David dan yang lainnya baru saja menyelesaikan kegiatan mengisi perut mereka. Qiara tampak tengah menikmati makanannya yang di bawa dari rumah. Duduk di kursi khusus bayi, dengan mulut penuh dengan makanan sisa makanannya yang di bawa dari rumah.
Qiandra segera membersihkan mulut Qiara ketika sudah selesai. Barra membantunya memasukkan peralatan makan ke dalam tas. Keduanya tampak manis saat bekerja sama seperti ini. Mereka sengaja tidak membawa baby sitter yang biasa menjaga Qiara sebab mereka tidak jauh dari rumah dan tidak terlalu repot juga.
Sementara itu, Andin tampak murung melihat kegiatan sepasang suami istri di hadapannya itu. Sudah satu tahun lebih Ia menikah dengan Wilson, namun belum ada tanda-tanda Ia sudah hamil.
Meski Wilson sudah sering menyakinkannya bahwa Ia tidak mempermasalahkan itu semua. Namun selalu saja Ia tidak dapat menahan pemikiran-pemikiran buruk yang bersarang di kepalanya.
Usianya kini menginjak tiga puluh dua tahun. Di usia yang sudah cukup matang ini, ia bahkan belum memiliki seorang bayi. Dibandingkan dengan teman perempuan satu angkatannya, rata-rata mereka sudah memiliki satu, dua bahkan tiga anak.
Wilson yang duduk di sebelah Istrinya itu, menyadari perubahan air muka istrinya itu. Tanpa perlu menebak, ia juga tahu sebab perubahan air muka istrinya. Wilson tampak menarik nafas pelan, lalu secepat kilat menggamit mesra tangan sang istri dalam genggamannya.
Andin melihat Wilson yang kini menyunggingkan senyum sumringah. Hati kecilnya ingin menangis setiap kali melihat suaminya bersikap seperti ini. Namun ia mencoba menahan segala kemelut perasaanya. Bagaimana pun juga ini adalah suasana yang membahagiakan bisa berkumpul bersama teman dan keluarga.
"David, kapan Kau akan menikah?" suara Mama Renata terdengar membuka pembicaraan di antara mereka. "Apa Kau sudah punya pacar, hmm?" tanyanya lagi memainkan kedua alisnya.
"Ma, Aku hanya belum menemukan seseorang yang tepat." David memberikan jawaban pamungkasnya.
"Begitulah anak-anak ini. Kau lihat anakku, Erlan. Di usianya yang sudah akan menginjak kepala tiga, dia masih enggan menikah meski sudah punya pacar. Alasannya karena dia harus menunggu pacarnya selesai mengambil kuliah specialist di luar negeri." Papa Andre mengungkapkan keadaan Erlan yang tak jauh dari David.
"Kak Erlan sudah punya pacar?" tanya Qiandra antusias.
"Sudah setahun terakhir sejak Kami tinggal di Singapura. Ia bertemu seorang gadis di sana dan mereka berpacaran." Papa Andre mendengus kesal.
"Pa, sudahlah. Hubunganku bukan konsumsi publik!" tekankan Erlan pada papanya.
"Begitulah anak muda ini Renata, Gunawan. Entah harus menunggu kematian ku baru Ia akan menikah!" Papa Andre tampak memasang wajah cemberut, seperti anak kecil yang sedang merajuk.
"Haha, cukup doakan saja semoga mereka segera mendapat jodoh yang terbaik. Saat ini mungkin jodoh mereka belum tiba!" ucap Papa Gunawan mencairkan suasana.
Pintu kembali terbuka, beberapa orang pegawai kafe tampak masuk ke dalam. Mereka mengambil semua peralatan makan dan sisa makanan dari atas meja dan meletakkan dessert sebagai penutup.
Melihat para pelayan kafe itu mengingatkan Qiandra akan Sarah. Segera setelah selesai membereskan Qiara, Ia menitipkan Qiara dengan Mama dan Barra. Lalu meminta izin pada Barra untuk menemui Sarah sebentar.
Qiandra keluar dari ruangan tempat mereka berkumpul. Lalu turun ke lantai satu di mana ia akan bertemu sarah. Sempat merasa bingung sebab kafe ini sudah banyak mengalami renovasi sejak terakhir Ia tinggalkan. Akhirnya Qiandra melihat sosok yang ingin ditemuinya berada di dapur.
"Sarah!" panggil Qiandra seraya melambaikan tangannya.
Sarah yang sedang mengelap peralatan makan di sana menoleh segera ke arah sumber suara. Ia melihat sosok Qiandra tengah melambaikan tangannya.
"Mbak Qiandra!" ucapnya tak percaya. "Kok ke sini Mbak?" Sarah membuka apronnya lalu menemui Qiandra.
"Maaf, Aku sudah meminta izin dengan bos mu untuk mengganggu waktumu sebentar. Kau mau?" tanya Qiandra dengan bibir yang tak lepas dari senyuman.
