Dion

Kemala tergopoh-gopoh berjalan sambil membawa rantang dan teko aluminium, tubuhnya yang tak tumbuh ke atas, nampak keberatan membawa beban di kedua tangannya. Hari ini ladang pakde panen. Kemala di mengirimkan makanan dan minuman untuk Pakde Afan.

"Kemala.. Mala!"

Merasa mendengar seseorang yang memanggilnya, Kemala mengehentikan langkah kakinya, lalu menoleh ke belakang. Benar saja seorang pria memakai celana jeans dan kaos berwarna putih dengan sepatu merek tanda centang, penampilan yang terlalu mewah untuk di pakai di desa tempat Kemala tinggal. Pria itu sedang berlari ke arahnya, tak butuh waktu lama untuk laki laki berperawakan tinggi itu menyusul langkah Kemala. Kemala menyipitkan matanya, mencoba mengenali wajah yang mulai mendekat.

"Kemala," panggil pria itu lagi setelah jaraknya sudah tinggal selangkah dengan Kemala.

"Mas Dion." mata kemala terbelalak saat melihat wajah pria itu dari dekat.

Kemala maju selangkah mendekat dengan wajah sumringah. Namun, sedetik kemudian Kemala mundur dua langkah lebar sambil menundukkan wajahnya.

"Kemala kau kenapa?" Dion melangkah mendekat, Kemala beringsut mundur.

"Ga pa pa, Mas." Kemala kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan Dion.

Dalam hati Kemala sangat senang, bisa bertemu dengan Dion. Seseorang yang menganggapnya sebagai manusia normal bukan wanita pembawa sial. Akan tetapi apalah daya, status Kemala yang sekarang seorang janda, membuat Kemala memilih menjauh dari Dion. Ia tidak ingin nama baik Dion tercemar oleh manusia seperti dirinya.

"Kemala tunggu." Dion menahan pundak Kemala, Kemala terjingkat kaget. Ini adalah pertama kali dia di sentuh seorang pria.

"Aku sudah tahu semuanya, maafkan aku yang tak bisa pulang, saat pak Broto memaksa menikahi mu," ucapan Dion terdengar sendu.

"Tidak Mas, Kemala tidak apa apa, semua juga sudah berlalu."

"Tolong mas Dion lepaskan pundak Kemala, ga enak di lihat orang," imbuh Kemala.

"Jelas kau tidak baik baik saja Mala, aku juga.Aku tidak baik baik saja saat aku dengar kau menikah dengan Broto," ujar Dion dengan nada tinggi.

Seakan tuli, Kemala melangkah begitu saja. Hatinya terasa berbunga bunga mendengar ada orang lain yang perduli padanya. Akan tetapi dia tidak ingin Dion tercemar, cukup dia saja yang di cemooh orang.

"KEMALA Berhenti!" teriak Dion.

"KEMALA aku mencintaimu, kau dengar itu!" teriak Dion lagi dengan lantang, langkah Kemala terhenti. Kakinya terasa lemas tak bertulang.

Inilah yang paling Kemala takutkan, ungkapan cinta dari Dion, yang juga di cintainya. Bagaimana Kemala akan mengubur rasa cintanya, kalau Dion malah dengan lantang mengungkapkan perasaannya. Tubuh Kemala gemetar, perlahan Kemala duduk di atas jalan setapak, meletakkan kedua benda berat yang di jinjingnya. Kemala menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tangis Kemala pecah namun lirih saja, karena Kemala berusaha menahan suaranya.

"Kemala," lirih Dion yang sudah berada di sisi Kemala.

"Mas Dion jahat... Mas Dion ga usah ngomong soal itu... sekarang Kemala harus gimana Mas?" ucapan Kemala terputus putus oleh tangisnya.

Dion tersenyum simpul. Dion tau bener Kemala merasakan hal yang sama dengannya. Mereka sudah dekat sedari kecil, dan rasa itu tumbuh saat mereka beranjak dewasa. Namun, status sosial mereka menjadi halangan. Kemala hanya bisa mencintai dalam diam, dan Dion dia menuruti kemauan ibunya untuk kuliah di kota. Namun, jarak dan waktu tak bisa menghapus rasa dalam hati, kini Dion kembali, dia tak perduli dengan status Kemala. Apalagi Dion sudah berkerja di sebuah perusahaan di kota, membuatnya lebih yakin untuk kembali pada Kemala.

"Cukup terima aku," ucap Dion.

"Tapi Mas." Kemala menengadahkan wajahnya yang berlinang air mata.

"Ssstt, sebentar lagi aku akan melamar mu," imbuh Dion lagi.

"Ga Mas, Mas ga bisa, Kemala ga seperti dulu lagi. Kemala seorang janda pembawa sial," kedua mata Kemala sudah menganak sungai dengan air matanya.

"Aku tidak perduli, kau tetap Kemala ku yang dulu, Kemala kecil yang manis, yang selalu bermanja dengan ku," ucap Dion, sambil mengelus lembut rambut ikal kecoklatan itu.

Rasa hangat di rasakan kemala dari sentuhan tangan orang terkasih. Tidak ada seorangpun yang memperlakukan Kemala seperti Dion, yang memanusiakan Kemala lebih tepatnya. Dion mengusap lembut pipi Kemala yang basah.

"Ayo kita ke ladang, sekalian aku mau ngomong sama Pakde Afan."

Kemala mengangguk kecil, dia menerima uluran tangan Dion untuk membantunya berdiri.

"Aku bantu bawa ya," ujar Dion mengambil teko yang berisi minuman dingin.

"Jangan Mas berat."

"Maka dari itu, makanya aku bantuin, kamu kan calon istriku."

Pipi Kemala bersemu merah mendengar ucapan Dion. Mereka pun berjalan menuju ladang pakde Afan. Kemala masih berjalan dengan menjaga jarak dua langkah dari Dion. Dion hanya tersenyum dan membiarkan Kemala senyaman dirinya saja, toh sebentar lagi mereka tak akan terpisahkan.

Terpopuler

Comments

Bunda Wina

Bunda Wina

semoga usaha kalian berhasil ya moga berjodoh ya Dion kemala

2024-03-14

0

Bunda Wina

Bunda Wina

udh lah Kemala bismilah aj ya semoga usaha Dion berhasil

2024-03-14

0

Bunda Wina

Bunda Wina

semoga aja pak de nya Kemala setuju am Dion ya

2024-03-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!