerling pada kakaknya.
Keara hanya mengangguk-anggukkan kepala. Dia meneguk minuman yang diterimanya dari Muthia. Membasahi tenggorokannya yang cukup kering setelah mendengar 'ceramah' dari Pak Dono, dosen pembimbingnya di kampus tadi.
"Yaa.. walaupun ujung-ujungnya ntar aku jadi kambing congek liat kak Marsya dan mas Daniel uwu-uwuan gak kenal sikon.. Tapi yaa gimana lagi K.. Nasib aku emang.. udah ga ada orang tua dan jauh dari mertua pula.." Mereka bertiga terkekeh mendengar curahan hati Muthia.
"Makanya.. Kalau suami kemana-mana tuh kintilin terus.. Kayak mas Daniel tuh. Kalau ada urusan ke luar kota gak akan pergi kalau kakak ga ikut." seloroh Marsya.
"Iyuuhh.. itu sih emang mas Danielnya aja yang bucin akut. Kemana-mana maunya deketan terus.. Takut istrinya ilang." cibir Muthia. Mengundang gelak Keara dan Marsya.
Ada setitik getir yang mencuat di relung hati Keara. Yang didengarnya kali ini adalah curahan hati para istri dengan siratan cinta yang mendalam terhadap pasangannya masing-masing. Baik dengan cara perhatian meski saat berjauhan seperti Muthia dan suami, maupun dengan cara mesra tak ingin berjauhan seperti Kak Marsya dan suami.
Angannya mulai liar berkelana. Seandainya mas Rizky masih hidup, kebahagiaan macam apa yang bisa ia curahkan pada teman- temannya kelak? Apa mas Rizky tak akan sering lembur di kantor karena selalu merindukannya? Atau dia akan terus menelepon Keara, menanyakan kabarku saat ia harus lembur, dan meminta ibu menemaniku?
Sungguh kelancangan khayalannya mulai merongrong kewarasannya. Ia tak ingin larut. Sungguh. Ia sudah mengikhlaskan mas Rizky. Sungguh.
"Kakak gak ke cafe? Tumben.." Muthia melontar tanya yang seketika mengurai lamunan Keara.
"Engga.. kakak lagi capek aja. Tadi siang mampir sebentar ke kantor mas Daniel. Abis itu pulang.." jawab Marsya.
Muthia menatap Keara. "Kakakku ini punya cafe dan bakery di daerah Diponegoro, K.. Sebenernya ada di Jogja juga.. Tapi yang di sana sudah dianak tirikan semenjak kakakku nikah."
Seperti mendapat hembusan angin segar yang langsung ditangkap Keara dengan tangkas. Lumayan kan, buat nambah pundi-pundi rupiah supaya meminimalisir statusnya sebagai beban orang tua.
"Emm Kak Marsya.. Apa ada lowongan kerja di cafe kakak?" Ujarnya mengesampingkan rasa malu dan sungkan. Baru pertama bertemu sudah minta pekerjaan. "Kalau ada, mungkin aku bisa ngelamar kerja part time disana, untuk sambilan selama kuliah, kak.."
"Maklum kak.. semester akhir udah gak ada kelas. Paling ke kampus cuma buat ketemu sama dospem saja.." sambung Keara.
"Oh, mm.. ada K.. Kebetulan sekali." Marsya yang reaksi semula tampak terkejut, kini kembali berujar ramah padanya. "Kebetulan ada yang baru saja resign. Anak bagian pramusaji. Kamu gak papa jadi waitress?"
"Gak papa kak.. gak papa banget.." sahut Keara cepat. Dengan senyum terkembang ia melirik pada Muthia, seolah meminta persetujuan.
"Seru deh kalau gini.. Jadi Kalau aku mampir ke firstlove cafe jadi ada temen yang bisa ditemuin.." ujar Muthia ramah. Nampak seperti membalas permintaan persetujuan Keara meski tanpa terucap.
"Kamu besok bisa dateng ke cafe K?" tanya kak Marsya.
"Bisa, Kak.. bisa."
"Datang pagi jam 9 yaa.. untuk alamatnya kamu bisa tanya ke Muthia. Terus untuk...."
Suara deru mesin mobil yang terhenti tepat di depan rumah memotong kalimat Marsya. Tapi seolah sudah hafal suara mobil tersebut di luar kepala, Marsya mengul um senyum manis dan beranjak secepat kilat, seraya bergumam sendiri, "Lah itu Daniel sudah pulang.. Jam berapa ini..?"
"Bentar lagi kamu bakal liat aksi bucin nomer wahid.. Dijamin bikin geli campur envy sekaligus." bisik Muthia sambil terkekeh lirih.
Sementara di depan pintu, terlihat jelas oleh Keara bagaimana cantiknya Marsya tersenyum menunggu suaminya masuk ke dalam rumah. Senyuman sang suami juga tak kalah merekahnya. Pasangan sempurna. Dengan fisik keduanya yang juga nyaris sempurna. Sungguh kombinasi yang jarang ditemui.
