NovelToon NovelToon

Suami Untuk Keara

Prolog

Keara berdiri mematung di antara kerumunan manusia yang tengah berselimut duka. Duka ditinggalkan oleh orang terkasih. Seseorang yang semasa hidupnya selalu bersikap baik, berpikir positif, dan menjadi lentera yang benderang untuk keluarganya dan orang-orang terdekatnya. Setidaknya, itulah penilaian Keara terhadap jenazah yang baru beberapa menit lalu dikebumikan.

Di hadapan gundukan tanah merah yang masih basah. Wangi bunga semerbak menghantarkannya bersemayam dalam damai. Semua tertunduk, mengamini doa-doa yang lantang dilafadzkan Gus Amir. Ustadz panutan seseorang di balik tanah kubur itu. Almarhum seorang yang sholeh, dan rajin memperdalam ilmu agama. Sering mengikuti pengajian dan ceramah Gus Amir di manapun. Tak menyangka, gus Amir lah kini yang berganti mendatanginya dan berdoa untuknya.

Matahari yang merangkak turun dengan anggun. Memancarkan cahaya kemerahan yang tertutup mendung gelap. Burung-burung hitam terbang lalu lalang di atas kepala. Kian mengisyaratkan hujan yang semakin dekat menyapa bumi.

Satu per satu pelayat mengundurkan diri setelah gus Amir menyudahi lantunan doanya. Tapi Keara masih mematung. Raganya enggan beranjak. Merasa jiwa di dalam kubur sana masih menginginkan hadirnya.

Farida, seorang ibu yang hati dan jiwanya sangat terluka menghantarkan putra kesayangannya yang pergi mendahuluinya, ke tempat peristirahatan terakhir, juga masih tertinggal di sana bersama Keara. Dengan wajah yang penuh dengan peluh, tubuhnya yang besar dan gemuk, lunglai tertindih duka mendalam. Beliau harus ditopang oleh putra sulungnya, mas Adi untuk bisa berdiri tegak.

Matahari kian beringsut turun hingga wujud dan terik sinarnya tak lagi dirasa garang. Ditambah lagi awan mendung yang nyaris menutup cahaya keemasan senja. Menghantarkan luruhnya bulir-bulir gerimis dari langit cakrawala.

Mas Adi mengeratkan dekapannya pada bahu sang ibu. Berisyarat tanpa kata bahwa sudah saatnya pulang dan mengikhlaskan buah hati yang teIah pergi. Beliau menurut. Namun sebelum pergi bu Farida menghampiri Keara. Beliau paham, kepedihan gadis muda ini juga cukup dalam. Dan melihat Keara tak kunjung meninggalkan pusara, terbit iba di hati kecilnya.

"K, maafkan mas Rizky yaa.. Dia tidak bisa memenuhi ikrarnya untuk menikahi kamu bulan depan." Bu Farida menyusut ingusnya. "Ikhlaskan mas ya, biar lapang kuburnya. Dan K juga bisa melanjutkan hidup yang lebih baik lagi.. Ibuk selalu doakan K biar lekas ketemu jodoh yang lebih baik.."

Bu Farida memeluk Keara. Lantas menumpahkan kesedihannya. Mereka berdua saling bersahutan menguar tangis, dan saling mendekap menguatkan satu sama lain.

"Sudah, Buk.. dan kamu K.. jangan menangis terus. Kasihan Rizky.. Dia tidak tenang kalau dua wanita kesayangannya belum mengikhlaskannya." ucap mas Adi. Kakak sulung Mas Risky.

Bu Farida dan mas Adi meninggalkan area pemakaman yang lokasinya tak jauh dari rumah mereka. Bu Farida mengingatkan agar Keara juga segera pulang. Mengingat sore yang sudah beranjak mendekati malam dan rintik gerimis yang semakin pekat.

Keara hanya mengangguk mengiyakan. Tapi nyatanya sepeninggal Bu Farida, Keara justru terduduk lunglai dengan lengan mendekap batu nisan. Nisan yang terukir nama seorang yang begitu dekat di hati Keara. Yang seharusnya akan mengucap ijab qabul dan menghalalkannya sebulan lagi. Tapi rencana dan harapan itu terkubur bersama raga sang pria. Tanpa sanggup dicegah oleh Keara.

Nisan itu bertulis nama, Rizky Aditama Putra. Pria yang baru saja dikebumikan. Yang membuat Keara patah hati sepatah-patahnya.

