Aku masih tercengang oleh keputusan yang telah orang tuaku dan orang tua Khalif ambil. Mengenai perjodohan, arrghh ! Aku tidak ingin menikah dengannya dan bahkan lebih parahnya lagi aku tak punya alasan lain selain ketidaksiapanku ini. Jika saja aku menuruti apa yang dikatakan Dira waktu itu kalau aku sebaiknya terima Robby jadi kekasihku, mungkin akan lebih membantuku yang terjebak sekarang.
Papaku mengatakan bahwa aku dan Khalif tidak menikah sekarang. Melainkan enam bulan lagi. Bagiku entah itu hari ini atau bahkan enam bulan lagi semuanya sama saja, toh aku juga harus terpaksa menikah dengannya.
“Dalam enam bulan ke depan kalian akan melakukan pendekatan. Kita semua tahu kalian baru bertemu hari ini dan sangat jelas kalian akan menolaknya. Untuk itu kami memberikan waktu bagi kalian untuk saling mengenal satu sama lain. Siapa tahu memang jodoh bukan ?” jelas Papaku yang diikuti oleh anggukan yang lainnya, kecuali aku dan pria itu.
“Kalau dalam waktu itu aku dan dia tak memiliki kecocokan bagaimana ? Apakah perjodohan ini bisa batal ?” tanyaku to the poin. Aku harus menyuarakan hatiku.
“Iya. Perjodohan bisa saja dibatalkan, tapi kalian juga harus berusaha untuk saling menerima satu sama lain. Itu syaratnya” aku tersenyum masam mendengar penjelasan barusan. Berusaha menerima satu sama lain, apa aku bisa menerima pria yang duduk di hadapanku ini dengan segala sifat dingin dan cueknya sekarang. Dia sungguh acuh dengan semua yang terjadi, juga dia berpura-pura seolah tak terjadi apapun di meja makan ini.
Matanya masih terfokus pada sendok dan garpu. Kenapa aku harus menikah dengannya ? Itulah pertanyaan yang melintas dalam benakku.
Khalif yang sudah selesai makan langsung beranjak dari kursinya. Aku sempat kaget karena dia langsung pergi begitu saja. Beberapa detik kemudian aku meminta izin untuk segera menyusulnya. Dia berjalan ke arah halaman belakang. Khalif menghentikan langkahnya karena mungkin tahu kalau aku membuntutinya.
“Ada apa ?” tanya Khalif padaku. Aku segera berjalan menghampirinya yang masih membelakangiku dan kini aku tepat berada di depannya.
“Kenapa kamu diam saja tadi ? Apa kamu setuju dengan semua ini ? Aku hampir gila sekarang mengetahui perjodohan bodoh ini” ucapku kesal. Ku harap aku hanya bermimpi buruk dan bisa bangun segera. Ku pikir orang tuaku takkan melakukan hal semacam ini. Aku sudah cukup pusing jika ditanya mengenai kapan nikah, sekarang aku jauh lebih pusing dan kesal karena aku harus dipaksa menikah dengan orang yang tidak ku kenal.
Aku mencoba mengendalikan diriku yang hampir saja meneteskan air mata. Aku tersadar bahwa lagi-lagi hanya aku yang mengoceh. Aku mendongak menatap wajahnya yang… tampan. Ah ralat, menyebalkan.
“Sudah selesai ? Hemm seharusnya kamu tak perlu susah payah mengoceh di sana, mereka tidak akan mendengarkan apa yang kamu katakan. Orang tua selalu saja menganggap anaknya sebagai anak kecil. Sekeras apapun kamu menolak perjodohan itu tetap saja mereka lakukan” ucap Khalif. Dari bicaranya seakan dia tak terlalu dekat dengan orang tuanya dan seolah hal ini sudah biasa terjadi kepadanya, tak pernah dihargai untuk suatu keputusan.
Aku mengerutkan kening. Ingin sekali ku tanyakan apa yang dia maksud. Mendengar dari nada bicara dan raut wajahnya, kenapa aku jadi kasihan. Maksudku dia tampak seperti seorang yang kesepian. Ah, apa peduliku. Aku hanya ingin perjodohan ini dibatalkan.
“Jadi sekarang apa yang dilakukan ? Berarti kamu juga menolak ‘kan ?” aku mencoba untuk bernegosiasi. Khalif pun berhasil meraih smartphone dari dalam saku celananya.
“Berapa nomor teleponmu ?”.
