5. Rumah Sakit

Pandangan Sarah masih tertuju di layar televisi yang menyala di salah satu dinding kamar. Manik hitamnya membulat, mematung di sisi Sang Mama yang saat ini masih belum bangun juga.

"Ra, Mama kenapa?" Qiandra berlari menyusul ke kamar ketika mendengar teriakan Sarah tadi. Panggilan itu pun membuyarkan lamunan Sarah.

"Mama," ucap Sarah lalu dengan segera mengalihkan pandangannya ke Mama.

"Mbak, Mama kok nggak bangun sih, Aku takut Mbak, hiks... ," isak Sarah lirih.

"Kita bawa Mama Kamu ke rumah sakit ya Ra!"

Qiandra ingin beralih ke depan, menemui Barra dan David. Memberitahukan pada mereka untuk membantu membawa Mamanya Sarah. Namun tangannya ditarik oleh seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Sarah.

"Mbak, Aku nggak punya uang, hiks ... ."

Menghapus air mata yang membasahi pipinya dengan sebelah tangannya yang lain. Sarah tidak pernah membayangkan kehidupannya berputar 360° seperti ini. Ia tidak ingin tampak kasihan di mata orang lain namun kali ini air matanya tidak bisa Ia sembunyikan lagi.

Qiandra menghampiri dan mengusap pelan pundak Sarah. "Ra, Kamu jangan pikirin itu. Mbak akan bantu biayanya, yang penting Mama Kamu sembuh."

Sarah mengangguk lalu air matanya kembali berderai lebih kencang. Sementara Qiandra segera keluar menemui Barra dan David. Sejurus kemudian, kedua pria itu langsung bangkit dan membopong Bu Safira, Mamanya Sarah.

Dan di sinilah mereka sekarang. Duduk di kursi tunggu di depan ruang ICU. Bu Safira segera di bawa ke ruang ICU begitu diperiksa Dokter IGD. Kondisinya kritis dan harus mendapat penanganan khusus di ruang ICU.

Dua jam sudah mereka berada di sana. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Qiandra sudah mendapat telfon dari baby sitter Qiara bahwa putrinya itu sudah mulai rewel. Akhirnya Ia dan Barra pulang terlebih dahulu dari rumah sakit.

"Mbak, nggak apa-apa. Mbak pulang aja, Qiara butuh Mbak!" pinta Sarah lembut. Sebenarnya Ia merasa rapuh sekali saat ini namun Ia berusaha menguatkan dirinya. Ia tidak ingin merepotkan Qiandra lebih lama lagi. Karena Qiandra juga memiliki seorang bayi di rumahnya.

"Terus Kamu di sini sama siapa?" Qiandra mendesah pelan. Di satu sisi Ia ingin menemani Sarah namun di sisi lain Qiara juga membutuhkannya meskipun ada Mama dan Baby sitter, tetap saja Qiara akan rewel ketika Ia lama ditinggal Qiandra seperti ini.

"Kalau ada keperluan apa-apa, Kamu jangan sungkan-sungkan hubungi Mbak ya, Ra?" Akhirnya Qiandra pun luluh, Ia memilih untuk pulang terlebih dahulu dan memantau kondisi Bu Ira dari rumah saja.

"Iya Mbak, makasi atas semuanya. Mbak dan Mas Barra hati-hati ya di jalan!" Sarah tampak memaksakan senyumnya, Ia mencoba kembali menguatkan dirinya.

"Aku bisa menemani Sarah di sini! Kalian pulang saja terlebih dahulu!" Suara baritone dari salah seorang lelaki di sana membuat ketiga orang lainnya mengarahkan pandangan mereka. Qiandra dan Barra sempat bersitatap sesaat sebelum akhirnya kembali melayangkan tatapan heran pada David.

"Bukannya Kau ada meeting sore ini?" Barra menimpali ucapan David.

"Aku sudah mendelegasikan Lidia untuk memimpin meeting," jawab David cepat.

"Baiklah kalau begitu. Aku sedikit tenang ada David di sini. Ra, Kamu yang kuat ya, Mbak pulang dulu." Qiandra memeluk Sarah.

"Mbak hati-hati ya! Maaf ya Mbak, jika tadi acara kunjungannya jadi seperti ini." Wajah Sarah menyiratkan penyesalan.

"Ra, kamu jangan ngomong gitu. Ini namanya musibah, Kamu yang sabar ya! Semoga Mama segera pulih ya Ra." Qiandra menenangkan Sarah.

Setelah Qiandra dan Barra pulang, kini David dan Sarah yang tinggal di sana berdua. Keduanya canggung untuk sekedar menyapa. Sarah memeluk dirinya sendiri, merasa rapuh saat ini. Namun kehadiran seseorang di sisinya mampu menciptakan perasaan hangat di hatinya.