Keara mengingat pertemuan terakhirnya dengan Rizky. Malam itu, Rizky baru saja pulang dari kantornya. Ia bekerja lembur sampai pukul 8 malam. Alih-alih pulang ke rumah, Rizky malah membeli martabak manis rasa coklat keju dan membawanya ke rumah Keara. Sudah tiga hari ia tidak bertemu dengan gadis manis itu. Ia sungguh merindukan K.

"Apa gak papa K, mas datang jam segini?" ucap Rizky saat itu.

"Gak papa lah mas.. Ada ibu dan mas Arman juga kok di dalam."

"Syukurlah.. Mas kangen sama kamu." Rizky tersenyum. Senyum yang menular pada K yang seketika juga mengukir senyuman.

Entah firasat atau bukan, malam itu K merasa Rizky sangat tampan, wajahnya bersih dan cerah. Senyumnya manis dan meneduhkan. Padahal seharusnya wajah lelah lah yang ada. Karena dia baru saja pulang lembur.

'Ah.. sepertinya karena saking rindunya aku pada Mas Rizky.. Tiga hari tidak ketemu karena kesibukannya di kantor tiap kali mendekati deadline SPT tahunan.. Sampai-sampai aku pangling. Mas Rizkyku kan emang ganteng. Apanya yang aneh..?' batin K dalam hati.

Mas Rizky menghabiskan waktu bercengkrama di teras rumah dengan Keara, sembari menyantap martabak manis yang tadi dibawakannya. Mas Arman, kakak satu-satunya K, juga sempat menyapa Rizky dan berbincang tentang riweuhnya tiap kali mendekati tenggat lapor pajak SPT tahunan.

Pukul 10 malam, Rizky pamit pulang ke rumah. Keara mengantarnya hingga ke depan pagar rumahnya. Dengan sabar menunggu calon suaminya itu mengenakan jaket, menunggangi Honda CBR-nya, lalu bersiap memakai helm full face. Tapi sebelum wajah tampan itu tertutup helm, Rizky menyempatkan menoleh kembali pada K, dan melengkungkan senyuman manis di wajahnya. Matanya berbinar, membuat K takjub menerima pancarannya.

"K, mas sayang banget sama kamu.." ucap Rizky tiba-tiba, membuat K tersipu, senang tak terkira.

"Aku juga sayaaang banget sama mas.. Mas hati-hati yaa di jalan.." K mengulurkan tangannya untuk salim pada sang calon suami. Setelahnya, Rizky tak juga mengenakan helm. Seakan ada yang mengganjal pikirnya, tapi sulit tersampaikan lisannya.

"K, ehmm...."

"Kenapa mas?"

Beberapa detik Rizky terdiam. hanya memandang Keara tanpa jawab. Hingga akhirnya ia putuskan menyudahinya.

"Ah.. engga.. gak papa.."

"Kamu cepet istirahat yaa.. sudah malam. Gak perlu nunggu mas sampai rumah.. Nanti mas WA kamu kalau sudah di rumah."

Keara hanya mengangguk. Meski penasaran, ia memilih memendam tanyanya.

Rizky tersenyum, nampak begitu tampan dan menyihir indera penglihatan Keara. Jantung Keara serasa berdegup dengan ritme yang lebih cepat. Senyum manis Rizky masih terpancar melalui netranya, meski sekarang helm full face hitam menutup sebagian besar wajahnya. Keara melambaikan tangannya saat motor besar Rizky mulai meraung dan bergerak menjauh.

Siapa yang menyangka, ukiran senyum indah di wajah tampan Rizky malam itu jadi senyum terakhir yang dilihat Keara? Ungkapan rasa sayang yang diucap juga sebagai salam perpisahan mereka. Dan Keara benar-benar tak perlu menunggu Rizky sampai di rumah, karena Rizky nyatanya juga tak akan pernah bisa lagi mengirim pesan kabar sampainya dia di rumah.

"Uhhhuhuuhuuaa..." tangis Keara semakin pecah. Bersamaan dengan itu, gerimis yang tadi memercik sekarang berganti hujan yang mengguyur tenang. Sedangkan matahari semakin tak terlihat sinarnya, pertanda malam segera datang.

Keara membiarkan hujan membasahi tubuhnya. Ia relakan langit yang seolah turut berduka atas laranya. Lagipula dengan demikian, tak akan ada yang melihatnya menangis tersedu-sedu di pusara Rizky.

Sekian menit Keara masih terkulai memeluk batu nisan Rizky. Di kepalanya penuh dengan kenangan-kenangan manis bersama Rizky. Lelaki yang ia kenal dalam dua tahun ini, dan enam bulan lalu ia mantap melamar Keara. Semua angan-angannya menikah muda dengan seorang lelaki yang baik hati, sabar, dan calon imam yang ia percaya bisa membimbing langkahnya, lagi-lagi harus ia pupus.