Aku bingung.
“Nomor teleponmu” ucapnya sekali lagi kepadaku yang masih bengong. Aku segera merampas smartphone miliknya itu dan menyimpan nomorku di kontak teleponnya.
“Aku akan menghubungimu, kita bicarakan besok di suatu tempat” kata Khalif yang kemudian berlalu melewatiku dan duduk di gazebo. Aku melihat ke arahnya sebentar baru kemudian pergi dari tempat itu.
Seperti biasanya mentari selalu bersinar tanpa sungkan dan cahaya tanpa permisi langsung menerobos kamar tidurku. Ku harap aku bisa secerah pagi ini, namun nyatanya itu mustahil mengingat apa yang terjadi padaku kemarin malam.
Rasanya aku malas sekali menghadapi keadaan yang mengharuskanku untuk menerima perjodohan yang tak ku inginkan. Bahkan turun ke bawah untuk sekedar sarapan pun kakiku begitu berat melangkah. Dari tadi Mama dan Papa sudah menggedor-gedor pintu kamarku untuk mengajak sarapan dan ditambah mungkin mereka khawatir karena takut aku melakukan hal-hal bodoh karena keputusan mereka.
“Al, turun Nak, sarapan dulu nanti kamu sakit” ajak Mama. Sebenarnya aku juga nggak tega liat Mama segitu khawatirnya kepadaku tapi aku masih sebal. Aku masih saja betah tiduran di kasur dan menenggelamkan wajahku di bantal kesayanganku. Hal itu aku hentikan ketika sebuah panggilan telepon masuk ke ponselku. Ku yakin 100 % itu adalah nomor Khalif karena memang hanya dia yang baru saja meminta nomor teleponku kemarin.
“Halo…” sapaku yang kemudian mengubah posisi menjadi duduk.
“Hari ini kamu sibuk nggak ? Kalau nggak kita ketemuan di Starlight Resto jam 9” tuh kan bener itu suara Khalif, meskipun aku baru mengenalnya tapi aku ingat bagaimana suara dan nada bicaranya. Dingin.
“Ok, nanti aku ke sana” sahutku yang kemudian ku dengar sambungan telepon terputus. Astaga, benar-benar menyebalkan.
Ku putuskan melirik ke arah jam yang setiap hari berdiri tegak di atas nakas di samping tempat tidurku. Ya ampun sudah jam delapan, pantas saja Mama bahkan Papa sudah bawel sekali menyuruhku sarapan karena biasanya kami sarapan jam tujuh pagi dan lebih tepatnya aku tidak boleh terlambat makan karena aku gampang sekali terserang maag. Semoga saja hari ini aku baik-baik saja. Lalu aku beranjak dari kasurku yang nyaman meninggalkan bantal guling yang setia menemani malamku menuju kamar mandi.
Aktivitas pagiku memang sederhana namun butuh waktu yang lama karena pakai acara ngambek segala dan mogok makan ceritanya. Cacing di perutku pun sudah mulai berontak. Akhirnya demi kebaikan bersama aku menurunkan egoku dan mulai sarapan. Di meja makan sudah tersedia sandwich kesukaanku buatan Mama. Aku tersenyum simpul melihat roti lapis yang tersedia.
Papa dan Mama pun keluar dari kamar mereka dan langsung tersenyum lega ke arahku yang sedang mengunyah makanan. Mereka kemudian menghampiriku.
“Maafkan Papa. Ini semua demi kebaikanmu” ucap Papa yang kemudian membuatku menghentikan acara sarapanku. Dadaku masih sesak mendengar kalimat itu. Entah untuk kali yang ke berapa mereka mengatakan kalimat itu kepadaku sepulang dari rumah Khalif kemarin.
Aku menghela napasku yang berat dan beranjak dari kursi. Menyisakan roti lapis yang belum habis dan meraih tas selempang yang tadinyaku taruh ke kursi sebelah.
“Aku berangkat dulu” ucapku kepada mereka dan pastinya aku tak lupa untuk mencium punggung tangan kedua orang tuaku. Mama terlihat ingin menahanku untuk bicara sebentar namun ditahan oleh tangan Papa di sana. Sepertinya Papa tahu kalau aku masih kesal dan ingin sendiri.
Mobil yang ku kendarai berhenti di sebuah bangunan bertuliskan “Starlight Resto”. Tempatnya sangat strategis dan pengunjungnya juga ramai. Pandanganku tertuju di sebuah meja yang di sana sudah ku dapati seorang pria berkemeja abu-abu tengah duduk di sana.