"Baiklah. Di mana Kita akan berbicara, Mbak?" Sarah mengedarkan pandangannya melihat sekitar. "Di sana aja gimana?" Sambil menunjuk salah satu pojok yang berada di luar kaffe.
Qiandra hanya mengangguk lalu keduanya bergegas ke tempat yang dimaksud.
"Apa kabar Kamu Ra? Udah lama banget ya sejak terakhir Kita ketemu." Qiandra membuka percakapan.
"Aku sehat Mbak, Alhamdulillah. Iya, Mbak tiba-tiba ngilang gitu aja loh. Tiba-tiba Aku dengar kabar dari Kak Erlan Mbak udah nikah sama pengusaha. Pantas aja Mbak ninggalin kita!" jawab Sarah seraya menyunggingkan senyumnya.
"Ceritanya panjang Ra. Yang pasti ada masalah waktu itu, dan yah akhirnya Allah memberi solusi dari semua masalah Aku saat itu dengan jalan yang tidak pernah Aku bayangkan." Tersenyum pelik membayangkan masa sulit yang Ia lalui.
"Eh, gimana kondisi Adik dan Mama Kamu, Ra?" tanya Qiandra begitu tersadar kembli dari lamunannya.
"Nayla udah enggak ada Mbak, dia meninggal empat bulan lalu. Terus Mama sampai sekarang kena stroke, sejak Nayla meninggal,hiks..." Sarah menangis, tidak kuasa menahan kepiluannya.
"Innalilahi wa innailaihi roji'un. Ya Allah Ra, maaf Aku enggak tau. Terus gimana sekarang? Kalian masih tinggal di rumah lama?" Dengan antusias Qiandra bertanya.
Sarah mengangguk cepat. "Kondisi Mama belum banyak perkembangan, Mbak. Setiap istirahat siang, Aku lari pulang ke rumah. Soalnya Mama di rumah sendirian. Aku enggak sanggup bayar perawat buat ngejagain Mama." Sarah menceritakan kondisinya.
"Astaghfirullah. Ra, Kamu yang sabar ya. Mbak beneran enggak tau loh kondisi kamu sekarang. Maaf ya Mbak udah lama gak pernah kontak Kamu juga. Jadi, kuliah Kamu gimana?" tanya Qiandra kembali.
"Aku enggak kuliah Mbak. Uang yang Aku kumpulin buat kuliah habis buat pengobatan ibu. Sekarang Aku udah enggak punya tabungan sama sekali, cuma ngandalin gaji dari sini." Tertunduk sedih memikirkan keadaanya. "Tapi Aku akan nabung lagi kok, Aku pasti bisa kuliah." Sarah tersenyum penuh semangat mesti dalam hatinya kecil kemungkinan Ia bisa mengumpulkan uang untuk bisa kuliah.
"Ya udah, kalau Kamu enggak keberatan Aku mau bantu Kamu, Ra. Kamu ingat kan dulu Kamu selalu bantuin Aku kalau lagi susah. Sekarang biarin Aku bantu kamu ya Ra."
"Aku gak mau Kamu nolak bantuan Aku, Ra. Aku ikhlas bantuin Kamu. Aku bakal mencari seorang perawat untuk menjaga Mama." Qiandra meraih dan menggenggam tangan Qiandra.
"Mbak, Aku... " Sarah terdiam, netranya berkaca-kaca.
Qiandra menggelengkan kepalanya.
"Ra, Kamu ingat kan dulu Kamu pernah bilang apa sama Aku?" Sarah masih bergeming ditempatnya, namun netranya menatap lekat Qiandra.
"Ketika Kamu membantu Aku dulu, seyogyanya Aku lah yang membantu Kamu. Aku dapat kata-kata itu dari Kamu loh Ra. Jadi Aku mohon jangan ditolak ya."
"Tapi Mbak, ini terlalu banyak, hiks... " Sarah memelas, mulai terisak. Segera Qiandra memeluk Sarah dan menenangkannya.
"Ra, Mbak mohon maaf kalau selama Mbak bekerja di sini dulu Mbak terlalu fokus dengan kehidupan Mbak. Kamu selalu bantuin Mbak, enggak pernah absen nanyain kabar, tapi tidak sebaliknya. Sekarang Mbak mau membalas kebaikan yang Kamu beri dulu." Tatapan iba dari netra Qiandra membuat Sarah terenyuh.
.
.
TBC
❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Ibunya anak- anak💕
Next thor....
Udah lama banget gak Up...?😂😂😂😂😂😂😂😂
apa lg sibuk d dunia nyata ya thor.....
2021-11-04
1
mama Al
lanjut kak
Mau lihat menantu dan mertua saling jatuh cinta
Yuk mampir Rekomendasi Novel yang sangat bagus untukmu, Kekasihku, Menantuku
2021-11-04
1