Lama Keara meratapi kepedihannya di bawah guyuran hujan. Ia tenggelam dalam kekalutan hatinya sendiri, hingga ia tidak sadar entah sejak kapan air hujan tak lagi menghujam tubuhnya. Seseorang membentangkan payung di atas kepalanya, dan merelakan tubuhnya sendiri basah terkena air hujan. Dia melindungi gadis itu dalam diam. Tak ingin mengganggu Keara dan segala pelampiasan dukanya.

Keara mengangkat kepalanya, melihat keberadaan payung di atas kepalanya, lantas bertanya-tanya siapa yang melindunginya.

"M-mas Harris?"

"Sudah dekat maghrib K, lebih baik kamu pulang. Kamu sudah melewatkan sholat Ashar, jangan sampai maghrib pun terlewat." ajak Harris. Keara tetap bergeming.

"Jangan memberatkan perjalanan Rizky dengan air mata kamu.. Ikhlaskan Rizky, biar dia tenang menjalani kehidupan barunya yang lebih abadi."

Keara mengangguk lantas berdiri. Mendorong payung yang diangsurkan Harris kepadanya. "Buat mas Harris saja payungnya. Mas Harris sampai basah begitu..."

"Tidak apa apa. Ayo mas antar pulang."

Entah tersihir apa sampai Keara menuruti pria yang ia kenal sangat dingin ini. Keara berjalan dengan payung di atas kepalanya, sedangkan Harris tetap diguyur hujan. Penolakannya tidak digubris dan K sedang tidak ingin berdebat.

Keara masuk ke dalam sedan hitam Harris, lantas sedan itu melaju menembus hujan. Tidak ada percakapan apapun. Yang ada hanya isakan Keara sisa tangisnya tadi. Harris, Sahabat karib mas Rizky itu, memang layaknya sebongkah gunung es, yang menjelma menjadi manusia. Itulah yang selalu ia katakan pada Rizky dulu. Dan Rizky selalu tertawa.

"Harris memang anyep begitu, tapi dia sangat baik K.. Dia sahabatku yang selalu ada di saat-saat baik dan burukku.." Ujar Rizky kala itu.

Beberapa saat mobil itu berhenti di pelataran sebuah masjid besar. Mereka memutuskan menunaikan ibadah sholat maghrib terlebih dahulu. Sembari Harris berganti pakaian kering yang ia simpan di bagasi mobil.

"Aku maghriban dulu di sini." hanya itu kalimat yang diucap Harris. Tidak ada ajakan pada K, tapi K sudah paham wataknya. Dia bergegas turun sesaat Harris turun dari mobilnya. Keara berjalan menuju tempat wudhu wanita dan membersihkan diri disana.

...----------------...

...----------------...

🌹 Happy reading

🌹 jadikan favorit kamu yaa.. biar update teruus kalau ada chapter baru 😉

🌹 klik like, komen, dan voootteeee

Galen

Namanya Keara Assyifa.

Teman-teman dan orang terdekatnya memanggilnya 'Ke'. Atau lebih singkatnya K.

Just K.

Gadis ceria yang punya mimpi menikah muda.

Sangat menyenangkan setiap kali ia membayangkan akan memiliki anak-anak saat usianya belum lanjut. Selisih usia yang tidak terpaut jauh, akan membuat ia mudah bergaul dengan anak-anaknya. Ia juga akan terlihat seperti teman sepantaran anak-anaknya. Mengingat tinggi badannya yang tak terlalu menjulang tinggi. Bahkan bisa dibilang mungil.

Berharap sepantaran dengan anak-anaknya? Padahal seperti apa rupanya 20 tahun ke depan juga tidak tau. Sudah pasti menua. Yaah namanya juga mimpi..

Namun, takdir cintanya berkata lain. Hingga umur 24 tahun mimpi itu tak kunjung terwujud. Dua kali jalinan cintanya kandas. Harapan menikah muda pun pupus. Kini ia ingin mengubur mimpi itu. Bersama dengan raga mas Rizky yang sudah dikebumikan.

Lepas sholat maghrib di masjid yang berada tak jauh dari lokasi pemakaman, Keara diantar pulang oleh sahabat dari mas Rizky. Harris. Pria dingin itu tetap tanpa kata.

