Ketika Aku Jatuh Cinta

Ketika Aku Jatuh Cinta

Rutinitas

Malam ini cuaca sangat cerah dipenuhi gemintang. Sarah yang baru saja selesai bekerja di sebuah kafe, masih berjalan seorang diri menuju tempat tinggalnya. Sebuah flat kecil yang hanya memiliki dua kamar, satu kamar mandi, juga satu ruangan lainnya yang ia jadikan ruangan serbaguna. Berfungsi sebagai dapur, ruang makan, ruang keluarga sekaligus sebagai ruang tamu.

Sarah berhenti di mini market yang berada tak jauh dari kafe tempat Ia bekerja. Menuju ke deretan makanan instan yang ada di sana, lalu setelah membanding-bandingkan harga ia terpaksa memilih makanan dengan harga paling rendah. Sisa uang di dompetnya menipis sementara tanggal gajian yang masih seminggu lagi. Belum lagi tagihan listrik dan Air yang Ia harus bayar tiap bulannya.

Huufffft

Sarah menarik nafasnya lalu mengeluarkannya dengan kasar. Ia duduk di kursi yang ada di depan mini market itu. Melihat taburan bintang yang tak pernah bosan memberikan cahayanya. Meski setiap pagi ia kembali tidak tampak dan menyembunyikan diri dari siang.

"Apakah itu kau, Nayla?" gumamnya pelan melihat sebuah bintang yang cahayanya tampak lebih terang dibanding yang lain. Matanya menerawang jauh menembus angkasa. Tatapannya nanar lalu sebelum kristal bening itu jatuh, Ia mengusapnya dengan jemari tangannya.

Sarah bergegas pulang ke rumahnya. Di sana Mamanya seorang diri. Seorang wanita paruh baya yang kini duduk di kursi roda karena stroke. Pada saat istirahat siang, Ia akan bergegas pulang untuk melihat keadaan Mamanya di rumah.

Sarah sangat ingin menyewa seorang perawat, untuk membantu menjaga Mamanya. Namun dengan gajinya yang bahkan nyaris tidak cukup untuk hidup mereka sehari-hari. Mustahil baginya untuk bisa membayar gaji seorang perawat. Sarah kembali menghembuskan nafas kasarnya, lalu berlari menuju rumahnya yang tak jauh dari posisinya.

Cklak

Suara daun pintu yang terbuka disusul Sarah yang masuk ke dalam. Kondisi ruangan itu masih gelap gulita, namun cahaya dari kamar sedikit menerangi dari celah pintu. Ia meraba saklar lampu di dinding lalu menghidupkannya.

Pemandangan pertama yang Ia lihat adalah sebuah meja osin yang ada di tengah ruangan berukuran 3,5 x 7,5 meter. Menyapu pandangannya ke kiri pintu, dua kamar tidur di mana Ia dan Mamanya tidur di kamar paling depan. Hanya ada satu kasur di sana, sementara barang yang lainnya ia letakkan di kamar sebelahnya.

Cklaaaaakk

Buka Sarah pintu kamar itu. Tampak Mamanya yang masih dalam keadaan berbaring. Mamanya tidak tidur, masih mengerjapkan matanya seraya menonton televisi kecil yang Ia pasang di dinding kamar sebagai penghibur Mamanya jika bosan.

"Assalamualaikum, Ma. Sarah sudah pulang." Mengalihkan perhatian sang Ibu yang sejak tadi terlihat menonton televisi.

Dengan susah payah, Mamanya tampak menjawab salamnya. Kondisi tubuhnya yang mati sebelah akibat stroke membuat ia sulit bicara. Pandangannya kini tertuju pada anak sulung kesayangannya itu. Di usia baru menginjak dua puluh tahun, putrinya itu sudah bekerja sekeras ini.

"Ma, kok nangis?" Sarah melihat di sudut netra perempuan paruh baya itu air mata yang mengalir. Setelah meletakkan tas di lantai lalu duduk di pinggir ranjang.

Mengusap air mata dari dua sudut netra Mamanya itu. "Jangan nangis dong Ma, Ara baru pulang udah lihat Mama nangis. Ara jadi sedih, hiks!" Isakan kecil keluar dari bibirnya.

"Ma-ma ka-sih-han li-hat kka-mu," ucap Mamanya terbata, sebab kondisi stroke membuat Ia susah berbicara.

"Ara sekarang cuma punya Mama. Nayla udah enggak ada. Mama semangat hidup Ara Ma. Mama jangan ngomong gitu lagi ya Mah!" pintanya lembut di akhir kalimatnya.