Aku melangkah menuju ke tempat Khalif dan langsung duduk di kursi yang telah tersedia. Handphone yang tadi ku lihat dimainkannya segera ia letakkan di meja. Tangannya kemudian melambai ke arah pelayan di sana. Pelayan wanita tersebut menyerahkan buku menu kepada kami berdua. Setelah selesai memesan, buku menu tersebut kembali di bawa pelayan tadi meninggalkan kami yang menunggu spaghetti special restoran ini.
“Jadi bagaimana ?” tanyaku tiba-tiba. Tentu saja arah pembicaraan kami ini menuju rencana pembatalan perjodohan kami.
“Bagaimana apanya ?” tanyanya balik. Ampun nih bocah nggak ngerti atau apa sih.
“Itu rencana buat batalin perjodohan. Kita punya waktu enam bulan jadi bagaimana caranya kita buat lolos dari semua ini ?” dia terlihat sedang memikirkan sesuatu, entah apa itu.
“Papa selalu lakuin apa yang dia mau” tutur Khalif. Aku tentu saja bingung dengan perkataannya. Apa benar tebakanku mengenai hubungannya dengan sang Papa tak terlalu baik. Huft, ku rasa itu benar. Dia sama sekali tak bisa berkutik ketika Papanya mengambil keputusan yang sungguh Khalif pun sama tak menyukainya sepertiku.
“Maksud kamu apa ? Papa kamu selalu lakuin hal yang dia mau ?” tanyaku sedikit hati-hati. Matanya menatapku kali ini. Oh Tuhan, matanya indah. Bola mata kami saling bertemu. Oh tidak, sadar Al sadar. Sadar Alyssa, kamu nggak boleh tersihir sama pesonanya. Kamu belum mengenalnya, bagaimana nanti jika kamu sakit hati gara-gara dia ?
“Hubungan aku sama Papa bisa dibilang nggak terlalu baik. Dia tipe orang yang selalu maksain sesuatu sama anak-anaknya. Mulai dari Kak Yashinta, dia juga dijodohkan dengan teman sekelasnya waktu SMP, tapi bedanya Kak Yashinta dan Mas Irfan saling mencintai dari dulu. Lalu aku, aku disuruh masuk Universitas dan jurusan yang diinginkan tanpa bertanya apakah aku mau atau tidak. Ku pikir semuanya sudah selesai setelah aku pergi menuruti keinginannya kuliah di London. Tapi nyatanya tidak, setelah pulang dari sana Papa masih sama. Dia memaksa untuk melakukan perjodohan yang kamu bilang kemarin adalah perjodohan bodoh. Ya, ini memang bodoh karena di zaman sekarang masih ada hal yang sedemikian rupa. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang…”
Kalimat terpanjang yang ku dengar dari mulutnya. Benar, hubungannya dengan Papanya tidak harmonis. Ku dengarkan penuturannya dengan seksama. Aku bisa dengar kesedihan dari setiap kata yang bibirnya ucapkan. Pasti dia ingin sekali memeluk Papanya yang ia bilang selalu memaksakan kehendak itu. Setiap katanya menurutku pedih, dia merindukan sang Papa.
“Kamu pasti rindu Papamu kan ?”. Pertanyaanku mendapat sambutan senyum kecut dari sudut bibirnya. Dia bahkan tak menjawabku sekarang. Ah, dasar gengsi dia. Pesanan kami pun akhirnya datang. Ku lanjutkan kembali obrolan kami setelah pelayan tersebut pergi.
“Kalau begitu nggak ada cara lain selain kita harus pura-pura setuju dan menuruti keinginan mereka. Apapun yang mereka inginkan selama enam bulan ke depan tapi sebelum hari itu tiba kita akan batalkan acara itu tiba-tiba biar mereka nggak punya cara lain lagi buat nyatuin kita” kataku yang menyuarakan pendapatku. Hanya itu yang terpikir dari otakku setelah begadang semalam suntuk. Masih mending ideku daripada dia tak punya ide sama sekali, huh payah.
“Oke” jawabnya singkat. Ya ampun nggak ada kata lain yang lebih panjang apa, masa jawabannya itu doang. Ini dia sifat Khalif. Bicaranya irit banget. Huh ya sudahlah mending aku melanjutkan makan daripada memulai perdebatan dengannya.