Baju basahnya tadi telah berganti sweater hitam dan jeans warna terang. Membuat Keara sedikit merasa tenang dan tak harus merasa bersalah melihat Harris yang kebasahan akibat payung yang dipakai Keara tadi. Baju Keara juga sedikit basah sebenarnya, tapi dia sedang tidak punya keinginan untuk berkeluh kesah.

"Makasih sudah mengantarku pulang, mas.." ucap Keara sesampainya di rumah.

Harris hanya mengangguk. Kedua sudut bibirnya sedikit tertarik. Tapi wajahnya tanpa ekspresi. Ia melajukan mobilnya setelah Keara turun dan terlihat masuk ke dalam rumah.

Keara bergegas mandi, berganti pakaian, lalu bersiap keluar rumah lagi. Di meja makan, ibu dan mas Arman terlihat sedang berbicara, tapi begitu melihat Keara keduanya kompak menutup mulut.

"Kok sudah rapi lagi. Kamu mau kemana K?" tanya ibu.

"Ke rumah mas Rizky, Bu.. mau bantu-bantu acara pengajian mas Rizky."

"Makan dulu K, nanti mas Arman antar.." sahut mas Arman.

"Gak usah mas.. Naik motor sendiri aja.."

Keara bukan sok kuat. Dia memilih untuk mengendarai sendiri motor maticnya karena dengan begitu, ia bisa melakukan kebiasaan lamanya. Menangis sambil menyetir. Aman, sebab tidak akan ada yang melihat. Terutama Ibu dan mas Arman. Tenang, sebab suara isakannya akan kabur diterpa angin dan deru mesin motor. Bebas, sebab ia bisa berlama-lama menangis sambil mengitari jalanan kota. Tak ada batasan waktu.

Hal itu sudah menjadi kebiasaan lamanya. Ya, lama sekali. Karena selama dua tahun belakangan, ia tak pernah lagi menangis. Sejak ia mengenal Rizky. Lelaki itu tidak pernah membuat Keara menangis.

Ibu bangkit dari duduknya. Menghampiri Keara, lantas mengusap lembut kedua bahu putrinya. "Sabar ya, Nak.. InsyaAllah Rizky sudah tenang di sana."

Keara tertunduk. Air mata yang baru susut ketika ia mandi tadi, kini mendesak keluar lagi.

"Jangan berlarut-larut sedihnya.. Nanti Rizky juga sedih.. Dia juga pasti ingin kamu melanjutkan hidupmu dengan baik." lanjut ibu menghibur Keara. Beliau jelas tahu, jiwa Rizky sudah punya urusan sendiri dengan Rabb-nya di atas sana. Tidak mungkin ikut bersedih dan merasakan beban kepergiannya yang dirasakan Keara.

Keara bergeming.

"Lanjutkan kuliah sampai selesai, cari kerja di bidang yang kamu sukai, raih karir yang bagus, merawat diri, berteman, bersenang-senang, Lakukan semua yang kamu inginkan K.. InsyaAllah kamu juga akan bertemu dengan jodohmu. Segera."

Keara tetap bergeming. Ia paham maksud ibunya yang tak ingin ia terpuruk dan menutup hati. Namun hari ini ia juga tidak memiliki daya untuk berkata-kata membalas ucapan Ibu.

Ibu tak punya alasan menahan Keara. Ia biarkan putrinya itu pergi dengan mengendarai motornya dengan tangis yang belum sepenuhnya reda. Keara pun dengan leluasa melanjutkan tangisannya di atas matic, sembari melaju ke rumah mas Rizky.

Keara selalu diterima di rumah Rizky. Begitupun hari ini. Ketika raga Rizky tak lagi bisa menyambut kedatangan Keara di rumahnya. Raga itu telah pergi untuk selama-lamanya.

Keara sudah mengenal baik ibu dan ayah Rizky, mas Adi kakak Rizky, dan Angga, juga Ica adik-adiknya. Mereka menerima kedatangan Keara dengan tangan terbuka. Ica, si bungsu yang seusia dengannya, juga langsung menghambur memeluk Keara begitu melihat gadis itu datang.

Rumah sederhana di kompleks perumahan di pinggir kota itu penuh dihadiri para tetangga, teman-teman, dan keluarga besar Rizky yang datang dari Kediri dan Semarang. Semua berkumpul dan berdoa sebanyak-banyaknya demi ketenangan dan kelapangan kubur orang yang mereka sayangi.

Pribadi Rizky yang baik dan ramah tentu memberi kepiluan tersendiri di hati orang-orang terdekat. Kepergian Rizky di usia yang cukup muda, 28 tahun, sangat mengejutkan semua orang. Terlebih kepergiannya yang terasa sangat mendadak. Tak ada firasat dan pesan terakhir yang terucap.