Karena makna harfiah dari pasangan yang diketahui Keara adalah saling melengkapi. Banyak sekali dijumpainya sepasang suami istri yang kalau suaminya kurang ganteng, maka istrinya cantik sekali. Pun sebaliknya.
Atau yang paling banyak adalah istri yang cerewet, bisa ngomel panjang lebar. Tapi pasangannya adalah si suami pasrah nan pendiam.
"Sayang.. Tumben masih Jam dua udah pulang. senangnyaa..." Marsya membuka lengannya lebar-lebar. Memberi ruang agar sang suami tercinta bisa mendarat dengan sempurna ke dalam dekapannya.
Gayung bersambut. Sesosok pria dewasa bertubuh tinggi tegap masuk ke dalam rumah. Diikuti gerakan lembut melesak dalam pelukan kak Marsya. Meskipun harus sedikit menundukkan kepala dan merendahkan tubuhnya untuk bisa mendekap istrinya yang bertubuh mungil.
"Kamu kan lagi gak enak badan sayang.. Aku pengen nemenin kamu di rumah.." si suami mengangkat kepalanya, tanpa mengurai sepasang lengan kokoh yang melingkari pinggang Marsya. "Kelar meeting aku langsung pulang. Kerjaan lainnya kuserahkan pada Arman. Dia kan asistenku yang paling bisa diandalkan.."
'Oh, wait! Wajah suami kak Marsya keliatannya familier sekali. Bukan. Bukan artis.. Yaa walaupun sangat ganteng, gagah, eh ya ampuun.. bukan itu. Sadar K.. sadar.'
'Terus.. siapa tadi namanya? Daniel? dan asistennya namanya Arman? Jangan-jangan...'
"Ehheemm.." Muthia berdehem dengan setelan suara yang sengaja dikeraskan. Niatnya ingin mengusik pasangan bucin yang masih saja saling bertaut dalam pelukan hangat di depan pintu. Tapi nyatanya juga mengejutkan Keara yang sedang melamun.
"Eh sampai lupa ada tamu.." Marsya menyeringai, lalu menggandeng suaminya melangkah mendekati sofa ruang tamu tempat Muthia dan Keara duduk.
Kini Keara dapat melihat dengan jelas. Sosok lelaki dewasa tampan suami kak Marsya. Wajah bersih, hidung mancung, sorot mata tajam, dengan jambang tipis menghiasi rahangnya, Keara sudah bisa menilai lelaki di depannya ini adalah sosok sempurna.
Tak lupa senyum yang senantiasa terku lum manis dengan sebelah lengan yang melingkari pinggang si istri dan sesekali melempar pandangan penuh cinta kepada istrinya, fix menjadikan lelaki ini sebagai tolak ukurnya dalam mencari sosok suami idaman kelak.
"Ini, Dan.. Muthia malam ini mau nginep disini katanya Ardy ada tugas dari kantor harus ke Palembang." ujar Kak Marsya. Suaminya hanya menganggukkan kepala dengan ramah.
"Seperti biasa? Hemm okay.." sahut Daniel, yang lebih terdengar seperti nada mengejek Muthia.
"Kayak yang ga ikhlas gitu sih mas..?" Muthia merengut. Yang pasti hanya sebatas candaan. Karena sedetik kemudian dia tertawa lebar.
"Ikhlas kok.. ikhlas, Mut.."
"Terus, yang ini namanya Keara.. Teman SMA nya Muthia. Keara ini besok mau kerja di First Love.. Mau buat part time-an sambil ngerjain tugas akhir, gitu yaa, K..?" Kak Marsya melontar tanya pada Keara. Langsung dibalas dengan anggukan kepala Keara dengan cepat dan lugas.
"Keara, ini Daniel.. Suami kakak.." kali ini Marsya mengenalkan suaminya. Daniel tanpa ragu mengulurkan tangannya ingin bersalaman dengan Keara.
Keara tertegun. Wajah ini tidak asing. Meskipun wajah yang dilihatnya saat ini jauh lebih dewasa dari wajah yang tersimpan di memori otaknya. Dulu saat ia masih SD sampai SMP sering mencuri-curi pandang melihat sesosok wajah tampan setiap kali datang berkunjung ke tempat kerja ibunya.
Dengan sedikit ragu dan gugup, Keara mengulurkan tangannya menyambut tangan Daniel yang sudah lebih dulu terulur.
"Den Daniel kan? Den Daniel Wijaya?" lirih Keara. Takut salah orang.
"Oh iya.. Saya ingat siapa kamu.." Ujar Daniel mantap.
...----------------...
...----------------...
🌹 Happy reading
🌹 jadikan favorit kamu yaa.. biar update teruus kalau ada chapter baru 😉
🌹 klik like, komen, beri hadiah dan vote ... terima kasiih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Sunarti
teman masa kecilnya
2022-09-16
0
🌸 andariya❤️💚
semangat kak 💪💪🥰🥰🥰
2021-12-22
1
🌸 andariya❤️💚
next kak..🥰🥰🥰🥰💖💖💖💖
2021-12-22
1