“Aku pergi dulu. Ada urusan di kantor” Khalif pun pergi meninggalkanku yang masih menyantap spaghetti yang lezat ini. Tuh orang main tinggal aja, nggak ada basa-basinya sama sekali. Ya sudah kalau dia pergi nggak masalah juga, toh dia juga sudah menaruh uang bill di meja. Haha.
Baru saja Khalif menghilang di balik pintu transparan restoran tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkanku duduk di kursi yang tadinya Khalif tempati. Nadira !.
“Kamu ngapain di sini Dir ? Sejak kapan ?” tanyaku kaget sambil celingak-celinguk takutnya Khalif balik lagi.
“Kamu yang ngapain di sini sama cowok lagi ! Dia siapa sih Al ?” tanya Nadira kepadaku. Aku sebenarnya malas membahas ini tapi kalau bukan sama Nadira, sama siapa lagi aku cerita.
“Huftt… yakin kamu nggak tahu siapa dia ? Emangnya Mama belum cerita sama kamu ?” kataku balik bertanya. Aku hanya ingin tahu apakah Nadira terlibat atau tidak mengenai rencana Mama Papa sekarang. Nadira juga tampak bingung dengan pertanyaanku.
“Sumpah Al aku nggak tahu apa-apa” tegas Nadira mencoba meyakinkanku. Ah dari ekspresinya kelihatan bahwa dia memang tidak tahu apa-apa.
“Dia calon suami pilihan Mama Papa” pengakuanku membuat Nadira membulatkan bola mata dan menutup mulutnya yang terbuka lebar tadi. Dia saja terkejut apalagi aku.
“Al gimana bisa, ah maksudku, Mama kamu kan nggak pernah nyuruh kamu yang aneh-aneh” kata Nadira yang masih tak percaya.
“Itu dia. Mama Papa dari dulu nggak pernah minta yang aneh-aneh. Mereka selalu nurutin yang aku mau, tapi sekarang… Aku harus turutin keinginan mereka buat menikah sama pria tadi, Khalif namanya. Awalnya aku melihatnya sebagai pria yang berpikiran dewasa dan penyayang, tapi ternyata dia juga punya sisi yang menyebalkan. Dia sangat cuek dan dingin. Bahkan yang lebih parah bicaranya irit banget, aku kan nggak suka kalau lawan bicara kayak gitu orangnya”
Nadira mendengarkanku dengan teliti. Kemudian dengan berani merampas Lemon Tea yang ku pesan. Argh !
“Terus apa yang kamu lakukan ?” tanyanya. “Pria itu bagaimana, apa dia setuju ?” tanyanya lagi dan ku jawab dengan gelengan kepala.
“Makanya tadi kita ketemu di sini buat bicara mengenai rencana buat batalin perjodohan ini”
Nadira terus menatapku.
“Apa ?” tanyaku sedikit malas.
“Kamu yakin mau batalin ? Dia itu sumpah ganteng banget loh Al, emang rela ?” aku berdecak sebal mendengar pertanyaan sepupuku ini. Dia sepertinya setuju jika aku menikah dengan pria yang Mama Papa pilihkan untukku ini, apa jangan-jangan dia terlibat ? Astaga Alyssa, cukup, Nadira hanya menggodamu saja. Mana mungkin dia juga setega itu terhadapmu, ‘kan ?
Aku yang sudah terlanjur badmood hari ini ku putuskan untuk pergi dari tempat itu. Yang pasti aku ingin jalan-jalan seharian bersama Nadira, dia harus rela ku culik sampai matahari terbenam nanti untuk menemaniku meredakan perasaanku yang campur aduk udah kayak gado-gado ini. Aduh, gado-gado, pengen. Ups !.
Setelah perasaanku mulai bisa ku kendalikan dan memastikan jika air mataku takkan tumpah untuk bicara dan memohon kepada orang tuaku sekali lagi untuk membatalkan acara perjodohan bodoh ini, aku akan pulang. Aku sungguh belum siap untuk membangun rumah tangga, bahkan pacaran saja aku tak pernah dan sekarang aku harus dihadapkan pada satu kenyataan bahwa aku akan dinikahkan dengan pria yang baru saja ku temui belum genap dua puluh empat jam.
Semoga suka.Salam manis, Bie.
Next ?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Zulianik Anik
suka thor......happyend kan
2020-03-14
1
Nathalia Dethami
kerennnn thor
2019-10-26
1
Istri Pertama Lee Min Ho
Suka thor
2019-08-27
2