Malam itu, sepulang dari rumah Keara, setelah ia lembur di tempat kerjanya, sebuah kecelakaan maut merenggut nyawa. Motor Rizky oleng dan menabrak pembatas jalan flyover. Rizky meninggal di tempat kejadian.

Menurut saksi yang melihat langsung kecelakaan itu, motor Rizky hendak menghindari sebuah mobil yang bergerak tak tentu arah. Ke kanan dan ke kiri dengan decit rem dan raungan gas yang tak teratur bunyinya. Jelas, mobil itu dikendarai oleh seorang yang sedang mabuk.

Kondisi jalanan flyover malam itu tidak begitu ramai. Mobil mabuk itu datang dari arah berlawanan dengan kecepatan yang cukup membuat Rizky kelabakan. Rizky yang tidak siap dengan keadaan itu, membanting stir ke kiri tanpa perhitungan matang langkah selanjutnya. Ia pun menabrak pembatas jalan, kemudian tubuhnya terlempar jauh ke arah tengah jalan. Ia meregang nyawa di jalan. Bahkan sebelum ambulance datang memberi pertolongan, malaikat maut lebih dulu datang menyapa.

Meskipun itu disebut kecelakaan tunggal, tapi bagi Keara tetap mobil sia lan itulah penyebab kematian Rizky.

Menurut saksi, mobil itu sempat berhenti sebentar. Lalu melaju kencang dan dalam sekejap saja tak terlihat lagi wujudnya.

Keara terus datang ke rumah Rizky hingga malam ke 7 kepergiannya. Ia juga melihat Harris di sana. Tidak ada keinginan keduanya untuk bertegur sapa. Cukup dengan anggukan kepala saat sesekali bertemu pandang.

Malam ini, di malam ke 7 kepergian Rizky, Keara meyakinkan hatinya. Bahwa kepergian Rizky nyata adanya. Lelaki itu tak akan kembali. Selamanya. Ibu Farida juga meyakinkannya berkali-kali. Bahwa Keara harus melanjutkan hidupnya. tanpa Rizky. Sama seperti nasehat ibunya.

Sepulang dari rumah Rizky, Keara memarkir motornya di bahu jalan, di sisi sebuah taman di ujung jalan yang berada di kompleks perumahan elite Citraland. Cukup jauh dengan rumahnya sendiri. Taman ini sudah tak pernah ia datangi selama dua tahun terakhir. Taman yang menjadi saksi rapuhnya Keara.

Keara duduk di bangku yang terbuat dari batu. Keadaan taman yang tidak terurus dengan baik. Lampu penerangan yang kurang, membuatnya nyaman duduk sendiri dalam keremangan. Serta tak banyak dikunjungi orang.

Keara merasa tempat ini masih sama nyamannya seperti enam tahun lalu. Saat dia memilih taman ini ketika sesak memenuhi dadanya setiap kali Nico, mantan pacarnya yang playboy, berulah.

Air mata Keara seakan sudah habis. Ia hanya duduk dan tak ada tangisan. Matanya sudah mengembung sempurna. Bengkak. 7 hari ia kuras air mata itu tanpa berhenti. Kini tangki air dari sepasang netra indah itu telah kosong.

Lama Keara duduk di sana. Tiba-tiba Seorang lelaki dengan masker hitam dan topi baseball duduk di sampingnya. Keara menoleh. Lalu tersenyum setelahnya.

"Galen.." lirih Keara.

"Lama kamu gak kesini. Pasti ada yang membuatmu ingin menangis kan?"

Keara mengangguk.

"Mau es krim?"

Keara tertawa kecil. Ia juga bingung bisa dekat dengan lelaki ini. Lelaki yang tak ia kenal. Bahkan Keara tidak pernah tau siapa namanya. Mereka berdua hanya bertemu di taman ini. Sejak enam tahun yang lalu. Sejak Keara datang ke taman ini dan numpang nangis disini. Lelaki ini selalu memberinya es krim setiap kali tangis Keara surut.

Galen. Tentu saja itu bukan nama aslinya. Itu nama buatan Keara, karena lelaki ini enggan memberi tahu namanya. Daripada susah untuk dipanggil lebih baik diberi nama sendiri kan..

Nama Galen mempunyai arti penyembuh luka. Dalam bahasa Yunani, artinya penolong. Sedangkan dalam bahasa Karakteristik, artinya pembicara yang menarik dan cerdas, memiliki kemampuan berbicara yang baik, penuh semangat, sangat mudah beradaptasi, romantis, dan penuh ide, dan dalam bahasa Latin, artinya tenang.