Mama mengangguk, lalu Sarah memeluk Mamanya. "Ara mandi dulu sebentar ya Mah, Ara bau keringet ya kan, hehehe!" Tergelak kecil mencoba mencairkan suasana di dalam kamar.

Mama tersenyum disusul Sarah yang beranjak ke kamar mandinya untuk membersihkan dirinya. Rutinitas hariannya yang padat membuat tubuhnya lengket karena keringat.

****

Kondisi cuaca pagi ini masih mendung, setelah kurang lebih dua jam sebelumnya hujan deras mengguyur jalanan ibukota. David melajukan mobil ke kantornya, menghindari ruas-ruas jalan yang tergenangi air akibat drainase yang tidak sanggup menampung debit air yang turun begitu lebat.

Tepat tiga puluh menit berkendara, David sampai di gedung perkantorannya. Ia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Sudah enam bulan berlalu sejak Ia memutuskan keluar dari GM Corporation. Ia membangun perusahaan kecil yang bergerak di bidang IT. Perusahaannya hanya ada di dua lantai gedung ini, tepatnya lantai lima dan enam.

Ia membangun perusahaannya dari nol, dengan tabungannya selama bekerja dengan Barra di GM Corporation. DE Enterprise, sebuah nama yang Ia sematkan bagi perusahaannya.

David keluar dari lift, lalu di sambut para karyawannya yang berada di lantai enam. Mereka membungkukkan kepalanya seraya menyapa David. Ia membalas sapaan karyawannya dengan tersenyum dan anggukan kepala.

Tiba di ruangannya, Ia langsung mengambil posisi duduk di kursi kebesarannya. Meletakkan tasnya di atas meja, lalu merogoh ponsel yang berdering tiba-tiba.

"Halo Dav!" sapa suara seorang pria dari seberang sana.

"Halo. Barra, ada apa sepagi ini Kau menghubungiku?" tanyanya spontan.

"Dasar Kau ini! Begini, siang ini kita makan di Ers Caffe. Erlan baru kembali dari Singapura kemarin. Dia mengundang kita makan siang hari ini. Wilson dan Andien juga datang." Barra mengajak David.

"Siang ini ya?Hmmmm, bagaimana ya... ," belum siap David berbicara, orang di seberang telpon menyela.

"Jangan bilang Kau sibuk. Kami tidak menerima penolakanmu. Kosongkan waktumu siang ini, Brother!" ujar Barra tanpa rasa bersalah.

"Aku belum siap bicara. Iya, baiklah Aku akan datang. Tunggu saja!" ucapnya lalu panggilan pun terputus.

"Aku lupa menanyakan apa Papa dan Mama ikut?" gumamnya lirih seorang diri. "Bisa gawat kalau mereka ikut. Biasanya Mama akan memintaku menikah dan menikah. Aku sedang tidak ingin membicarakan itu sekarang," sambungnya lagi lalu menarik nafasnya kasar.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Segera Ia mempersilakan seseorang di luar ruangan untuk masuk.

Seorang wanita cantik yang merupakan sekretaris David masuk, membawa beberapa berkas di tangannya. "Pagi Pak David. Ini saya bawakan berkas-berkas yang perlu Bapak tanda tangani." meletakkan tumpukan berkas di atas meja.

"Lidia, apa ada kabar terbaru mengenai kerjasama dengan PT. Maju Bersama dari bagian marketing?" tanya David pada sekretarisnya itu.

"Sudah Pak, berkasnya ada di sini. PT.Maju Bersama setuju dengan desain web Serta aplikasi yang di presentasikan bagian marketing." Lidia menjelaskan rinci.

"Kerja bagus. Baiklah, terimakasih!" David langsung mengambil bolpoint di atas mejanya dan membuka berkas yang akan ditanda tanganinya.

"Kalau begitu, Saya permisi Pak!" Membungkukkan tubuhnya lalu Lidia pun beranjak ke luar ruangan.

.

.

To Be Continue

.

.

Hai hai, ketemu lagi ma Babang David nih. Ada yang kangen enggak??

Jangan lupa like dan komen ya ZHEYENKKKK❤️❤️❤️

Terpopuler

Comments

teti kurniawati

teti kurniawati

saya mampir, mampir juga yuk di karya saya "Suami, rupa madu mulut racun."

2022-10-28

1

Nina_Naina

Nina_Naina

ya ampunn....baru kmrn beres2 koleksi novel pas scroll d novel ini berharap segera update lg.....trnyataaa hr ini dpt kejutan update😃

2022-02-13

1

CahayaTerpuji

CahayaTerpuji

ikut gabung 😁

2021-11-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!