Sementara David sejak tadi selalu memperhatikan Sarah dengan ujung netranya. Entah perasaan apa, namun dirinya merasa enggan untuk meninggalkan wanita yang ada di sampingnya itu. Hatinya bersikeras untuk berusaha melindungi wanita yang terlihat kuat namun rapuh itu.

Seorang perawat keluar dari ruangan ICU, lalu meneriakkan nama Mamanya. Sarah bergerak cepat menghampiri perawat itu disusul David di belakangnya.

"Keluarga Ibu Safira?" panggil seorang perawat yang baru saja muncul dari dalam.

"S-saya Sus," jawab Sarah cepat segera berlari menghampiri perawat tersebut.

"Saya anaknya Sus!" ucap Sarah kembali. "Bagaimana kondisi Mama Saya, Sus?"

"Kondisi Bu Safira sempat kritis tadi, tapi Alhamdulillah sekarang kondisinya sudah stabil. Namun meski begitu, Ibu masih harus tetap dipantau di ruang ICU. Dua atau Tiga hari ke depan, jika kondisinya semakin membaik baru bisa Kita pindahkan ke rawat inap." Perawat itu menjelaskan dengan rinci, dan kedua orang di depannya mendengarkan dengan seksama.

Sarah menghembuskan nafas lega. "Apa Saya bisa melihat kondisi Mama Saya Sus?"

"Maaf, sesuai peraturan Rumah Sakit, bagi pasien ruang ICU jam besuk pasien hanya bisa dilakukan dua kali Mbak. Pukul 18.00 sampai 20.00 WIB dan pada pukul 07.00 - 09.00 WIB. Di luar jam itu, tidak boleh ada kunjungan kecuali kondisi kritis."

Tak lama berselang, perawat itu pun kembali masuk ke dalam ruangan meninggalkan wanita muda yang masih tampak mematung di sana. Ia bahkan melupakan seseorang di belakangnya.

David menunggu reaksi Sarah. Ketika tangannya akan mencapai pundak Sarah, wanita itu malah berjalan lurus ke depan lalu berbelok ke kiri. Ia melewati lift dan menuju ke arah tangga. Kemudian perlahan Ia menuruni satu persatu anak tangga tersebut, hingga akhirnya berhenti.

David yang mengikuti Sarah hanya diam, memperhatikan kira-kira apa yang akan dilakukan Sarah. Lama ia berhenti di sana menunggu aksi Sarah selanjutnya yang masih berdiri mematung. Ketika Ia memutuskan untuk melangkahkan kakinya mendekat, suara isakan tangis Sarah membuat kakinya enggan melangkah.

"Hiks ... hiks... Ma... Mama.... hiks hiks hiks ... "

"Jangan tinggalkan Sarah Ma, Sarah mohon... hiks hiks hiks hiks... Sarah nggak mau hidup lagi kalau Mama pergi, huwaaaaaa... ."

Isakan hebat itu akhirnya keluar. Sarah mengeluarkan semua perasaannya melalui tangisan. Air mata terus keluar membasahi wajahnya, disertai isakan pilu. Masih belum menyadari bahwa sedari tadi seseorang dengan tubuh tegap memandanginya iba.

Lama Sarah berdiri, menangis, meluapkan emosinya, hingga kakinya terasa lemas tak berdaya. Seakan tubuhnya terombang ambing di lautan, Sarah merasa akan jatuh. Memegangi kepalanya yang terasa pusing, tangannya segera mencari handle untuk berpegang.

Baru saja Sarah akan meraih sisi tembok di kirinya, seorang pria muncul lalu menahan tubuhnya tepat di kedua bahunya. Mata Sarah membelalak, melihat seseorang yang baru saja hari ini Ia kenal dan sempat menemaninya beberapa waktu menunggui Mamanya.

"Tu-Tuan?"

.

.

.

TBC

Seru gak sih,,, masih mengumpulkan mood nulis yang beberapa waktu ini terkikis dengan kesibukan 🤭

Makasi ya yang udah ngikutin cerita Aku 🤗🤗 Meski slow Update, kalian masih mau nungguin.❤️

Terpopuler

Comments

Martifahsoemarno

Martifahsoemarno

seru banget, walau bukan tentang perselinguan tpi ceritanya sngt menarik

2022-07-22

1

Nina_Naina

Nina_Naina

seruuuuuu bangeeet......selalu penasaraaan sama updatenyaaaa....semangat Kak

2022-02-13

1

Aty Ayu

Aty Ayu

serruu

2022-01-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!