Keara memberi nama Galen karena memang menganggap cowok misterius ini sebagai penyembuh lukanya. Ia yang selalu ada di saat dulu ia menangisi cinta pertamanya. Meskipun selalu menyamarkan wajahnya dengan masker, topi, dan duduk di bawah bayangan pepohonan, sehingga Keara benar-benar tidak bisa melihat jelas wajahnya, tapi Keara yakin ia bukan orang jahat yang mengancam keselamatan.

"Aku bukan ABG labil lagi.."

"Memangnya cuma abg labil yang makan es krim?" Galen melirik Keara sekilas. Lalu membuang pandangnya ke jalan raya di depannya.

"Apalagi sekarang? Apa pacarmu yang baru selingkuh lagi?"

"Engga. Pacarku yang baru sangat setia. Ia menyayangiku sampai akhir hayatnya."

...----------------...

...----------------...

🌹 Happy reading

🌹 jadikan favorit kamu yaa.. biar update teruus kalau ada chapter baru 😉

🌹 klik like, komen, dan vote

terima kasiiiih

Time flies (not so fast)

Mohon maaf untuk yang sudah pernah baca story ini sebelumnya. Karena ada 5 bab yang author hapus.

Mempertimbangkan penjabaran flashback yang terlalu panjang dan bertele-tele.

Author singkat saja cerita cinta Keara yang ada di masa lalu. Fokus cerita dengan alur maju terus pantang mundur 😁

Biar ga berlama-lama ada di masa lalu.

Karena yang berlalu biarlah berlalu..

Let by gone be by gone 😉

*Happy reading..

*Mari berpetualang di dunia cinta Keara 🌹

______________________________________________

...-- 2 bulan kemudian setelah kepergian Rizky. --...

Pagi yang cerah menyapa. Udara segar dengan titik-titik embun di dedaunan taman seakan menjadi pelengkap yang melenakan. Menggodanya untuk bergelung di balik selimut lebih dalam lagi. Lebih nyaman lagi.

Sinar matahari mulai nyalang menerobos ke celah terkecil sekalipun. Menghantarkan hangat, meski dengan sinar menyilaukan yang mengusik tidur pulas Keara.

"K.. bangun Nak..." suara teriakan ibu sukses menarik Keara keluar dari taman mimpi. Membuat matanya membulat dan tak bisa terpejam lagi.

"Katanya pagi ini mau ke kampus....?"

Keara tidak menjawab pertanyaan ibunya. Dia memilih untuk bangkit dan mengecek ponselnya. Pukul 6.23 . Masih ada waktu sebenarnya sebelum janji bertemu dosen pembimbing jam 8 pagi nanti. Namun niat goler-goler ria ia urungkan demi mendengar teriakan ibu untuk yang kesekian kalinya.

Keara duduk di meja makan. Sudah ada ibu dan mas Arman di sana. Ia lalu menyendok nasi dan mengguyurkan kuah soto yang masih mengepulkan asap di atas nasi. Hmmm.. Kenikmatan sejati. Masakan ibu tidak pernah tidak menggiyurkan.

"Kamu kok jam segini baru bangun..? Emangnya ga sholat shubuh?" Ibu membuka obrolan pagi ini.

"Libur Bu.. 'Palang merah Indonesia'." jawab Keara seraya menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Gimana skripsimu, K?" tanya mas Arman, membuat hatinya mencelos setiap kali skripsinya dipertanyakan.

Keara nyengir, "Lancar mas.. InsyaAllah."

"Semester ini sudah lewat kan buat ngajuin ikut sidang proposal? Berarti paling tidak semester depan harus sudah lulus.." Mas Arman lagi-lagi nembak on point tepat di jidat Keara.

Semester ini dia jelas tidak bisa lulus. Karena pengerjaan skripsi yang molor, akibat moodnya yang masih tertinggal di pusara Rizky. Keara baru mulai aktif mengerjakan kembali tugas akhirnya itu beberapa minggu ke belakang. Akibatnya, ia tertinggal mengikuti ujian proposal skripsi semester ini.

"Kalau sudah lulus, aku bisa rekomendasiin kamu masuk ke kantor mas Arman. Mumpung masih ada jabatan kosong di staf keuangan yang dulu ditinggal sama istri bosnya mas.."

"Iya, mas.. Tapi masih semester depan lulusnya. Hehee... Semoga semester depan masih kosong yaa lowongannya.."

"Liat saja nanti.. Yang penting selesaikan dulu kuliahmu." pungkas mas Arman. Keara hanya mengangguk lemah, sembari menuntaskan suapan terakhir sarapannya.

Keara memang harus didesak. Meskipun ibu dan kakaknya tidak sekalipun menekannya, tapi ia tahu diri. Usianya terus bertambah. Sedangkan pencapaian diri yang ia gadang-gadang sejak semasa sekolah, masih nol persen yang teraih. Menyedihkan.

Kuliah, menikah muda, punya anak-anak menggemaskan di usia pertengahan 20an, bekerja sambil mengurus rumah tangga. huuufftt.. Semua mimpi satu persatu beterbangan seperti debu yang tertiup angin puyuh. Di usia yang menginjak 24 tahun ini tidak satupun dapat diraih.

Ia memulai kuliahnya di usia 20 tahun. Dua tahun gap year karena ingin bekerja untuk membiayai dirinya sendiri selama kuliah. Itu yang ada di benaknya dulu. Meskipun dua tahun jelas lebih lama dari rencana semula yang ingin gap year setahun saja. Demi mengisi pundi-pundi uang saku yang memadai.

Ia bisa saja memperoleh beasiswa, tapi untuk kebutuhan sehari-hari? Dia tidak ingin merepotkan ibu dan mas Armannya. Mereka berdua sudah bekerja sangat keras. Ibu bahkan menjadi asisten rumah tangga sejak Keara masih berumur 6 tahun dan baru pensiun dua tahun lalu, demi membiayai sekolahnya, demi dapur tetap ngebul, dan demi melunasi hutang-hutang yang ditinggal kabur sang ayah. Bia dab memang.

Namun rencana tinggalah rencana. Tuhan telah menuliskan cerita yang jauh berbeda dengan rencana Keara. Hubungan cintanya yang berantakan selalu berbanding lurus dengan pendidikan dan kariernya.

Ia terbuai dengan indahnya mimpi merajut mahligai dengan seorang yang terkasih. Dialah Cinta pertamanya, pacar pertama, dan lelaki pertama yang mengenalkan indahnya cinta pada Keara. Kemudian ditinggalkan dengan luka pengkhianatan yang menganga begitu perih.

Susah payah ia bangkit lagi. Menemukan cinta baru yang lebih istimewa. Mampu membimbingnya mendekat pada Robbnya. Namun lagi-lagi harus merasakan pedihnya kehilangan. Kehilangan mas Rizky yang seharusnya hari ini sudah resmi menjadi suaminya. Kalau saja kecelakaan naas malam itu tidak menimpanya. Membuyarkan mimpi-mimpi yang ia rangkai meski sempat hancur.

Namun sekarang asa itu kembali hancur. Puing-puingnya bahkan sudah tercerai berai. Terlalu sulit untuk dirangkai kembali. Keara memilih untuk menguburnya dalam-dalam. Jauh di dasar hati dan enggan ia ungkit lagi.

Kini ia tengah merangkai mimpi baru. Lulus kuliah secepatnya lalu bekerja di kantoran dan membahagiakan ibunya tersayang. Tidak lagi menjadi beban bagi ibu dan kakaknya.

...----------------...

"K.......!"

Keara memutar kepala demi menemukan sosok yang memanggilnya dengan amat nyaring. Sampai-sampai hampir semua pengunjung mart saat ini juga menoleh padanya.

"Muthia..?" gumam Keara setengah ragu dengan penglihatannya. Ia sampai harus membulatkan matanya. Memastikan siapa yang ia lihat.

Seorang wanita (muda) cantik yang tengah hamil. Menenteng keranjang belanja seraya melambaikan tangan ke arahnya. Wanita itu berjalan dengan langkah cepat menghampiri Keara.

Kalau dia tidak salah mengenali orang, wanita cantik itu adalah Muthia. Temannya semasa SMA.

"Ya ampuuun.. ini bener Muthia? Mumuu?" pekik Keara girang. Begitu jarak mereka mulai mengecil.

Wanita itu mendekat, lantas menghambur langsung memeluk tubuh mungil Keara. Melesakkan perut buncitnya. Hingga keduanya akhirnya terkekeh dengan heboh.

Ternyata memang Muthia. Teman sekelasnya selama tiga tahun di SMA. Meskipun tidak bersahabat karib layaknya Keara dengan Ocha, dan.. ehmm.. Mayra (dulu). Tapi hubungannya dengan Muthia cukup baik.

"iihh Lama gak ketemu.." Keara mengusap lengan Muthia.

Muthia nyengir, "Iya yaa.. terakhir kita ketemu pas di nikahan aku.. Udah 8 bulan lebih gak sih?"

Keara mengangguk sembari mengulum senyum lebarnya. "ini perut udah buncit aja... Udah berapa bulan, Mu?"

"Dua puluh empat minggu, K.. alias 6 bulan.."

Melihat keadaan Muthia saat ini, jelas menyentil luka lama di hatinya. Sehingga muncul setitik perih yang coba dihalaunya.

Muthia, di usia yang sama sepertinya. 24 tahun. Sudah lulus kuliah. Bekerja sebagai staf marketing di sebuah bank asing yang cukup punya nama. Sudah menikah dengan lelaki mapan, karyawan sebuah perusahaan bertaraf internasional. Dan sudah mengandung benih dari cintanya. Sempurna.

Kehidupan seperti Muthia lah yang sejatinya ia idam-idamkan. Namun Takdir justru mengombang- ambingkannya. Dua kali ia dibuat kehilangan sosok yang ia kira sebagai jodohnya. Tapi dia menutup rapat pikirannya ini. Tak ingin 'lagi-lagi' harus menyalahkan ketetapan Nya. Istighfar, K... Istighfar..

"Eh.. Kamu kok bisa ada di sini?" ujar Muthia membuyarkan lamunannya.

"Kampus aku dekat sini. Abis ketemu sama dospem. Maklum Mu.. lagi skripsian. Telat masuk kuliah.." Keara mengangkat keranjang belanjanya yang berisi beragam snack dan minuman. "Ini lagi ngisi lumbung persediaan bahan bakar biar semangat begadangnya.. kelarin skripsi.."

"Jangan gitu.. Gak ada kata terlambat untuk segala sesuatu K..." Muthia dengan lembut menyapu lengan atas Keara. Seakan menyalurkan energi positif agar Keara tidak lagi merasa rendah diri.

"Lagian otak kamu kan lebih encer dari pada aku.. Jadi was wuss pasti langsung beres dah itu skripsyong.."

"Wass wuss bablas angine? ih suka ngadi ngadi deh kamu, Mu.. Ini aja kepala udah pening mikirin skripsi tiap hari." seloroh Keara. Mengundang tawa Muthia.

"Jam segini kamu ga kerja?"

"Aku udah disuruh resign sama mas Ardi, K.. Baru kemarin resmi jadi pengangguran. Katanya sih biar ada jeda waktu buat istirahat dulu gitu sebelum lahiran. Biar punya lebih banyak waktu untuk me-time.. hehee.."

"Suami kamu pengertian banget ya Mu.."

Muthia mengangguk tanda setuju. "Alhamdulillah K.. Yaa.. sebelas dua belas sama calon suami kamu, siapa namanya K? Yang kamu bawa ke resepsi nikahan aku dulu itu.."

"Mas Rizky?" Keara tersenyum getir. "Iya sih dia perhatian banget. Tapi sayangnya, ada yang lebih sayang sama mas Rizky, selain aku Mu.."

Muthia menatap dengan pandangan penuh tanya.

"Mas Rizky meninggal dunia dua bulan yang lalu, Mu.. Karena kecelakaan."

Muthia menutup mulut dengan sebelah tangannya, dengan tatapan sayu penuh keprihatinan, ia bergumam lirih, "Innalillahi wainna ilaihi rojiun..."

"Aku turut berduka ya K.. Maaf.. aku benar-benar baru tahu kabar ini.."

"Iya, Mu.. Makasih.." Keara tersenyum, sembari menyembunyikan kegetiran dalam netranya dalam-dalam. Ia kira dengan mengikhlaskan Mas Rizky, menjadikannya cukup kuat untuk membicarakan kepergiannya. Namun hari ini ia merasa hatinya masih rapuh tiap kali mengingat Rizky yang tak lagi ada di dunia ini.

"By the way.. Kamu tinggal di daerah dekat sini?" Keara melontar tanya, demi mengalihkan topik dari mas Rizkynya tersayang.

"Bukan aku K.. Tapi kakakku. Kak Marsya. Dia tinggal di daerah sini setelah menikah.. Itu rumahnya di kompleks depan itu tuh."

"Oh iya iyaa.. Jadi Kak Marsya juga sudah menikah sekarang? Aku turut senang.. Sampaikan salamku ke kakak kamu ya K.."

"Salamin sendiri aja.." Muthia mengerling padanya. "Yuk mampir ke rumah Kak Marsya."

...----------------...

...----------------...

🌹 Happy reading

🌹 jadikan favorit kamu yaa.. biar update teruus kalau ada chapter baru 😉

🌹 klik like, komen, beri hadiah dan vote ... terima kasiih

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!